Ilmuwan Ini Klaim Mampu Menunda Kematian

Benarkah kematian dapat ditunda? Apa yang ilmuwan ini lakukan?

oleh Sulung Lahitani diperbarui 07 Jun 2015, 08:36 WIB
Diterbitkan 07 Jun 2015, 08:36 WIB
ilmuwan hentikan kematian

Citizen6, Jakarta Kematian, mungkin adalah salah satu misteri yang belum terjawab hingga kini. Banyak yang penasaran seperti apa rasanya mati. Karenanya, orang-orang yang pernah mengalami mati suri biasanya dikejar banyak orang untuk diminta berbagi pengalaman.

Terlepas dari campur tangan Tuhan, ilmuwan percaya bahwa kematian dipicu oleh jantung yang berhenti berdetak dan berdampak pada berhentinya aliran darah ke seluruh tubuh. Saat itulah tubuh akan berhenti bekerja dan dinamakan mati.

Namun demikian, Jimo Borjigin, seorang ilmuwan dari Universitas Michigan, mempercayai bahwa kematian lebih ditentukan oleh kiriman sinyal ke jantung dari otak daripada jantung itu sendiri.

Teori Borjigin dibuktikan pada sebuah eksperimen terhadap tikus. Borjigin memaparkan karbon dioksida ke tikus dan menginduksi kejadian henti detak jantung.

Saat mendekati kematian, Borjigin dan rekan mengamati aktivitas jantung dengan alat echocardiography (ECG) dan electroencenphalography (EEG) serta sinyal kimia pada jantung dan otak.

Makam yang diduga menjadi tempat peristirahatan terakhir diktator Nazi Hitler di Surabaya, Jawa Timur (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Setelah terpapar karbon dioksida, detak jantung tikus langsung turun. Kemudian aktivitas otak menyesuaikan dengan otak jantung. Saat itu, senyawa dopamine yang memicu relaksasi dan norepinephrine yang memicu kewaspadaan membanjiri darah.

"Selama ini orang berfokus pada jantung, berpikir bahwa jika menyelamatkan jantung, otak juga selamat. Anda harus memutuskan komunikasi kimia antara otak dan jantung untuk menyelematkan jantung," ungkap Borjigin sebagaimana dikutip dari Livescience, Jumat (05/06/2015).

Setelah dikirimnya dua senyawa yang berfungsi sebagai sinyal, jantung terus seirama dengan otak hingga bilik bawah jantung tak bisa berkontraksi dengan normal untuk memompa darah. Kondisi yang disebut ventricular fibrillation inilah yang memicu kematian.

Bila ilmuwan dapat menghambat pengiriman dopamine dan norepinephrine, kondisi ventricular fibrillation dapat dihambat dan kematian pun dapat ditunda.

Namun saat ditanya apakah cara tersebut juga berlaku pada manusia, Borjigin hanya tersenyum misterius. Ia menyatakan, risetnya bukan untuk memenuhi hasrat orang yang tak mau mati. Akan tetapi, untuk menyelamatkan nyawa seseorang yang mengalami henti detak jantung. (sul/kw)

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya