Liputan6.com, New York - Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengirimkan ribuan pasukan pemelihara perdamaian atau UN peacekeeper ke sejumlah negara di dunia. Tujuannya, untuk menolong negara yang sedang tercabik konflik seperti di Yugoslavia, Lebanon, Liberia, dan Haiti.
Namun, laporan terbaru yang dikeluarkan PBB menguak sisi kelam korps 'topi baja biru'. Sejumlah oknum pasukan perdamaian PBB dilaporkan melakukan barter barang untuk layanan seksual.
Dokumen yang dikeluarkan kantor pengawasan internal atau UN Office of Internal Oversight Services (OIOS) mengungkapkan, pihaknya menemukan ratusan perempuan di Haiti dan Liberia, yang terdesak kelaparan dan kemiskinan -- menjual dirinya pada pasukan PBB yang ditugaskan ke sana.
Mereka dibayar dengan uang perhiasan, ponsel, pakaian, parfum, dan barang lainnya. Laporan tersebut mengungkap ada 480 kasus eksploitasi dan kekerasan seksual selama tahun 2008-2013. Yang terbanyak dilaporkan ada di Republik Demokratik Kongo, Liberia, Haiti, dan Sudan Selatan.
Sepertiga dari tuduhan tersebut bahkan melibatkan anak-anak di bawah umur. Misalnya, jaksa di Paris saat ini sedang menyelidiki dugaan tentara Prancis memiliki hubungan seksual dengan anak-anak kelaparan di Republik Afrika Tengah.
Draf laporan PBB menyebutkan, ratusan perempuan yang disurvei di Haiti dan Liberia mengaku terdesak kelaparan, kemiskinan, dan keinginan untuk memperbaiki hidup menjual dirinya ke anggota pasukan perdamaian PBB.
"Bukti dari 2 misi penjaga perdamaian di 2 negara menunjukkan bahwa transaksi seksual adalah hal biasa namun tak dilaporkan dalam misi pemelihara perdamaian," demikian dikabarkan Reuters, seperti Liputan6.com kutip dari BBC, Kamis (11/6/2015).
Laporan bertanggal 15 Mei 2015 juga menyebut, 231 perempuan Haiti yang diwawancarai tahun lalu mengaku, mereka melakukan "transaksi seks" dengan pasukan penjaga perdamaian.
"Dalam kasus pembayaran tak dilakukan, sejumlah perempuan menahan lencana pasukan penjaga perdamaian dan mengancam akan mengungkap hubungan terlarang mereka di media sosial".
Sementara, ada 51 kasus yang dilaporkan terjadi pada 2014.
Padahal, pada 2003 PBB telah melarang transaksi seksual oleh pasukan penjaga perdamaian. Salah satu alasannya adalah, tindakan itu bisa mengurangi kredibilitas lembaga internasional tersebut.
Draf laporan juga memuat respons dari UN Departments of Peacekeeping Operations and Field Support -- yang bertanggung jawab mengerahkan pasukan perdamaian. Mereka menyesalkan OIOS tak mengevaluasi upaya pencegahan yang telah dilakukan pihaknya.
Meski demikian, mereka tak membantah laporan kasus tersebut, namun menekankan, kenaikan penyebaran pasukan penjaga perdamaian selama 10 tahun terakhir berpengaruh signifikan pada penurunan kasus eksploitasi dan pelecehan seksual di negara-negara yang dilanda konflik.
"Gambaran itu juga mendukung analisis ... bahwa upaya penguatan (pasukan perdamaian) berdampak positif," kata mereka.
PBB saat ini mengerahkan 125.000 tentara, polisi, dan petugas sipil ke 16 operasi perdamaian di seluruh dunia. (Ein/Tnt)
Â
Â
Â