Liputan6.com, London - Setelah bergulir selama tujuh tahun, dokumen penyelidikan keterlibatan Inggris dalam perang Irak akhirnya secara resmi dirilis ke publik pada Rabu 6 Juli kemarin. Kelak laporan yang tersusun dari 2,6 juta kata ini dikenal dengan sebutan 'Chilcot Report'.
Dinamakan 'Chilcot' karena investigasi ini dipimpin oleh Sir John Chilcot, seorang mantan pejabat publik. Dalam pernyataannya di Westminster, ia menyebutkan perang Irak adalah sebuah bentuk intervensi yang 'sangat salah' dengan konsekuensi yang masih dapat dirasakan hingga saat ini.
Seperti dilansir BBC, Kamis (7/7/2016), dalam pemaparannya Chilcot menyebut perdana menteri Inggris saat itu, Tony Blair telah melebih-lebihkan keberadaan Saddam Husein sebagai sebuah ancaman. Blair juga telah mengirimkan pasukan yang tidak siap berperang ke Irak dan ia juga tidak memiliki rencana 'yang cukup memadai' untuk menanggung akibat perang itu.
Di hadapan parlemen, Chilcot menegaskan bahwa invasi ke Irak pada 2003 lalu bukanlah 'pilihan terakhir'.
"Tidak ada 'ancaman mendesak' dari Saddam dan kasus intelijen 'tidak dibenarkan'," ujar Chilcot.
Laporan Chilcot sendiri tidak membuat penilaian secara hukum terhadap Blair dan sejumlah menteri yang berkuasa pada saat itu. Namun Chilcot mengatakan, terdapat pedoman politik dan pengambilan keputusan yang keliru atas keterlibatan Inggris dalam Perang Irak.
"Mengirim pasukan kita yang berani ke medan perang tanpa dilengkapi peralatan yang tepat tidak dapat diterima. Dan apapun yang kita pelajari dari konflik ini, kita semua harus berjanji tidak akan pernah mengulanginya lagi," tegas Chilcot.
Terdapat empat hal yang menjadi poin penting dalam 'Chilcot Report'. Pertama, komandan militer Inggris membuat 'penilaian yang terlampau optimis' atas kemampuan mereka yang pada akhirnya menghasilkan 'keputusan yang buruk'.
Kedua, hanya ada 'sedikit waktu' untuk mempersiapkan keberangkatan tiga brigade ke Irak. Risikonya pun 'tidak diidentifikasi atau sepenuhnya diungkapkan' kepada pejabat terkait sehingga pasukan kekurangan peralatan.
Ketiga, kebijakan invasi Irak dibuat atas dasar data intelijen yang cacat. Berbagai penilaian yang melatarbelakangi perang Irak tidak pernah dipertanyakan.
Poin keempat, Blair disebut terlalu berlebihan menganggap dirinya dapat mempengaruhi keputusan Amerika Serikat (AS) di Irak.
Proses penyusunan laporan Chilcot diakui cukup lama. Seperti dilansir Mirror, hal tersebut terjadi karena dokumen investigasi ini membedah labirin besar yang melahirkan sebuah perang di mana 179 pasukan dilaporkan tewas.
Adanya komunikasi sensitif yang melibatkan Tony Blair dan George Bush --saat itu menjabat sebagai Presiden AS-- juga disebut sebagai salah satu alasan lamanya laporan ini dibuka ke publik.
Laporan Chilcot Kecam Keterlibatan Inggris dalam Invasi Irak
Investigasi yang dipimpin oleh Chilcot menyimpulkan bahwa turut campurnya Inggris dalam invasi Irak adalah kebijakan yang keliru.
Diperbarui 07 Jul 2016, 08:09 WIBDiterbitkan 07 Jul 2016, 08:09 WIB
Sir John Chilcot pemimpin investigasi keterlibatan Inggris dalam perang Irak (Independent)... Selengkapnya
Advertisement
Video Pilihan Hari Ini
EnamPlus
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Ironi Pengadil Vonis Lepas Kasus Ekspor CPO, Gadaikan Keadilan Demi Harta Dunia
Kejagung Tetapkan 1 Tersangka Baru Kasus Suap Penanganan Perkara di PN Jakpus
Parkir Liar di Tanah Abang, Warga Jakut Kaget Dimintai Rp60 Ribu
Sekjen Kemenkum Beberkan Proses Seleksi PPPK dan CPNS 2024
Jakarta Buka Lowongan untuk 1.652 PPSU, Lulusan SD Bisa Mendaftar
Kabel Semrawut di Jakarta Bikin Geleng-geleng, Warga: Mengganggu dan Berbahaya
BMKG Catat 4 Gempa Hari Ini Selasa 15 April 2025 Menggetarkan Indonesia
Kadis LH Jadi Tersangka Korupsi, Wali Kota Tangsel: Serahkan kepada Proses Hukum
Kasus Penganiayaan ART, Korban Dibayar Rp2,5 Juta Setelah 4 Bulan Bekerja
Bus Transjakarta Terekam E-TLE, Polda Metro: Bisa Jadi Pelatnya Belum Terdaftar
Polda Metro Jaya Bongkar Peredaran Narkoba, Sita 10,5 Kilogram Ganja
Kadis LH Tangsel Ditetapkan Jadi Tersangka, Diduga Korupsi Rp 75 Miliar