Liputan6.com, Jakarta - Hujatan terarah pada Lee Joon-seok, kapten Kapal Sewol rute Incheon-Jeju yang tenggelam pada Rabu 16 April 2014. Pria 69 tahun itu dianggap bertanggung jawab atas kelambatan evakuasi, yang membuat 29 orang tewas dan 268 lainnya hilang.
Tak hanya itu, Lee juga terbukti ngacir duluan. Ia tertangkap kamera mengenakan jaket pelampung, saat diselamatkan dari dek atas Sewol. Meninggalkan kapalnya yang terbaring miring di lautan, mengabaikan jerit panik para penumpangnya. Ia kini menjalani penahanan atas tuduhan kelalaian dan pelanggaran UU Pelayaran.
Soal evakuasi yang lambat, Lee berdalih, ia khawatir para penumpang akan "hanyut" jika mereka meninggalkan feri tanpa pengkondisian yang tepat. Namun, belakangan justru terbukti, mereka yang selamat adalah yang sempat terjun ke laut. Sementara mereka yang mematuhi perintah awal kapal -- untuk tetap diam di tempat -- justru menjadi korban.
"Saya mohon maaf pada rakyat Korea Selatan karena menyebabkan gangguan ini. Saya menundukkan kepala dan memohon ampun dari keluarga para korban," kata dia, seperti Liputan6.com kutip dari BBC, Sabtu (19/4/2014).
Lee menambahkan, sebelum kejadian ia sudah memberi instruksi soal rute pada para awak, kemudian pergi sebentar ke kamar tidurnya, dan terjadilah kecelakaan itu.
"Arus laut saat itu sangat kuat, suhu air laut dingin, saya pikir jika orang-orang meninggalkan kapal tanpa penilaian yang tepat, bahkan ketika mereka mengenakan jaket pelampung, mereka akan hanyut dan menghadapi banyak kesulitan," kata dia.
Kapten tersebut menambahkan, kapal penyelamat tak tiba tepat waktu pascakapalnya menyalakan sinyal darurat -- 3 jam setelah berlayar dari Incheon.
Juru mudi pada saat itu, Cho Joon-ki , juga di antara mereka yang ditahan. Dia mengatakan bahwa kapal bereaksi berbeda terhadap perintahnya. "Saya memang bersalah, tapi steering (gigi kapal) berbalik lebih jauh dari yang seharusnya," kata dia.
Apapun penyebab kecelakaan Sewol yang sebagian penumpangnya, 350 orang adalah murid-murid Danwon High School, Ansan yang akan berwisata ke Pulau Jeju -- sikap sang kapten saat kejadian sangat disayangkan. Ia tak menunjukkan jiwa seorang nakhoda yang heroik.
Apa yang dilakukan Lee Joon-seok mengingatkan pada apa yang terjadi pada 13 Januari 2012. Saat itu, kapal pesiar mewah Costa Concordia kandas dan rubuh di perairan Italia. Setidaknya 11 penumpang tewas, 28 hilang.
Kapten Pengecut
Baca Juga
Kapten kapal Costa Concordia, Francesco Schettino juga ngacir dari kapalnya. Ia meninggalkan para penumpang yang panik dan anak buahnya yang kelimpungan tanpa komando. Penumpang memergoki kapten kapal berada di sekoci, menutupi tubuh dan wajahnya dengan selimut, sebelum semua penumpang dievakuasi.
Namun, Schettino membantah keras. Ia ngotot mengatakan bahwa ikut membantu memindahkan penumpang ke sekoci. Tapi, karena kapal miring, ia ikut terjatuh ke kapal penyelamat. "Karena kapal miring pada sudut 60-70 derajat, saya tersandung dan ikut jatuh ke dalam sekoci penyelamat," kata Schettino seperti dilansir CBS News mengutip dari La Republica, 2012 lalu.
Apa yang dilakukan Lee dan Schettino tak seheroik Kapten Titanic, Edward John Smith, yang memilih tenggelam bersama kapalnya, sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Advertisement
Meski belakangan, fakta menyebut, faktor manusia ikut andil dalam kecelakaan Titanic. Kapten kapal, Edward J. Smith dipersalahkan karena memacu kapal pada kecepatan 22 knot. Padahal itu perairan gelap yang dipenuhi es di lepas pantai Newfoundland.
Fakta itu baru terkuak 1985. Saat itu ahli kelautan, Robert Ballard, akhirnya menemukan bangkai Titanic di kedalaman 2,5 mil di bawah laut. Kapal raksasa itu terbelah dua sebelum tenggelam. (Rizki Gunawan)