Sosok Teh Yani, Penyandang Disabilitas yang Aktif Bantu Sesama

Disabilitas yang dimiliki seseorang tidak seharusnya menjadi batasan untuk mengembangkan kemampuan diri dan melakukan hal-hal positif.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 04 Feb 2021, 13:00 WIB
Diterbitkan 04 Feb 2021, 13:00 WIB
Handayani
Handayani (teh yani) penyandang disabilitas fisik yang aktif bantu sesama. (Liputan6.com/Ade Nasihudin).

Liputan6.com, Jakarta Disabilitas yang dimiliki seseorang tidak seharusnya menjadi batasan untuk mengembangkan kemampuan diri dan melakukan hal-hal positif.

Salah satu penyandang disabilitas yang menunjukkan bahwa keterbatasan fisik bukanlah halangan untuk dapat membantu sesama adalah Handayani.

Perempuan asal Bandung ini adalah penyandang disabilitas fisik akibat polio. Penyakit tersebut menyebabkan salah satu kakinya tidak dapat berjalan dengan sempurna.

Keadaan tersebut tidak membatasi pergerakannya untuk membantu sesama. Ia kerap melakukan konseling, pendataan, dan penyaluran bantuan dengan menggunakan motor modifikasi roda tiga miliknya.

Pada 2005, perempuan yang akrab disapa Teh Yani ini bergabung dalam organisasi Bandung Independent Living Center (BILiC). Sebuah organisasi disabilitas yang berdiri sejak 23 Agustus 2003.

Organisasi ini mulanya diinisiasi oleh mahasiswa arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB) dan fokus pada advokasi dan penguatan terhadap sesama disabilitas melalui konseling. Penyandang disabilitas yang dilayani pun dari seluruh ragam disabilitas tidak sebatas disabilitas fisik.

Selama bekerja di BILiC, Yani banyak melakukan survei lapangan untuk mencari permasalahan penyandang disabilitas di Kawasan Bandung dan memberi mereka konseling atau menyalurkan bantuan dari donatur.

Ia juga mengaku telah mendapat banyak pengalaman dan pelajaran dan menemukan banyak sekali penyandang disabilitas khususnya di Bandung yang tidak “terlihat” oleh pemerintah.

Selain itu, masalah umum yang sering ditemukan di lapangan adalah kesadaran keluarga yang masih sangat minim.

“Jadi ketidakpercayaan keluarga terhadap anak disabilitas bahwa anak itu mampu, butuh bantuan, dan bisa berkembang. Selain itu, ada juga kasus kekerasan termasuk kekerasan seksual itu banyak.”

Simak Video Berikut Ini

Kasus yang Ditemukan

Perempuan usia 44 ini memberi contoh kasus kekerasan seksual yang sempat ia temukan di Subang, Jawa Barat. Kasus tersebut menimpa anak Down syndrome usia 14 yang tiba-tiba hamil dan harus melahirkan dengan operasi sesar.

“Dia itu nggak ngerti bahwa dia hamil atau tidak, karena dia aktif luka operasinya pun susah kering. Akhirnya anaknya diambil dermawan. Sampai sekarang belum ketahuan pelakunya siapa, itu membelanya bagaimana coba?”

Dalam hal ini, Yani berharap pemahaman keluarga tentang disabilitas harus ditingkatkan. Tak hanya keluarga, lingkungan masyarakat pun harus turut melindungi anak disabilitas yang tinggal di Kawasan yang sama.

“Ketika ada disabilitas di situ, itu berarti urusan kita semua bukan hanya keluarganya.”

Sejak 2018, ibu dari dua anak ini sudah tidak bekerja di BILiC dengan alasan ingin membantu disabilitas di berbagai organisasi lain. Dengan demikian, ia dapat bergerak lebih bebas dan luas.

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta
Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya