Gaun Pengantin yang Tak Biasa di Wedding Fair `Unveil`

Di wedding fair bertajuk Unveil, beberapa desainer tampilkan busana pengantin yang tak biasa.

oleh Bio In God Bless diperbarui 08 Jun 2015, 07:05 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2015, 07:05 WIB
Shangri-La - Wedding Fair 2015 2

Liputan6.com, Jakarta Sudah sejak level busana sehari-hari, desainer fesyen dan konsumen `bercakap-cakap` mengenai eksplorasi desain dalam tema derajat normalitas yang bisa diterima oleh situasi umum masyarakat. Pada kepentingan khusus se-spesial pernikahan, percakapan itu bisa menjadi semakin meruncing.

Bride adalah sosok yang menjadi taman permainan imajinasi yang dreamy, baik untuk calon mempelai maupun bagi seorang perancang mode. Tidak fair memang bila secara eksklusif dinyatakan bahwa semua konsumen pasti tak mengerti sisi artisitik seorang desainer.

Bahkan bukan hal mustahil bila selera klien lebih artistik ketimbang cita rasa desainernya. Soal rasa dan selera memang tak pernah absolut. Tapi adalah fakta bahwa terdapat sesuatu yang umum dan disukai masa, ada pula hal yang “subversif” dari keumuman tersebut namun oleh sebagian orang diapresiasi tinggi sebagai sebuah bentuk keindahan. Tentunya yang ingin diutarakan di sini bukan bermaksud untuk mendorong fesyen lepas dari kehidupan sehari-hari.

Ketika seorang menyatakan dirinya mencintai fesyen sebagai bagian dari advance civilization (realita penghormatan dan apresiasi cara berbusana sebagai penanda pemahaman maju suatu masyarakat akan segi-segi kehidupan, seperti ekspresi keindahan, identitas religius, respek gender, pernyataan orientasi seksual, dan lain sebagainya), ia tentu ingin agar fesyen menjadi keseharian kehidupan.


Yang hendak dicegah adalah matinya substansi artistik fesyen oleh karena sikap desainer yang mentah-mentah menyetujui kemauan calon pengantin atau yang tidak mau memperjuangkan aspirasinya sebagai pelaku fesyen.

Ketika seorang perancang bermain aman dengan selalu membuat desain yang sekadar indah dan disukai masyarakat luas, maka ia berkontribusi terhadap penumpulan sensitifitas ragam estetika maupun kemampuan masing-masing orang dalam menghargai ekspresi gaya busana sekitarnya.

“Kenapa harus play save?” Pertanyaan indah itu meluncur pada Jumat 5 Juni 2015 di hotel Shangri-La dari sosok desainer Indonesia lulusan Istituto Marangoni Milan, Italia, Andreas Odang. Sabrina tops berbahan french duchess berbrokat dengan lengan model terompet menjadi karya Odang yang dipadukannya dengan celana panjang.

Headpiece berjuntai kain panjang hingga menyapu lantai menjadi penegas cantik dari busana pengantin unconventional itu. Senada dengan apa yang disampaikan Odang di wedding exhibition bertajuk `Unveil` yang diselenggarakan oleh event organizer Multi Kreasi Enterprise, desainer Rajo Laurel dari Filipina juga menyuguhkan rancangan-rancangan busana pengantin yang tak biasa.



Jas mempelai pria warna putih gading yang bagian bawah kancingnya dipotong hinga memperlihatkan ujung syal yang dililit dileher menjadi pembuka menarik dari karya-karya Rajo berikutnya. Blazer olahan dasar kimono dengan kerahnya yang sedikit tinggi serta berbelahan dada rendah tampak elegan dengan bagian bawahnya yang bersiluet mermaid khas Filipina.

Bentuk mini sheath-dress nan berkilau karya Rajo memiliki efek angelic dengan juluran kain lipit-lipit transparan yang begitu panjang sehingga bagian belakangnya disampirkan ke sanggul pengantin. Wedding dress berpotongan lurus dan clean jadi lebih romantis dengan tambahan cape panjang dan lilitan dipinggang sebagai pemanis.

Bersama dengan high-waisted ball skirt berpadu tight cropped top dengan hiasan flora terkstur timbul yang dikenakalan oleh Jodily Pendre (runner-up Asia's Next Top Model 2), rancangan-rancangan dari desainer yang juga juri Project Runway Philipines itu menyerukan apa yang disebut Rajo sebagai Wedding Dress Deconstruction.


Diutarakan olehnya dalam konferensi pers sebelum acara dimulai, desain fesyen itu layaknya puisi yang harus dibongkar dan dipasang ulang. Selain Rajo Laurel dan Andreas Odang, nama lain yang juga layak disebut khusus dalam pameran pernikahan Multi Kreasi Enterprise yang ke-4 ini adalah Hian Tjen yang menampilkan mermaid tank-dress beraksen jubah.

Apa yang disebut dengan sartorial bride memang tak harus selalu “aneh-aneh”. Strapless wedding gown merah karya Didi Budiardjo dengan styling tudung yang diikat – membawa imajinasi pada sosok little red riding hood yang siap menikah – juga memiliki sentuhan fesyen yang cukup kuat meski desainnya begitu “normal”.

Atau juga dengan karya baju pengantin tradisional Indonesia dari Didiet Maulana yang syahdu dan terasa sentuhan desainernya. Jika memang ingin tampil cantik tradisional barat ala para putri dongeng, Ivory Bridal dengan kemegahan gaunnya yang bergelombang dan bertumpuk bisa jadi salah satu pilihan.


Di atas semuanya, jangan dilupakan juga aspek kenyamanan sebuah bergerak. Anda tentu tidak mau kesal dengan busana pengantin yang membuat kaki sangat sulit melangkah ataupun menjadi lelah karenanya. Tak perlu diingatkan lagi kan tentang persiapan fisik dan psikologis mengenai beautiful journey yang akan Anda arungi bersama pasangan tercinta sehabis resepsi usai?

Terakhir yang perlu diingat soal desainer dan busana pengantin ialah bahwa para desainer – sebagaimana disampaikan oleh Andreas Odang dan Didiet Maulana – ingin mewujudkan impian indah calon pengantin. Anda hanya butuh untuk berdialog mengenai apa yang Anda mau dan memiliki sikap fesyen yang terbuka untuk mau mengeksplorasi desain busana pernikahan Anda.

Sisanya? Serahkan saja pada Shangri-La Hotel Jakarta. Tidakah cantik bila resepsi pernikahan malam hari Anda berhias untaian lampu-lampu di pepohonan pada taman hotel yang mengililingi kolam renangnya? Happy Wedding for every bride-to-be dan groom-to-be. Have a happy ever after marriage. (bio/igw)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya