Thailand Bakal Larang Aset Digital Jadi Pembayaran Mulai April 2022

Penggunaan aset digital sebagai pembayaran dapat berdampak pada stabilitas keuangan negara.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 24 Mar 2022, 08:42 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2022, 16:35 WIB
Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay
Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Thailand telah mengeluarkan aturan baru untuk melarang aset digital digunakan untuk membayar barang dan jasa mulai 1 April 2022, kata regulator pasar, Rabu (23/3/2022). 

Langkah ini sejalan dengan diskusi sebelumnya antara Securities and Exchange Commission (SEC) dan Bank of Thailand (B0T) tentang perlunya mengatur aktivitas tersebut oleh operator bisnis aset digital, dilansir dari Channel News Asia.

Hal tersebut karena penggunaan aset digital sebagai pembayaran dapat berdampak pada stabilitas keuangan negara dan ekonomi secara keseluruhan, kata SEC dalam sebuah pernyataan.

Operator bisnis aset digital yang menyediakan layanan tersebut harus mematuhi aturan baru dalam waktu 30 hari sejak tanggal efektif. 

Sebelumnya, BoT telah berulang kali mengatakan tidak mendukung cryptocurrency sebagai pembayaran. Hal ini akan berdampak pada pengarahan tentang pedoman peraturan untuk bisnis aset digital bank.

Di negara Asia Tenggara lainnya, pada Januari, regulator di Indonesia juga memperingatkan perusahaan keuangan untuk tidak menawarkan dan memfasilitasi penjualan kripto, di tengah ledakan penggunaannya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Arus Dana Keluar dari Kripto Selama 2 Minggu, Ada Apa?

Ilustrasi kripto (Foto: Unsplash/Kanchanara)
Ilustrasi kripto (Foto: Unsplash/Kanchanara)

Sebelumnya, produk dan dana investasi cryptocurrency menunjukkan arus keluar bersih untuk minggu kedua berturut-turut, menurut sebuah laporan dari manajer aset digital CoinShares pada Senin. 

Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh kekhawatiran terus-menerus tentang regulasi dan kemungkinan dampak dari konflik Rusia-Ukraina.

Sektor kripto mencatat arus keluar bersih sebesar USD 47 juta atau sekitar Rp 674,3 miliar pada pekan ketiga Maret 2022, setelah mengalami arus keluar sebesar USD 110 juta pada pekan sebelumnya. 

Arus keluar datang di tengah upaya berkelanjutan untuk mengatur kripto. Presiden Joe Biden menandatangani perintah eksekutif beberapa minggu lalu yang mengharuskan pemerintah untuk menilai risiko dan manfaat dari menciptakan dolar digital bank sentral, serta masalah kripto lainnya.

Spesifik dalam kripto terbesar bitcoin, tercatat ada arus keluar terbesar sebesar USD 33 juta dalam minggu terakhir, laporan tersebut menunjukkan, mengikuti arus keluar sebesar USD 70 juta sebelumnya. Namun, arus year-to-date tetap positif, sebesar USD 63 juta.

"Meskipun Bitcoin telah menyusut kembali sedikit setelah mencapai USD 42.000 selama akhir pekan, itu masih berhasil karena menutup minggu ini jauh di atas USD 40.000," kata direktur eksekutif di aset digital hedge fund ARK36, Mikkel Morch, dikutip dari Channel News Asia, Selasa, 22 Maret 2022.

Penurunan semacam itu tampaknya sehat setelah kenaikan signifikan selama seminggu terakhir dan tidak boleh dipandang sebagai reaksi negatif terhadap berita geopolitik atau makro tertentu. Selama Bitcoin tetap di atas USD 40.000, ada peluang bagus untuk melanjutkan kenaikan harga.

Sedangkan untuk produk berbasis Ethereum memiliki arus keluar sebesar USD 17 juta minggu lalu, lebih rendah dari minggu sebelumnya, yang mencatat arus keluar sebesar USD 50 juta. 

Ethereum terus menderita dari sentimen negatif investor, kata para analis, dengan arus keluar tahun ini sebesar USD 151 juta, atau 1,2 persen dari total aset yang dikelola.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya