Liputan6.com, Jakarta Dosen dari Pusat Studi dan Layanan Disabilitas Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Budiyanto menerangkan tentang Signalong Indonesia (SI) sebagai bagian dari bahasa isyarat untuk teman dengar, bukan untuk penyandang tuli.
“SI adalah sistem isyarat komunikasi yang berbasis sains untuk semua anak di sekolah,” ujar Budi dalam webinar Konekin ditulis pada Sabtu (24/10/2020).
Baca Juga
Signalong merupakan keyword signing system (KWS) atau sistem isyarat berbasis kata kunci dan bukan bahasa isyarat untuk komunitas tuli. SI dikembangkan untuk kelas inklusi berbasis kultur Indonesia, kurikulum, dan pendidikan.
Advertisement
“Signalong Indonesia posisinya memang lebih berdekatan dengan bahasa isyarat Indonesia (Bisindo) daripada sistem isyarat bahasa Indonesia (SIBI) karena SI itu merupakan KWS yang berbasi kata kunci. Menurut penelitian, SI ini ternyata sudah berkembang sesuai dengan peradaban manusia itu sendiri. Kalau kita cermati, sebenarnya saat kita lahir komunikasi pertama yang dilakukan bukan oral tapi isyarat.”
Simak Video Berikut Ini:
Penerapan dan Pengembangan SI
Menurut Budi, isyarat adalah komunikasi natural yang dimiliki oleh semua orang. Dengan SI, anak-anak yang belajar di sekolah inklusi relatif bisa berkomunikasi dengan baik.
Contoh penerapan SI di sekolah adalah ketika guru menceritakan dongeng pada murid. Jika guru membacakan dongeng tanpa SI maka anak-anak hanya dapat menyimak tanpa bergerak aktif.
“Kalau guru bercerita menggunakan SI maka murid akan ikut sibuk melakukan apa yang diceritakan guru. Dengan demikian, secara emosional anak akan juga terpengaruh maka dalam memahami substansi cerita akan lebih mudah.
Beberapa pengembangan SI telah dilakukan di Unesa sejak 2012. Pengembangan tersebut mencakup aspek penambahan kosa isyarat di perguruan tinggi. Pengembangan juga diupayakan melalui pemberian materi tentang COVID-19 yang bisa diakses, pembuatan karakter animasi “Pak Kumis” dan berbagai riset terkait SI.
“Awal 2013 tim pengembangan SI dari UK kami datangkan ke Surabaya untuk mengajari guru-guru Indonesia. Pada saat itu ada sekitar 30 guru pendidikan khusus dari 16 provinsi. Guru yang sudah dilatih kita pandu untuk mengembangkan sistem isyarat SI yang diadaptasi sesuai budaya sistem isyarat Indonesia,” tutupnya.
Advertisement