Liputan6.com, Boulder - Dalam dua hari terakhir, Matahari melepaskan 3 jilatan api (solar flare), yang efeknya bisa menghantam Bumi pada Jumat 13 Juni 2014 atau Friday the 13th.
Namun, jangan buru-buru khawatir, laporan prakiraan cuaca angkasa luar menunjukkan tak ada potensi bahaya yang diakibatkan fenomena tersebut.
Tiga ledakan tersebut diklasifikasikan dalam kelas-X -- jenis suar surya paling intens dengan kekuatan 10 ribu kali lipat dari yang biasa terjadi di permukaan Matahari. Yang paling anyar adalah X1.0 yang memuncak pada pukul 09.06 GMT atau 16.06 WIB, Rabu 11 Juni 2014.
Dua jilatan api matahari lainnya X2.2Â dan X1.5 terjadi Selasa 10 Juni. Ketiga solar flare tersebut meledak di sisi kiri Sang Surya. Demikian pernyataan resmi Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), seperti Liputan6.com kutip dari situs sains LiveScience.com, Kamis (12/6/2014).
Solar flare adalah semburan kuat radiasi yang dilepaskan dari matahari dan menyembur ke angkasa luar. Terkadang bisa memproduksi gelombang plasma dan partikel bermuatan, yang disebut coronal mass ejections (CME). Ketika mengarah langsung ke Bumi, CME bisa memicu badai geomagnetik, melumpuhkan komunikasi dan jaringan listrik di Bumi.
Sejauh ini para ilmuwan belum mengamati CME terkait dengan suar Rabu kemarin. Namun, jilatan api matahari yang terjadi Selasa lalu bisa menghasilkan CME yang bisa menghantam Bumi pada Jumat besok -- Friday the 13th.
Dampak dari 2 solar flare pertama diharapkan hanya sedikit menyentuh Bumi, demikian menurut Spaceweather.com, namun CME yang masih bisa menciptakan badai geomagnetik kutub -- yang terjadi saat partikel matahari berinteraksi dengan medan magnet Bumi.
Badai yang sangat kuat dapat menciptakan arus geomagnetik yang mengganggu jaringan listrik dan mengacaukan kompas magnetik. Badai juga bisa memproduksi aurora, pemandangan indah yang juga dikenal sebagai Cahaya Utara.
Advertisement
Sebuah badai dengan kekuatan luar biasa juga membuat aurora dahsyat yang bahkan bisa terlihat di Texas, AS.
Jilatan api matahari Selasa lalu menyebabkan pemadaman semua komunikasi radio berfrekuensi tinggi di sisi Bumi yang diterangi Matahari selama sekitar satu jam. Pun dengan dampak solar flare kemarin.
Sementara badai geomagnetik yang diperkirakan menghantam Jumat besok, kemungkinan hanya akan menghasilkan badai G1, yang intensitasnya lebih kecil dan tak akan mengganggu sistem komunikasi. Para peramal cuaca juga tak memperkirakan akan terjadi aurora yang luar biasa. Demikian menurut U.S. Space Weather Prediction Center (SWPC), yang berbasis di Boulder, Colorado, AS.
Namun, seperti diungkap Spaceweather.com, karena Matahari berputar, ia bisa saja menembakkan jilatan api tambahan yang bisa mengarah langsung ke Bumi.
Solar flare yang kuat dan CME juga berpotensi bahaya untuk para astronot yang berada di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) dan mengganggu satelit yang mengorbit di sekitar Bumi.
Aktivitas Matahari = Petir
Sebelumnya sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Research Letters mengungkap kaitan aktivitas matahari dengan petir.
llmuwan menemukan, ketika hembusan partikel matahari berkecepatan tinggi memasuki atmosfer bumi, jumlah petir meningkat.
Peneliti utama Dr Chris Scott dari University Reading mengatakan: "Petir merupakan bahaya yang signifikan."
"Ada sekitar 24.000 orang tersambar petir setiap tahun, sehingga memiliki pemahaman atau peringatan mengenai bahaya petir sangatlah berguna."
Ketika matahari berputar, bola api plasma mengeluarkan partikel yang bergerak antara 400-800 km setiap detik (900.000 sampai 1,8 juta mil per jam). Para ilmuwan menemukan, ketika kecepatan dan intensitas angin matahari meningkat, tingkat sambaran petir pun juga meningkat. (Tnt)