Liputan6.com, New York - Anggota satuan penjinak bom Kepolisian New York (NYPD) sedang menyelidiki penyebab ledakan di Central Park pada Minggu, 3 Juli 2016, yang hampir menyebabkan putusnya kaki seorang pria.
Penyelidikan awal menduga, ledakan itu berasal dari kembang api atau bahan peledak yang dibuat secara rumahan. Demikian laporan Wakil Kepala NYPD, John O'Connell dalam konferensi pers pada Minggu siang.
Baca Juga
"Tak ada ancaman spesifik dan masuk akal yang mengarah perayaan 4 Juli di New York," ujar O'Connell.
Advertisement
Menurut O'Connell, orang-orang yang mencoba dan membuat kembang api sekitar 4 Juli merupakan hal tak lazim. Ia menyebut aktivitas itu benar-benar tak disarankan.
Baca Juga
Saksi mata menyebut, suara ledakan mirip seperti letusan meriam dan membuat burung-burung kabur dari pohon. Beberapa orang berasumsi bahwa kembang api itu akan digunakan saat libur akhir pekan.
Meskipun begitu, ledakan tersebut sempat membuat warga New York panik akibat aksi teror yang baru-baru ini terjadi di AS dan beberapa tempat lain di dunia. Demikian seperti dikutip dari CNN, Senin (4/7/2016).
Korban ledakan tersebut merupakan seorang pria berusia 18 tahun yang merupakan wisatawan dari Virginia utara. Ia sedang mengunjungi Central Park bersama dua temannya.
Korban luka dilarikan ke Bellevue Hospital di mana ia menjalani operasi. Baik ia maupun kedua temannya tak diduga sebagai tersangka, demikian menurut O'Connell.
Menurut saksi mata dan disampaikan oleh ketua penjinak bom Letnan Mark Torre, peledak itu merupakan hasil uji coba seorang amatir yang dilakukan saat libur 4 Juli. Ia memperkirakan bahwa peledak tersebut telah berada di taman lebih dari satu hari.
Saksi mata menduga, seseorang telah menyalakan peledak tersebut sebelumnya namun tidak meledak.
"Ini benar-benar bahan peledak. Namun tak ada indikasi bahwa bahan peledak itu sengaja ditaruh di area ini dengan niatan untuk menyelakai seseorang," ujar Torre.
Bahan peledak yang ditemukan di Central Park itu saat ini sedang diuji di laboratorium bom, ujar penegak hukum federal kepada CNN.