Malaysia Ajak Pemimpin Asia Tenggara Cari Solusi Masalah Rohingya

Otoritas Malaysia masih mencari waktu yang cocok untuk mempertemukan para pemimpin Asia Tenggara ini.

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 29 Mei 2015, 15:42 WIB
Diterbitkan 29 Mei 2015, 15:42 WIB
[Bintang] Ashin Wirathu Pembunuh Suku Rohingya Nomor Satu
Penderitaan Suku Rohingya yang Terusir dari Tanah Burma (Via: scmp.com)

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Krisis imigran gelap semakin memuncak di wilayah Asia Tenggara. Melihat kondisi tersebut salah satu negara yang menjadi tujuan para pengungsi, Malaysia mendesak agar ada solusi permanen terkait masalah itu.

Untuk menemukan solusi tersebut, Negeri Jiran berencana mengundang pemimpin Indonesia, Thailand, Myanmar bertemu. Pertemuan itu, rencananya akan membahas secara khusus penyelesaian masalah pengungsi khususnya etnis Rohingya.

"Malaysia siap jadi tuan rumah (pertemuan pembahasan pencari suaka)," sebut salah seorang Pejabat Kementerian Luar Negeri Malaysia, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (29/5/2015).

Meski demikian, pejabat yang namanya dirahasiakan ini belum bisa memastikan kapan tanggal pasti. Karena, Otoritas Malaysia masih mencari waktu yang cocok untuk mempertemukan para pemimpin Asia Tenggara ini.

Sebulan belakangan ini, negara Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand dibanjiri lebih dari 3.000 pengungsi Rohingya. Mayoritas pengungsi berasal dari Myanmar serta sebagian kecil Bangladesh.

Pengungsi Rohingya merupakan salah satu masalah kemanusian yang paling disorot dunia saat ini. Sebab Myanmar tempat penduduk Rohingya tinggal, menolak memberi kewarganegaraan bagi etnis tersebut.

Pada Juni dan Oktober 2012, kerusuhan bernuansa etnis pecah di negara bagian Rakhine, Myanmar. Puluhan ribu warga Rohingya kemudian meninggalkan wilayah mereka. Kekerasan etnis ini menewaskan ratusan orang dan membuat 140 ribu warga minoritas tersebut kehilangan tempat tinggal.

Rohingya tidak diakui kewarganegaraannya oleh pemerintah Myanmar meski telah tinggal beberapa generasi di negara yang dulunya bernama Burma tersebut. Praktis, mereka sulit mendapatkan pekerjaan, sekolah ataupun jaminan kesehatan. (Ger/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya