Kampanye Boikot Israel Hantam Merek-Merek Barat di Negara Arab, Bikin Penjualan Turun

Kampanye boikot Israel menghantam merek-merek Barat di Negara Arab

oleh Sulung Lahitani diperbarui 23 Nov 2023, 15:57 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2023, 15:57 WIB
Kampanye Anti-Israel
Sebuah tanda di dinding di kota Bethlehem, West Bank, menyerukan pemboikotan produk Israel dari permukiman Yahudi, pada 5 Juni 2015. (Thomas Coex/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Pada suatu malam baru-baru ini di Kairo, seorang pekerja membersihkan meja di sebuah restoran McDonald's yang kosong. Cabang-cabang rantai makanan cepat saji Barat lainnya di ibu kota Mesir itu juga tampak sepi.

Semuanya terkena dampak kampanye boikot akar rumput yang spontan atas serangan militer Israel di Jalur Gaza sejak serangan mematikan Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober.

Menurut laporan Reuters, merek-merek Barat merasakan dampaknya di Mesir dan Yordania, dan ada tanda-tanda kampanye ini menyebar di beberapa negara Arab lainnya termasuk Kuwait dan Maroko. Pun demikian, partisipasinya tidak merata dan dampaknya hanya kecil di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

Beberapa perusahaan yang menjadi sasaran kampanye boikot Israel ini dianggap mengambil sikap pro-Israel, dan beberapa lainnya diduga memiliki hubungan keuangan dengan Israel atau melakukan investasi di sana.

Ketika kampanye ini mulai menyebar, seruan boikot yang beredar di media sosial telah meluas hingga mencakup lusinan perusahaan dan produk, sehingga mendorong pembeli untuk beralih ke produk alternatif lokal.

Di Mesir, di mana kecil kemungkinan orang turun ke jalan karena pembatasan keamanan, sebagian pihak melihat boikot sebagai cara terbaik atau satu-satunya untuk membuat suara mereka didengar.

“Saya merasa meskipun saya tahu ini tidak akan berdampak besar pada perang, maka setidaknya ini yang bisa kita lakukan sebagai warga negara yang berbeda agar kita tidak merasa tangan kita berlumuran darah,” kata Reham Hamed, warga Kairo yang memboikot jaringan makanan cepat saji AS dan beberapa produk pembersih.

Di Yordania, warga yang pro-boikot terkadang memasuki cabang McDonald's dan Starbucks untuk mendorong pembeli membeli makanan di  tempat lain. Beredar pula video yang memperlihatkan tentara Israel sedang mencuci pakaian dengan merek deterjen terkenal yang dihimbau untuk diboikot oleh pemirsa.

“Tidak ada yang membeli produk-produk ini,” kata Ahmad al-Zaro, seorang kasir di sebuah supermarket besar di ibu kota Amman di mana pelanggannya memilih merek lokal.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Ajakan boikot menunjukkan hasil

Mc Donald's (Foto: Joiarib Morales Uc/Unsplash)
Mc Donald's (Foto: Joiarib Morales Uc/Unsplash)

Di Kuwait City pada Selasa malam, tur ke tujuh cabang Starbucks, McDonald's dan KFC mendapati semuanya hampir kosong.

Di Rabat, ibu kota Maroko, seorang pekerja di cabang Starbucks mengatakan jumlah pelanggan menurun secara signifikan pada minggu ini. Pekerja dan perusahaan tidak memberikan angka pastinya.

McDonald's Corp mengatakan dalam sebuah pernyataan bulan lalu bahwa pihaknya "kecewa" dengan disinformasi mengenai posisinya dalam konflik tersebut dan bahwa pintunya terbuka untuk semua. Waralabanya di Mesir telah menegaskan kepemilikannya di Mesir dan menjanjikan bantuan sebesar 20 juta pound Mesir (sekitar 650.000 dolar AS) ke Gaza.

Saat dimintai komentar, Starbucks merujuk pada pernyataan di situsnya tentang operasinya di Timur Tengah yang diperbarui pada bulan Oktober. Pernyataan tersebut mengatakan bahwa perusahaan tersebut adalah organisasi non-politik dan menepis rumor bahwa mereka telah memberikan dukungan kepada pemerintah atau tentara Israel. Starbucks, yang awal bulan ini melaporkan rekor pendapatan pada kuartal keempat, mengatakan tidak ada lagi yang bisa dibagikan dalam bisnisnya.

Perusahaan Barat lainnya tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters.

 


Boikot yang makin meluas

Ilustrasi Starbucks. (AP)
Ilustrasi Starbucks. (AP)

Kampanye boikot telah menyebar di negara-negara di mana sentimen pro-Palestina secara tradisional kuat. Mesir dan Yordania telah berdamai dengan Israel beberapa dekade yang lalu, namun kesepakatan tersebut tidak menghasilkan pemulihan hubungan yang populer.

Protes tersebut juga mencerminkan gelombang kemarahan atas operasi militer Israel yang lebih merusak dibandingkan serangan sebelumnya, menyebabkan krisis kemanusiaan dan menewaskan 13.300 warga sipil, menurut pihak berwenang di Gaza yang dikuasai Hamas.

Israel mengatakan sekitar 1.200 orang tewas dalam serangan Hamas pada 7 Oktober, dan sekitar 240 orang disandera.

Kampanye boikot sebelumnya di Mesir, negara dengan populasi terbesar di dunia Arab, memiliki dampak yang lebih kecil, termasuk kampanye yang didukung oleh gerakan Boikot, Divestasi, Sanksi (BDS) yang dipimpin oleh Palestina.

“Skala agresi terhadap Jalur Gaza belum pernah terjadi sebelumnya. Oleh karena itu, reaksinya, baik di dunia Arab atau bahkan secara internasional, belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Hossam Mahmoud, anggota BDS Mesir.

Beberapa penggiat memilih Starbucks karena menggugat serikat pekerjanya atas postingan mengenai konflik Israel-Hamas, dan McDonald's setelah waralaba Israel mengatakan mereka memberikan makanan gratis kepada personel militer Israel.

Seorang karyawan di kantor perusahaan McDonald's di Mesir yang meminta untuk tidak disebutkan namanya mengatakan penjualan waralaba Mesir pada bulan Oktober dan November turun setidaknya 70% dibandingkan bulan yang sama tahun lalu.

“Kami berjuang untuk menutupi pengeluaran kami sendiri selama ini,” kata karyawan tersebut. 

Sameh El Sadat, seorang politikus Mesir dan salah satu pendiri TBS Holding, pemasok Starbucks dan McDonald's, mengatakan dia melihat adanya penurunan atau perlambatan sekitar 50% permintaan dari kliennya.

 


Aksi yang tidak merata

Ilustrasi
Ilustrasi menu KFC. (dok. unsplash/Hello I'm Nik)

Meskipun ada upaya dari merek-merek yang ditargetkan untuk mempertahankan diri dan mempertahankan bisnis dengan penawaran khusus, kampanye boikot terus terjadi, dalam beberapa kasus di luar dunia Arab.

Di Malaysia yang mayoritas penduduknya Muslim, seorang pekerja di McDonald's di Putrajaya, ibu kota administratif Malaysia, mengatakan bahwa pelanggan di cabang tersebut berkurang 20%.

Aplikasi ride-hailing Grab juga menghadapi seruan boikot di Malaysia setelah istri CEO Grab mengatakan dia “benar-benar jatuh cinta” pada Israel saat berkunjung ke sana.

Dia kemudian mengatakan bahwa postingan tersebut diambil di luar konteks. Setelah seruan boikot tersebut, cabang Grab dan McDonald's di Malaysia mengatakan bahwa mereka akan menyumbangkan bantuan untuk warga Palestina.

Awal bulan ini, parlemen Turki menghapus produk-produk Coca-Cola dan Nestle dari restoran-restorannya, dan sumber di parlemen menyebutkan adanya "kemarahan masyarakat" terhadap merek-merek tersebut meskipun tidak ada perusahaan besar Turki atau lembaga negara yang memutuskan hubungan dengan Israel.

Aksi boikot yang dilakukan tidak merata dan tidak ada dampak besar yang terlihat di beberapa negara termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Tunisia. Meskipun boikot mempunyai pengikut yang lebih luas, beberapa orang merasa skeptis bahwa hal tersebut akan berdampak besar.

“Jika kami benar-benar ingin memboikot dan mendukung orang-orang ini (Palestina), kami angkat senjata dan berperang bersama mereka…Jika tidak, tidak,” kata pemilik kios di Kairo, Issam Abu Shalaby.

Infografis Tragedi Kemanusiaan 3.000 Lebih Anak Meninggal di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Tragedi Kemanusiaan 3.000 Lebih Anak Meninggal di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya