Kenali Sindrom Hipermobilitas, Disabilitas Fisik yang Sebabkan Persendian Terlalu Fleksibel

Sindrom hipermobilitas menyebabkan persendian terlalu fleksibel yang menyebabkan rasa sakit dan kelelahan.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 11 Mei 2020, 19:15 WIB
Diterbitkan 11 Mei 2020, 19:15 WIB
sendi nyeri
Ilustrasi sendi nyeri (Sumber: Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta Hannah Ensor, perempuan penyandang sindrom hypermobilitas menjelaskan tentang disabilitas yang disandangnya.

Menurutnya, sindrom hipermobilitas menyebabkan persendian terlalu fleksibel yang menyebabkan rasa sakit dan kelelahan. Sindrom ini juga menyebabkan Postural Tachycardia Syndrome atau gangguan ketika berdiri setelah terlentang atau duduk.

Perempuan asal Inggris ini mengaku telah tumbuh dewasa tanpa mengetahui disabilitas yang disandang. “Saya tahu bahwa saya berbeda dari orang lain di sekolah, tetapi saya tidak tahu mengapa,” ujarnya kepada Disability Horizons.

“Beberapa saudara kandung saya, dan mungkin orang tua saya, juga memiliki hipermobilitas, jadi ada banyak hal yang normal dalam keluarga kami.”

Tanpa disadari, Ibu Hannah mengajarkan anak-anaknya untuk mengatur kecepatan gerak tubuh mereka. Sang ibu acap kali menyarankan kegiatan yang santai sepulang sekolah. Misal, membuat kerajinan dan permainan-permainan papan.

“Dia tahu bahwa jika saya bermain dengan teman selama beberapa hari berturut-turut, saya akan terlalu lelah untuk mengatasinya.”

Hipermobilitas juga menyebabkan lebih mudah terluka dan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih dari yang diperkirakan dokter.

Simak Video Berikut Ini:

Diagnosis di Usia 22

Disabilitas Hannah baru didiagnosis pada usia 22. Kala itu, ia baru saja menyelesaikan pendidikan dengan gelar kesehatan lingkungan dan mulai bekerja sebagai petugas kesehatan lingkungan di perumahan sektor swasta.

“Gejala saya secara bertahap memburuk dan semakin melumpuhkan. Beberapa tahun kemudian saya juga didiagnosis memiliki Postural Tachycardia Syndrome (PoTS).”

Selama periode tersebut, perempuan berambut pirang ini menemukan Asosiasi Sindrom Hypermobility. Berbagai pemahaman tentang disabilitas yang disandang bisa didapat dari asosiasi tersebut.

“Dengannya saya dapat memahami tubuh saya dan mulai belajar bagaimana mengelola kondisi saya.”

Pada usia 23, gejala yang dialami semakin memburuk. Bekerja menjadi hal yang sangat sulit dilakukan. Tahun 2010, tubuhnya tidak mampu bekerja menjadi petugas kesehatan lingkungan.

“Saya belajar bagaimana tubuh saya bereaksi terhadap berbagai hal dan bagaimana merawatnya. Saya menjalankan bisnis saya, Stickman Communications, dari rumah. Ini memungkinkan saya mengambil istirahat, mengubah posisi, dan menyesuaikan tugas dengan cara apa pun yang saya perlukan,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya