Liputan6.com, Jakarta - Algophobia merupakan gangguan ketakutan ekstrim terhadap rasa sakit. Orang yang memiliki fobia ini cenderung merasa khawatir, panik, atau depresi yang intens walaupun hanya memikirkan rasa nyeri atau sakit.
Fobia ini akan mengakibatkan kecemasan yang berlebihan sehingga mampu memicu terjadinya serangan panik yang hebat sebagai akibatnya. Meskipun gelombang kecemasan seperti itu tidak akan selalu terjadi pada semua orang yang menderita algophobia, hal ini bisa saja terjadi.
Baca Juga
Kecemasan yang diakibatkan algophobia membuat seseorang menjadi lebih sensitif terhadap rasa sakit. Fobia ini umum terjadi kepada seseorang yang mengidap sindrom nyeri kronis.
Advertisement
Algophobia juga memiliki nama lain, yaitu pain-related fear dan pain anxiety. Orang yang mengalami serangan panik akibat fobia ini akan mengalami peningkatan detak jantung, laju pernapasan yang tidak beraturan, tekanan darah meningkat, juga mengalami tegang otot dan tubuh yang gemetar.
Tidak semua orang yang memiliki algophobia akan mengalami serangan panik, tetapi hal ini tidak membuat fobia tersebut tidak memerlukan perawatan.
Fobia rasa sakit ini tidak memiliki penyebab yang spesifik. Namun, faktor genetik dan lingkungan sekitar seseorang bisa jadi memainkan peran signifikan yang membuat orang tersebut mengalami ketakutan terhadap rasa sakit.
Untuk faktor genetik, seseorang bisa saja memiliki algophonia karena orang tua atau keluarganya memiliki riwayat gangguan yang sama. Gangguan ketakutan tersebut bisa saja dialami seseorang akibat suatu peristiwa yang membuat mereka trauma.
Gejala Algophobia
Seseorang dengan algophobia berpikir bahwa kecemasan merupakan gejala yang paling menonjol dari kondisi mereka. Sama seperti fobia yang lainnya, kecemasan yang mereka rasakan mungkin lebih ekstrim sampai memicu serangan panik.
Hal ini tentu saja bergantung terhadap tingkat keparahan serangan panik yang mereka alami. Beberapa pemilik algophobia sampai ada yang harus dilarikan ke rumah sakit.
Sebagian besar orang dengan algophobia akan terus berusaha keras untuk memastikan mereka tidak bersentuhan dengan kondisi atau situasi yang dapat menyebabkan rasa sakit.
Orang dengan algophobia bisa saja mengalami serangan panik ketika memikirkan perasaan sakit. Gejala-gejala yang akan muncul di antaranya kepala pening, keringat dingin, menggigil, mual, dispepsia atau gangguan pencernaan, jantung berdebar-debar, sampai gemetar dan sesak napas.
Advertisement
Algophobia Sulit Didiagnosis
Algophobia termasuk gangguan yang tidak mudah untuk dideteksi, terutama terhadap orang dengan sindrom nyeri yang kronis. Dalam mendiagnosis hal ini, terapis atau ahli akan mencoba membedakan ketakutan rasa sakit, dengan rasa sakit yang sebenarnya dirasakan.
Melansir Cleveland Clinic, terapis biasanya akan melakukan tes yang disebut Pain Anxiety Symptom Scale (PASS). Tes ini digunakan untuk menilai tingkat keparahan algophobia yang dimiliki seseorang.
Tes ini akan meminta pemilik algophobia untuk memberi penilaian terhadap pernyataan-pernyataan yang diajukan. Pertanyaannya berbunyi seperti, "rasa sakit membuat saya mual." Pasien pemilik algophobia akan memberikan penilaian dalam skala 0 sampai 5.
Terapis dapat menjatuhkan diagnosis seseorang memiliki algophobia ketika mereka menghindari aktivitas atau situasi yang memicu rasa nyeri, mengembangkan rasa takut berlebihan saat memikirkan rasa sakit, dan mengalami perasaan takut akan nyeri selama 6 bulan atau lebih serta mengalami penurunan kualitas hidup karena rasa takut akan sakit.
Pengobatan Untuk Algophobia
Karena tidak ada faktor spesifik yang menyebabkan algophobia, perawatan dan pengobatan untuk fobia ini juga tidak ada yang dirancang khusus menangani kondisi tersebut. Namun, terdapat beberapa perawatan untuk membantu menangani ketakutan ini.
Perawatan seperti terapi exposure, perilaku kognitif (CBT), dan terapi perilaku dialektis (DBT) untuk algophobia adalah sebagian perawatan yang dapat dijalani pemilik algophobia untuk mengatasi gejala-gejala ketakutannya.
Exposure therapy merupakan tipe terapi yang bisa dilakukan secara bertahap. Terapi dilakukan dengan cara memberikan paparan terhadap aktivitas-aktivitas yang sebelumnya dihindari pemilik algophobia, karena merasa akan mengakibatkan nyeri.
Sementara itu, cognitive-behavioral therapy (CBT) berfokus pada membantu untuk mengubah cara berpikir tentang rasa nyeri.Terapis akan mengedukasi pengidap algophobia mengenai apa yang memicu rasa nyeri dan bagaimana otak mereka memproses nyeri.
Ada juga dialectical behavior therapy (DBT), perawatan ini termasuk terapi yang cukup efektif untuk orang-orang yang berusaha meregulasi emosi.
Terapi ini sering digunakan untuk mengobati orang yang menderita BPD, tetapi juga bisa membantu penderita gangguan kecemasan, khususnya algophobia.
Salah satu teknik terapi dari DBT disebut sebagai half-smiling. Teknik ini bekerja dengan cara meminta pemilik algophobia untuk memikirkan apa yang mereka takuti sembari mengangkat sudut mulut dan tersenyum ringan.
Advertisement