Liputan6.com, Jakarta - Kata Onomatopoeia terdengar sangat asing di telinga kita. Namun, sebenarnya kita telah menggunakannya dalam keseharian, contohnya dalam bertukar pesan secara daring.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Onomatopoeia adalah kata yang terdengar seperti apa yang dimaksud. Atau, kata-kata yang secara fonetis mengintimidasi bebunyian yang mereka gambarkan, seperti bunyi getaran, embikan atau kotekan.
Banyak bahasa yang penuh dengan kata-kata onomatopoeik. Setiap suara binatang, seperti "kwek-kwek" atau "miaw" adalah bentuk onomatopoeia. Termasuk "tik-tok" dari jam, atau "ding-dong" dari bel pintu, bip, cegukan, desis, dan cekikikan. Kata-kata itu kedengarannya seperti memiliki efek suara yang tertanam di dalamnya.
Onomatopoeia berasal dari bahasa Latin, tetapi etimologinya dapat ditelusuri kembali ke bahasa Yunani Kuno. Onomatopoeia merupakan penggabungan dua buah kata dalam Bahasa Yunani yaitu "onoma" yang berarti nama serta "poein" yang berarti "membuat". Jika digabungkan maka pengertian dari kedua kata tersebut adalah "membuat nama atau kata".
Penggunaannya ternyata sangat bermanfaat bagi percakapan yang kita lakukan sehari-harinya. Berikut adalah beberapa contoh penggunaannya yang umum.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
1. Buku Komik
Contoh penggunaan onomatopoeia banyak ditemukan dalam buku komik. Biasanya efek suara ini ditampilkan berupa tulisan dalam gelembung ucapan. Kata-kata yang umumnya muncul dalam komik adalah "pow", "zap", dan "kaboom" (suara ledakan). Kata-kata tersebut umumnya muncul di komik berbahasa Inggris.
Penulis komik terkadang juga menciptakan neologisme (atau kata-kata baru) untuk karakter dan situasi tertentu. "Thwip" adalah kata yang menyertai Spider-Man menembak jaringnya. Contoh lainnya, "Snikt" ketika cakar Wolverine muncul.
Advertisement
2. Buku Anak-Anak
Kata-kata onomatopoeia sangat menyenangkan, maka dari itu penggunaannya banyak ditemukan dalam buku anak-anak. Buku dengan onomatopoeia biasanya ditujukan untuk anak-anak usia prasekolah, tetapi penggunaanya seringkali tidak diajak kan sampai kelas menengah dasar.
Terkadang, anak-anak dapat terjebak dalam kesenangan menggunakan onomatopoeia sehingga melupakan gagasan bahwa menggunakan kata-kata itu ditujukan untuk menggambarkan tindakan suatu benda/hewan bukanlah namanya.
Onomatopoeia juga digunakan untuk meningkatkan latar dan nada narasi. Buku anak-anak dapat memberikan contoh 'dunia nyata' tentang betapa menyenangkan dan efektifnya penggunaan kata onomatopoeia.
3. Bertukar Pesan
Tak bisa dimungkiri bahwa ketenaran media sosial saat ini telah membuat kita seperti merasa sangat terkait dengannya. Kita telah menghabiskan sebagian besar waktu bermain gim online, memberikan komentar terhadap foto teman, atau bertukar pesan dengan teman maya.
Saat pembicaraan terasa menyenangkan dan lucu, pasti ada ekpresi "Hahaha", ini termasuk kata onomatopoeia. "Haha" adalah cara yang benar untuk mengekpresikan tawa dalam bahasa tulisan yang baku menurut Kamus Inggris Oxford.
Menariknya, pengejaan tawa di berbagai negara sangat berbeda. Di Yunani, jika ingin tertawa terpingkal-pingkal secara daring secara fonetik "xaxaxa" lebih tepat untuk mengekpresikannya. Sementara di Jepang, orang-orang biasa menggunakan "www" sebagai ekspresi tertawa, berasal dari kata "warai" atau 笑い yang berarti tawa dalam bahasa Jepang.
Di Indonesia sendiri ada jenis eja tawa yang umumnya digunakan, yaitu "Wkwkwk". Jika dieja kata ini tidak terdengar seperti tawa sama sekali. Dikutip dari BBC, istilah "wkwk" lahir dari komunitas gim daring.
Awalnya, ekspresi tawa ini ditulis dalam bentuk huehue sebelum berubah menjadi 'hwhw'. Untuk mempermudah para gamer untuk 'beraksi' sambil mengetik, 'hwhw' kemudian menjadi 'wkwk' karena tombolnya lebih mudah dijangkau kedua tangan tanpa harus banyak bergerak.
Penulis: Anastasia Merlinda
Advertisement