Baru, Spesies Katak Berukuran 3 Cm Ditemukan di Pulau Sulawesi!

Penemuan spesies katak bertaring terkecil di Pulau Sulawesi, Indonesia, menciptakan sensasi biologi. Limnonectes, dalam keluarga Dicroglossidae, hadir dengan ukuran tubuh maksimum 3 cm. Penelitian ini tidak hanya mendalamkan pemahaman tentang keanekaragaman hayati, tetapi juga menyoroti urgensi konservasi untuk melindungi ekosistem unik pulau ini.

oleh Haneeza Afra Nur Zhafirah diperbarui 29 Jan 2024, 13:53 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2024, 13:46 WIB
katak bertaring
Foto: guatemala.inaturalist.org

Liputan6.com, Jakarta Ahli biologi baru-baru ini menemukan spesies baru yang menarik di dunia katak bertaring, khususnya dalam genus Limnonectes, di Pulau Sulawesi, Indonesia. Spesies ini mengundang ketertarikan karena memiliki tubuh dewasa yang sangat kecil dibandingkan dengan rekan-rekannya di pulau tersebut, dengan panjang lubang moncong maksimum mencapai sekitar 3 cm (1,2 inci). Pulau Sulawesi sendiri telah lama menjadi fokus penelitian biologi dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa, dan penemuan spesies baru ini semakin menambah kekayaan ekosistemnya.

Limnonectes, genus katak berlidah garpu yang ditemukan, merupakan bagian dari keluarga Dicroglossidae yang luas. Katak-katak ini dikenal karena adaptasi mereka yang unik dan peran pentingnya dalam ekosistem. Sebagai predator di dalam rantai makanan, mereka memiliki peran yang signifikan dalam menjaga keseimbangan populasi serangga dan makhluk kecil lainnya. Penemuan spesies dengan ukuran tubuh terkecil ini memberikan wawasan baru tentang variasi evolusi di dalam genus tersebut dan dapat memberikan pemahaman lebih lanjut tentang ekologi dan perilaku spesies ini di habitatnya.

Penelitian ini tidak hanya memberikan kontribusi terhadap pemahaman kita tentang keanekaragaman hayati di Pulau Sulawesi, tetapi juga menggarisbawahi pentingnya konservasi. Dengan adanya spesies baru yang ditemukan, mungkin diperlukan langkah-langkah perlindungan khusus untuk memastikan kelangsungan hidup mereka dan mempertahankan keberlanjutan ekosistem yang mereka huni. Oleh karena itu, penemuan ini bukan hanya pencapaian ilmiah yang luar biasa, tetapi juga panggilan untuk bertindak dalam rangka melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati di Pulau Sulawesi.

Merangkum dari sci.news, artikel ini akan membahas spesies baru katak kecil yang ditemukan di Pulau Sulawesi!

1. Katak Genus Limnonectes Bertarung dengan Taring Mereka

katak bertaring
Foto: Wikipedia

Genus Limnonectes mencakup lebih dari 75 spesies yang telah diakui secara ilmiah. Kelompok katak ini secara kolektif dikenal sebagai katak bertaring karena ciri khas gigi mereka yang luar biasa besar, sebuah perbedaan yang membedakan mereka dari jenis katak lain yang cenderung memiliki gigi yang lebih kecil atau bahkan tidak memiliki sama sekali.

Mereka menggunakan taring mereka dengan tujuan pertarungan, baik untuk memperebutkan wilayah maupun pasangan hidup. Taring ini juga digunakan untuk berburu mangsa, terutama mangsa bercangkang keras seperti kelabang raksasa dan kepiting. Adaptasi ini menjadi keunggulan evolusioner yang memungkinkan mereka untuk berhasil dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari mereka.

Spesies Limnonectes tersebar luas, mulai dari India hingga Tiongkok dan Indochina, melintasi Semenanjung Thailand-Malaysia, daratan Paparan Sunda (Kalimantan, Sumatra, dan Jawa), Kepulauan Maluku, rangkaian pulau Sunda Kecil, sebagian wilayah Papua Barat, hingga Kepulauan Nusa Tenggara Barat dan Filipina. Perbedaan preferensi habitat juga terlihat, di mana spesies berbadan besar lebih cenderung mendiami sungai yang deras, sementara spesies yang lebih kecil ditemukan di antara serasah daun atau di tepi sungai.

2. Dua Spesies Melayu Katak Bertaring Bereproduksi dengan Unik

katak bertaring
Foto: Steven Wong/Flickr

Katak bertaring menghadirkan aspek biologi reproduksi yang sangat kompleks, seperti yang diungkapkan oleh peneliti Jeffrey Frederick dan timnya dari Field Museum of Natural History. Sebagai contoh, dua spesies Melayu, yaitu Limnonectes hascheanus dan Limnonectes limborgi, menunjukkan pola reproduksi yang unik. Mereka meletakkan telur terestrial yang dijaga oleh pejantan bersama dengan larva nidicolous yang memiliki sifat ontogeni. Larva ini menetas sebagai kecebong yang hidup bebas, tetapi tetap berada di sarang yang dijaga oleh pejantan. Kelangsungan hidup mereka terjamin dengan mendapatkan nutrisi dari karung kuning telur.

Di wilayah Kalimantan, empat spesies Limnonectes, yaitu Limnonectes kuhlii, Limnonectes blythii, Limnonectes ibanorum, dan Limnonectes ingeri, menunjukkan keunikan lain dalam aspek reproduksi mereka. Spesies ini disebut 'tidak bersuara' karena tidak memiliki kemampuan vokal untuk panggilan kawin. Perbedaan ini menyoroti variasi dalam perilaku reproduksi di antara spesies dalam genus Limnonectes, memberikan wawasan mendalam tentang evolusi dan adaptasi spesifik terhadap lingkungan mereka.

Penemuan-penemuan ini menggambarkan keanekaragaman dan kompleksitas dalam biologi reproduksi katak bertaring, serta memperkaya pemahaman kita tentang strategi dan adaptasi yang mereka kembangkan untuk kelangsungan hidup dan reproduksi di lingkungan mereka masing-masing.

3. Limnonectes Phyllofolia Berukuran Lebih Kecil Dibanding Katak Bertaring Lainnya

katak bertaring
Foto: Frederick et al via livescience.com

Spesies terbaru yang baru diidentifikasi, diberi nama Limnonectes phyllofolia, menemukan rumah di pulau Sulawesi, yang merupakan bagian dari Indonesia. Dalam konteks ini, Frederick menjelaskan bahwa Sulawesi adalah pulau megah yang dihiasi oleh jaringan pegunungan yang luas, gunung berapi, hutan hujan dataran rendah, dan hutan awan di pegunungan. Keanekaragaman habitat ini memberikan dasar bagi keragaman hayati yang luar biasa di pulau ini, mengungguli bahkan daerah-daerah seperti Amazon.

Menariknya, Limnonectes phyllofolia menunjukkan ukuran yang relatif kecil dibandingkan dengan rekan-rekannya dalam keluarga katak bertaring di pulau tersebut. Dengan ukuran sekitar seperempat dari katak bertaring lainnya di Sulawesi, spesies ini memberikan kontribusi unik terhadap ekosistemnya. Hal ini menjadi kontras dengan banyak katak dalam genus ini yang memiliki ukuran raksasa, bahkan mencapai berat dua pon. Dalam skala yang lebih besar, Limnonectes phyllofolia dapat dibandingkan dengan uang receh, menyoroti keanekaragaman dalam ukuran dan massa tubuh di antara spesies katak bertaring.

Temuan ini tidak hanya mengenai penemuan spesies baru, tetapi juga membuka pintu untuk lebih memahami evolusi dan adaptasi spesies di Sulawesi. Selain itu, ukuran yang relatif kecil dari Limnonectes phyllofolia mungkin memainkan peran penting dalam dinamika ekologi lokal dan memberikan informasi berharga tentang bagaimana spesies ini berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

4. Tempat Katak Bertaring Menyimpan Telurnya

katak bertaring
Foto: Frederick et al via sci.news

Penemuan yang mengejutkan tim peneliti adalah bahwa semua individu Limnonectes phyllofolia yang merawat telur tersebut memiliki jenis kelamin jantan. Menurut mereka, katak jantan ini aktif menjaga satu atau lebih telur yang melekat pada dedaunan atau batu besar berlumut. Sarang tersebut terletak sekitar satu hingga dua meter di atas aliran sungai kecil yang mengalir lambat, tetesan air, atau rembesan. Perilaku seperti ini di kalangan katak belum sepenuhnya dipahami oleh para peneliti, dan kejadian semacam itu dianggap jarang terjadi dalam dunia katak bertaring.

Tim peneliti mengemukakan hipotesis menarik bahwa perilaku reproduksi yang tidak biasa ini mungkin terkait dengan taring mereka yang lebih kecil dari rata-rata. Beberapa kerabat katak memiliki taring yang lebih besar, yang membantu mereka dalam bersaing untuk mendapatkan tempat di sepanjang sungai agar dapat bertelur di air. Kemungkinan adanya hubungan antara ukuran taring dan perubahan dalam perilaku reproduksi ini memberikan wawasan baru dalam adaptasi evolusioner dan strategi reproduksi yang dapat berkembang dalam kelompok katak bertaring tertentu.

Penemuan ini bukan hanya mengenai fenomena reproduksi yang unik, tetapi juga membuka pintu untuk memahami lebih dalam interaksi kompleks antara ciri-ciri fisik dan perilaku reproduksi dalam kelompok katak bertaring tertentu. Dengan lebih memahami aspek-aspek ini, kita dapat mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang evolusi dan ekologi dari spesies-spesies tertentu di alam liar.

5. Penelitian Katak Spesies Baru Ini Disebut Dapat Melindungi Ekosistem

katak bertaring
Foto: Wikipedia

Adanya adaptasi dalam cara bertelur katak menjadi kunci pemahaman dalam perubahan perilaku reproduksi Limnonectes phyllofolia. Dengan mengembangkan metode bertelur yang jauh dari air, para peneliti mengusulkan bahwa kebutuhan akan taring yang besar, yang umumnya digunakan untuk bersaing mendapatkan tempat di sepanjang sungai untuk bertelur, mungkin tidak lagi menjadi prioritas bagi spesies ini. Evolusi perilaku reproduksi ini memberikan wawasan unik tentang bagaimana spesies dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan menciptakan strategi yang efisien untuk kelangsungan hidup dan reproduksi.

Frederick, dalam merangkum penelitian ini, menekankan betapa menariknya temuan ini dalam setiap ekspedisi berikutnya ke Sulawesi. Penemuan terus berlanjut, dan beragamnya cara reproduksi yang ditemukan memberikan pemahaman lebih lanjut tentang keanekaragaman hayati di pulau tersebut. Lebih dari sekadar pencapaian ilmiah, penemuan ini juga memberikan sorotan pada pentingnya melestarikan habitat tropis Sulawesi yang sangat istimewa. Upaya konservasi yang diarahkan untuk melindungi ekosistem unik ini menjadi semakin mendesak dengan penemuan spesies baru dan perubahan perilaku reproduksi yang terus terungkap.

Penelitian ini telah diabadikan dalam makalah yang diterbitkan di jurnal PLoS ONE, membawa informasi baru ini kepada komunitas ilmiah dan menekankan urgensi pelestarian alam yang melibatkan keanekaragaman hayati di Pulau Sulawesi.

“Sebagian besar hewan yang hidup di tempat-tempat seperti Sulawesi cukup unik, dan perusakan habitat merupakan masalah konservasi yang terus menghantui untuk melestarikan keanekaragaman spesies yang kita temukan di sana.”

“Mempelajari hewan seperti katak yang tidak ditemukan di tempat lain di bumi membantu kita melindungi ekosistem yang berharga ini.”

Apakah katak memiliki gigi bertaring?

Beberapa spesies katak di Asia Tenggara berevolusi menjadi memiliki gigi taring untuk bersaing memperebutkan wilayah, pasangan, dan untuk berburu mangsa renyah seperti lipan dan kepiting.

 

Apa perbedaan antara kodok dan katak?

Berbeda dengan kodok, katak bertubuh langsing dengan kulit basah atau lembab, berlendir, tipis dan halus. Katak juga mempunyai kaki lebih panjang, sehingga dapat melompat lebih jauh.

 

Apa bedanya kodok dan bangkong?

Kodok adalah penamaan dari Bahasa Jawa. Di Jawa Barat, katak atau kodok disebut bangkong, sedangkan bancet untuk katak kecil. “Sementara di Jawa Tengah, katak kecil dipanggil percil yang berlaku untuk anakan katak atau kodok.”

 

Kodok apa yang paling berbahaya?

Katak emas beracun atau dengan nama ilmiahnya, Phyllobates terribilis ini adalah katak yang paling mematikan dari semua jenis katak beracun. Katak ini juga tergolong hewan paling beracun di dunia.

 

Katak beracun berwarna apa?

Tidak seperti katak pada umumnya yang berwarna hijau kecoklatan, katak beracun ada yang berwarna biru, merah, kuning, dan oranye terang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya