Berkat Tari Burlesque, Becky Sembuh dari Depresi Kronis

Becky yang mengidap depresi kronis karena kesendirian dan penolakan, menemukan diri dalam tari burlesque yang diangap vulgar. Mengapa?

oleh Indy Keningar diperbarui 17 Sep 2015, 17:29 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2015, 17:29 WIB
Berkat Tari 'Vulgar' Burlesque, Becky Sembuh dari Depresi Kronis
Becky yang mengidap depresi kronis karena kesendirian dan penolakan, menemukan diri dalam tari burlesque yang diangap vulgar. Mengapa?

Liputan6.com, London - Tahun lalu, Becky Bennett yang bekerja sebagai manajer properti dilarikan ke rumah sakit. Ia pingsan saat tengah bekerja. Namun, hari ini Becky menikmati hidupnya sebagai penari burlesque.

Becky yang berasal dari Hitchin, Hertfordshire, didiagnosa mengidap penyakit Myalgic Encephalomyelitis atau disingkat ME. Yakni rasa lelah luar biasa yang berpengaruh pada kondisi fisik, seperti sakit otot tubuh dan persendian, kesulitan tidur, dan gangguan lambung atau sindrom lelah kronis.

Penyakit ini juga membuat pengidapnya mengalami kesulitan menjalankan tugas sehari-hari. Seperti Becky yang bahkan pada saat itu tidak memiliki energi untuk sekedar bangun dari tempat tidur dan membuat minuman.

Kondisi ini diakibatkan oleh tekanan dari masa lalu Becky. Sejak usia 2 tahun, Becky sudah menjadi yatim-piatu. Walau kemudian ia diadopsi oleh keluarga yang sangat menyayanginya, bukan berarti semua orang memperlakukannya dengan baik. Semasa sekolah, ia sulit bergaul, dikucilkan dan menjadi korban penindasan atau bullying.

"Saya dijuluki Ski Slope -tanjakan ski, karena kulit pucat dan bentuk hidung saya," ungkap Becky pada Huffington Post. "Kehilangan kedua orangtua saat usia dua tahun, saya sangat sensitif dan mudah menangis. Ini membuat saya jadi target penindasan murid lain."

Becky yang kesepian pun mencoba mencari pelarian, dan beralih ke tari balet.

"Saya suka balet. Saya handal, dan serius menekuninya. Saya punya mimpi menjadi penari profesional suatu hari nanti."

Namun tidak semuanya berjalan mulus. Saat lamaran sekolah tari-nya ditolak, kepercayaan dirinya hancur.

"Ketika saya berusia 16 tahun, saya melamar ke sekolah balet. Namun, akibat di-bully selama bertahun-tahun, saya menjadi tidak percaya diri," kenangnya.

"Ini berpengaruh pada penampilan saya, mengakibatkan saya tidak lolos. Saya merasa ditolak, meninggalkan saya megalami depresi dan berhenti menari."

Selama bertahun-tahun, Becky gantung sepatu. Baru pada tahun 2012, seorang teman mengajaknya untuk mengikuti kelas tari burlesque.

Tari burlesque merupakan seni tari dengan tema glamor, dengan para penarinya berbusana minim. Beberapa bahkan melepas baju di tengah gerakan. Walau begitu, burlesque bukan untuk tujuan seksual, dan lebih fokus pada kesenangan dan 'kejutan' di setiap penampilan.

Ia mencoba tari 'vulgar' itu dan dengan seketika ia menemukan hobi baru.

"Ini pertama kalinya saya menari setelah bertahun-tahun. Namun saya langsung dapat menikmatinya. Guru saya mengatakan saya memiliki bakat. Saya pun mengikuti kursus dan mulai tampil di sejumlah bar kecil.

"Nama panggung saya 'Briar Rouge' dan saya menari 'fan dance' (tarian dengan kipas raksasa). Saya menari dua sampai tiga kali pada akhir pekan dalam sebulan. Saya suka dengan sisi glamor tarian, riasan, dan cara seorang wanita menemukan kuasa dan kepercayaan diri melalui gerakan. Sungguh menyenangkan."

Sayangnya, pada tahun lalu, Becky ambruk di tengah pementasannya karena tekanan stres yang terbentuk selama bertahun-tahun akibat bullying, rasa kesepian dan penolakan yang diterimanya. Saat itulah ia didiagnosis dengan ME.

"Penyakit ini dipicu oleh stres dan depresi saya selama bertahun-tahun. Walau ditahan-tahan, tekanan itu tetap ada, dan akhirnya, memuncak."

Selama satu tahun, Becky tidak memiliki energi untuk melakukan apapun. Ia harus dirawat di rumah sakit selama sebulan dan berhenti bekerja.

"Saya terkurung di rumah, terisolasi dengan teman-teman saya. Saya rindu menari, dan bertanya-tanya apakah saya bisa melakukannya lagi.

Suatu sari, saat menonton video orang menari, ia sudah hidup dalam keputusasaan untuk waktu yang terlalu lama.

"Saya iri dengan orang-orang yang bisa menari. Saya sempat ragu, namun saya memberanikan diri dan menampilkan Briar Rouge kembali ke panggung."

Kembali menari, Becky perlahan-lahan bisa sembuh dari penyakit kronis yang diidapnya. (foto: Facebook/Briar Rouge)

Becky membeli sepasang kipas properti tari dan menari di bar saat malam bertemakan kabaret. Mengingat perasaannya saat kembali ke panggung, Bennett menuturkan:

"Gugup sekali, namun menggembirakan. Saya tidak sesehat dulu, namun, saya merasa bebas bisa tampil di panggung lagi. Saya merasa hidup kembali."

Becky belum lama ini dinyatakan pulih sepenuhnya sekarang ini, pun begitu kondisi ME-nya sudah jauh membaik. Saat kambuh pun, hanya berlangsung selama beberapa hari.

Kecintaannya terhadap dunia Burlesque mengantarkannya membuat rencana besar untuk masa depan. Ia masuk dalam agensi model alternatif 'Ugly' dari London, dan berharap bisa tampil di iklan dan majalah. Dalam kesehariannya Becky bekerja sebagai resepsionis, satu pekerjaan yang dianggapnya tidak terlalu banyak tekanan dibanding pekerjaan lamanya.

"Saya mencoba hal-hal menarik sekarang, dengan cara yang aneh. Saya berhutang budi kepada anak-anak yang mem-bully saya. Merekalah yang menjadi awal saya menelusuri pelarian saya, dan saya menemukannya dalam tari burlesque."

Tari Burlesque dan menemukan kepercayaan diri

Tari Burlesque dan menemukan kepercayaan diri

Burlesque sekilas terkesan sebagai sesuatu yang vulgar atau porno, mengingat para penarinya mengenakan pakaian minim di panggung.

Tari burlesque mulai dikenal pada awal abad ke-20. Merupakan satu bagian dari kabaret -pertunjukan humor yang murni untuk hiburan. Namun tari burlesque perlahan-lahan berdiri dengan genrenya sendiri, dan menjadi sarana bagi kaum wanita dalam menemukan kebebasan diri.

Kita hidup dalam budaya dimana tubuh wanita menjadi komoditas. Wanita selalu dituntut untuk memiliki fisik sempurna, dan di saat yang bersamaan tubuh mereka kerap dilihat sebagai objek semata, melalui lumrahnya iklan dan media yang menunjukkan kaum wanita tampil dalam busana minim. Tanpa alasan lain selain kesenangan mata pria.

Tari burlesque menjadi salah satu tempat seorang wanita pergi tanpa penilaian terhadap tubuh mereka sendiri. Pakaian minim yang dikenakan penari bukanlah bertujuan mempertontonkan tubuh kepada laki-laki. Namun lebih kepada alasan menerima tubuh apa adanya-- sekaligus mengajak kaum wanita untuk menunjukkan tubuh tanpa rasa malu dan benci kepada 'ketidaksempurnaan', tanpa tujuan yang seksual.

Inilah mengapa, tubuh yang dianggap 'indah'-- langsing dan mulus umumnya tidak menjadi persyaratan untuk penari burlesque, kontras dengan tari lainnya seperti balet atau modern dance.

Tak hanya Becky yang menemukan kepercayaan diri melalui burlesque. Penulis di Huffington Post, Britchick Paris mengaku tari burlesque membantunya menemukan kembali kesenangan hidup, dan mencari teman. Sedangkan, Charlene Taylor yang memiliki bobot tubuh 88 kilogram menjadi sorotan karena keterampilannya, dan memiliki pandangan lain tentang menari berkat burlesque. (Ikr/Rcy)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya