Liputan6.com, Jakarta Keadaan fisik yang tidak sempurna baik pada individu dengan disabilitas maupun non disabilitas rentan memicu kurangnya penerimaan diri. Padahal, penerimaan diri adalah unsur penting untuk menjaga kesehatan mental.
Menurut peneliti dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto, Jawa Tengah, Dewantara Damai Nazar, individu dengan penerimaan diri yang tinggi tidak peduli akan berapa banyak kelemahan yang dimilikinya dan justru menjadikan kelemahan tersebut sebagai sumber kekuatan untuk memaksimalkan kelebihannya.
“Dalam membentuk penerimaan diri yang tinggi terdapat faktor-faktor yang mendukung terbentuknya penerimaan diri tersebut,” tulis Dewantara dalam penelitian Penerimaan Diri Sebagai Penyandang Disabilitas Mental Dalam Proses Rehabilitasi di Rumah Pelayanan Sosial Disabilitas Mental (RPSDM) “Martani”, Kroya, Cilacap dikutip Jumat (26/2/2021).
Advertisement
Dalam penelitian tersebut ia mengutip buku ahli psikologi Elizabeth Bergner Hurlock yang berpendapat bahwa ada beberapa kondisi yang mendukung penerimaan diri individu, yakni:
Pemahaman Tentang Diri (Self Understanding)
Adanya pemahaman tentang diri sendiri ini merupakan kesempatan seseorang untuk mengenali kemampuan dan ketidakmampuannya. Semakin orang dapat memahami dirinya, semakin ia dapat menerima dirinya, tulis Dewantara.
Pengharapan yang Realistis (Realistic Expectation)
Individu dapat menentukan sendiri harapan yang disesuaikan dengan pemahaman dan kemampuannya, bukan diarahkan oleh orang lain. Dengan menentukan harapannya sendiri, maka individu dapat mengukur apakah harapan tersebut realistis untuk dicapai atau tidak.
Tidak Adanya Hambatan di Dalam Lingkungan (Absence of Environmental Obstacles)
Seseorang yang sudah memiliki harapan yang realistis tetapi lingkungan di sekitarnya tidak memberikan kesempatan atau menghalanginya, maka harapan individu tersebut akan sulit dicapai.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Simak Video Berikut Ini
Faktor Lainnya
Sikap Anggota Masyarakat yang Menyenangkan (Favourable Social Attitudes)
Masyarakat memiliki prasangka yang baik karena adanya penghargaan terhadap kemampuan sosial dan kesediaan individu mengikuti kebiasaan lingkungan.
Tidak Adanya Gangguan Emosional yang Berat (Absence of Emotional Stress)
Gangguan emosional baik kecil maupun besar dapat mengganggu individu dalam menjalani pekerjaan atau kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, tidak adanya gangguan emosional dapat membuat individu tersebut menjalani pekerjaan dan kehidupan dengan baik.
Pengaruh Keberhasilan (Preponderance of Success)
Keberhasilan yang dialami, baik secara kualitatif maupun kuantitatif akan menimbulkan penerimaan diri. Sebaliknya, jika individu mengalami kegagalan, maka hal tersebut dapat memicu penolakan diri pada individu.
Identifikasi Orang yang Mampu Menyesuaikan Diri (Identification With Well Adjusted People)
Individu yang mengidentifikasikan seseorang yang memiliki penyesuaian diri yang baik akan dapat membangun sikap-sikap positif terhadap diri sendiri. Bertingkah laku baik juga dapat menimbulkan penilaian dan penerimaan diri yang baik.
“Dari faktor-faktor tersebut maka dapat dipahami bahwa penerimaan diri tidak semata-mata terbentuk begitu saja, tapi memiliki beberapa stimulus pendukung untuk mencapai penerimaan diri yang baik.”
“Dalam hal ini, peran keluarga, lingkungan dan masyarakat sangat dominan memiliki pengaruh besar terhadap pembentukan penerimaan diri individu,” tutup Dewantara.
Advertisement