Dokter Saraf: Gangguan Pendengaran Akibat Stroke Bisa Picu Tuli Permanen

Dokter spesialis bedah saraf Eka Hospital BSD Setyo Widi Nugroho mengatakan bahwa stroke dapat memicu gangguan pendengaran meski kasusnya jarang. Bahkan, gangguan pendengaran ini bisa berujung Tuli permanen.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 14 Mar 2023, 10:00 WIB
Diterbitkan 14 Mar 2023, 10:00 WIB
Setyo Widi Nugroho
Dokter spesialis bedah saraf Eka Hospital BSD Setyo Widi Nugroho soal stroke, (13/3/2023). foto: Ade Nasihudin.

Liputan6.com, Jakarta Dokter spesialis bedah saraf Eka Hospital BSD Setyo Widi Nugroho mengatakan bahwa stroke dapat memicu gangguan pendengaran meski kasusnya jarang. Bahkan, gangguan pendengaran ini bisa berujung Tuli permanen.

“Bisa (Tuli permanen), jika strokenya memang benar-benar mengenai pembuluh darah yang memberi makan pada telinga, jika pembuluh darah itu kena luka maka bisa mengalami ketulian pasiennya, bisa permanen,” kata Setyo dalam temu media di Jakarta Pusat, Senin (13/3/2023).

Menurut Setyo, secara umum stroke adalah suatu kelainan saraf atau kelainan neurologis akibat terganggunya aliran darah di otak. Namun, ia tidak menyebut bahwa istilah stroke kuping digunakan di dunia medis. Istilah ini ramai dibicarakan setelah komika Kiky Saputri bercerita soal mertuanya yang mengalami gangguan pendengaran mendadak dan didiagnosis stroke kuping.

Meski begitu, stroke yang berhubungan dengan gangguan pendengaran memang ada.

“Ya memang darah yang mengalir ke saraf telinga ada juga. Memang ada orang mendadak Tuli, tetapi jarang sekali kasusnya dan pasti disertai dengan gejala yang lain,” kata Setyo.

“Jadi pada dasarnya perlu paham terminologi stroke itu apa dulu. Ya di mana pun bisa terjadi. Stroke mata juga bisa kalau darah bilateral. Misalnya ada sumbatan pendarahan dan kelainan jantung.”

Akibat Bekuan Pembuluh Darah

Lebih lanjut, Setyo menjelaskan bahwa pembuluh darah bisa mengalami kebekuan karena turbulence tertentu. Kebekuan ini bisa lari ke otak. Jika masalah ini terjadi pada area saraf telinga, maka gangguan pendengaran bisa saja terjadi.

“Ini sangat jarang terjadi. Istilah terminologi (stroke kuping) dikembangkan oleh awam. Di kita tidak ada stroke telinga istilahnya,” katanya.

Selain karena stroke, hilangnya pendengaran secara tiba-tiba juga bisa terjadi karena hal lain. Misalnya akibat virus. Radang yang hebat bisa menyebabkan telinga tidak mendengar.

“Tapi biasanya, kalau akibat itu ada tanda-tanda terlebih dahulu. Kadang pasiennya tidak menyadari ada beberapa penyakit berkembang di badan terus tiba-tiba dia tidak mendengar.”

Tumor di Daerah Saraf Telinga

Namun, hal yang paling sering menyebabkan masalah telinga adalah tumor di daerah saraf telinga. Biasanya, gejala gangguan telinga akibat tumor lebih bertahap, secara perlahan dan tidak tiba-tiba.

“Kalau yang mendadak bisa karena sumbatan pembuluh darah atau virus. Akibat virus, gejalanya tidak secepat stroke tadi. Kalau akibat stroke, sekarang masih mendengar, satu jam kemudian bisa hilang (kemampuan mendengar). Tapi jarang sekali yang mengalami ini,” kata Setyo.

Pada dasarnya, lanjut Setyo, semua orang punya potensi untuk mengalami stroke. Dari bayi hingga lanjut usia. Namun, risiko terbesar ada pada kelompok usia di atas 60 tahun.

“Pada usia 60 ke atas orang punya kecenderungan angka strokenya meningkat, secara umum di seluruh dunia.”

Risiko ini semakin tinggi jika kelompok usia tersebut memiliki kelainan jantung, kekentalan darah, diabetes, dan hipertensi.

Pelayanan Stroke RI

Dalam kesempatan tersebut, Setyo juga menyinggung soal pelayanan stroke di Indonesia. Ia menilai bahwa Indonesia belum melakukan intervensi yang cukup seperti di negara maju.

“Kita tidak melakukan intervensi yang cukup seperti di negara maju, saya tahu itu sulit sekali tapi kita harus mengusahakan. Nomor satu adalah bagaimana mencegah, paling penting, dimulai dari usia dini. Kalau punya anak-anak kecil, jagalah mereka supaya hingga SMA jangan sampai gemuk, itu nomor satu, mencegah,” katanya.

Pencegahan stroke dapat dimulai dengan mencegah hipertensi, diabetes, dan hiperlipidemia.

“Kalau di masyarakat kita sudah ada pola bagaimana seseorang agar tidak hipertensi, tidak diabetes, tidak hiperlipidemia. Jika tiga itu saja sudah dicegah, maka akan bisa menurunkan angka stroke luar biasa besar (signifikan),” ujar Setyo.

Kemenkes - Jenis Gangguan Pendengaran
Kemenkes - Jenis Gangguan Pendengaran
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya