25 Ribu Warganet Teken Petisi Tolak Kebijakan PKL Tanah Abang

Lebih dari 25 ribu orang meneken petisi menolak kebijakan penggunaan jalan di Tanah Abang sebagai tempat PKL berjualan.

oleh Sulung Lahitani diperbarui 28 Des 2017, 11:03 WIB
Diterbitkan 28 Des 2017, 11:03 WIB
25 Ribu Warganet Teken Petisi Tolak Kebijakan PKL Tanah Abang
Lebih dari 25 ribu orang meneken petisi menolak kebijakan penggunaan jalan di Tanah Abang sebagai tempat PKL berjualan. (Doc: Change.org)

Liputan6.com, Jakarta Pro dan kontra kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mengubah ruas jalan di depan Stasiun Tanah Abang menjadi area berdagang pedagang kaki lima (PKL), sepertinya tak akan selesai dalam waktu dekat.

Meski kebijakan tersebut didukung oleh para PKL di Tanah Abang, lebih banyak warga yang tak setuju dengan pilihan yang diambil oleh Anies dan Sandi itu.

Buktinya, sebuah petisi di situs Change.org dibuat oleh warganet bernama Iwan M dengan judul "Kembalikan Fungsi Jalan dan Trotoar Tanah Abang." Petisi yang digagas sejak tiga hari lalu itu hingga berita ini diturunkan pada Kamis (28/12/2017) siang, telah meraup dukungan 25.300 tanda tangan. Awalnya target petisi yang hanya 25 ribu, bertambah menjadi 35 ribu.

Iwan M mengalamatkan petisi pada Presiden Joko Widodo, Menteri Perhubungan Republik Indonesia Budi Karya Sumadi, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan, serta Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi. Dalam tuntutannya, Iwan M mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengembalikan fungsi jalan raya sebagaimana mestinya.

"

Kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyied Baswedan dalam pengelolaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan Tanah Abang dengan melakukan penutupan jalan Jati Baru Raya sejak tanggal 22 Desember 2017 telah mencederai hukum yang berlaku tentang Jalan (UU No. 22 Tahun 2009 - UNDANG-UNDANG TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN ).

Dengan dalih melakukan penataan, Gubernur memfasilitasi para PKL dengan memberikan tenda gratis bagi para pedagang tersebut di atas jalan yang peruntukannya jauh lebih besar daripada para PKL tersebut. Penutupan jalan dilakukan selama 10 jam setiap harinya (08:00 - 18:00).

Pemerintah provinsi DKI sebelumnya telah menyediakan tempat penampungan untuk para PKL tersebut. Mereka diberikan fasilitas tempat berjualan di Blok G pasar Tanah Abang. Namun karena alasan sepinya pembeli, dan turunnya omzet penjualan, para PKL kembali berjualan di tempat yang jelas fungsinya bukan sebagai tempat berjualan.

Ketidak tegasan pemerintah, dalam hal ini Gubernur DKI sebagai pembuat kebijakan perlu medapat perhatian dari masyarakat yang lebih luas. Tolong kembalikan fungsi jalan dan trotar seperti peruntukannya.

"

 

 

Didukung warganet

Meski Sudah Difasilitasi Tenda, Masih Banyak PKL yang Berjualan di Trotoar
Pedagang minuman dan jajanan berjualan diatas trotoar di Jalan Kebon Jati, Tanah abang, Sabtu (23/12). Banyaknya PKL yang berjualan di trotoar membuat sulit para pejalan kaki yang melintas. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Petisi tersebut seolah menyuarakan kegelisahan warganet terhadap kebijakan tersebut. Beberapa orang turut mengemukakan pendapat mereka di petisi itu.

"Penataan yang dilakukan atas dasar balas budi politik dan merugikan pengguna jalan umum atas penutupan jalan tersebut," tulis Denis Christian.

"The governor does not know much about leading a capital city. Whatever he does, he just wants to implement something different from the previous government, regardless of whether it makes any sense or not. He clearly has no clue about the consequences of this to the majority of Jakarta people," ujar Fera Luciawati.

"Hak saya sebagai pengguna jalan dirampas oleh bpk Gubernur DKI yg terhormat. Mohon dievaluasi kembali keputusannya. Untuk apa fungsi bangunan jika tetap saja berjualan di jalan. Terima kasih," ungkap Lia Puspasari.

Petisi lain dengan class action

Jalan Ditutup untuk PKL, Kawasan Tanah Abang Makin Macet
Kondisi arus lalu lintas yang macet di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Sabtu (23/12). Penataan kawasan Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, dianggap sejumlah warga khususnya pengendara memperparah kemacetan di sekitarnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Setelah ditelusuri di situs Change.org, ternyata terdapat satu petisi lagi yang mengkritik kebijakan Jalan Tanah Abang yang diperuntukkan bagi PKL tersebut. Seorang warganet bernama Harsya Wardana bahkan mengajak warganet lain untuk melakukan Class Action terhadap penggunaan jalan umum di Tanah Abang untuk berjualan yang melanggar UU/22/2009 dan UU/38/2004.

Di petisi dengan tajuk "Penggunaan jalan umum di tanah abang untuk berdagang melanggar UU/22/2009 dan UU/38/2004" tersebut, Harsya mempetisi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno. Tak hanya itu, Harsya juga mengajak warganet untuk memotret KTP mereka untuk dikumpulkan agar bisa mengajukan gugatan class action.

Mengutip dari Hukum Online, class action merupakan salah satu metode bagi perorangan yang mempunyai tuntutan sejenis untuk bergabung bersama mengajukan tuntutan agar lebih efisien. Yang pasti, seseorang yang akan turut serta dalam class action harus memberikan persetujuan kepada perwakilan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya