Liputan6.com, Ankara - Dua hari setelah kudeta mengguncang Turki, penangkapan besar-besaran dilakukan. Pemerintahan Recep Tayyip Erdogan, sebagai pihak pemenang, berusaha menguak dalang di balik upaya penggulingan kekuasaan yang gagal itu.
Ribuan tentara telah ditangkap, sementara ratusan anggota badan peradilan dicopot dari jabatannya. Mereka dianggap bertanggung jawab atas kudeta yang menewaskan sekitar 200 orang tersebut.
Sebelumnya, Perdana Menteri Binali Yildirim telah mengucap sumpah, "Mereka yang terlibat akan membayar harga mahal."
Menurut Menteri Kehakiman Turki, Bekir Bozdag, sejauh ini sekitar 6.000 orang telah ditangkap. Jumlah itu diperkirakan akan membengkak.
Mereka yang ditangkap termasuk komandan Pangkalan Incirlik, Jenderal Bekir Ercan Van. Amerika Serikat menggunakan bandara militer itu untuk meluncurkan serangan udara atas ISIS di Irak dan Suriah.
Perintah penahanan juga telah dikeluarkan untuk Ali Yazici, pembantu senior militer Presiden Erdogan, demikian dikabarkan Andalou, seperti dikutip dari CNN, Senin (18/7/2016).
Sebelumnya, 8 tentara Turki ditangkap setelah menerbangkan helikopter ke Alexandroupoli, Yunani, beberapa jam setelah kudeta Turki yang gagal terjadi. Mereka dikenakan perkara memasuki negara tersebut secara ilegal dan akan dihadapkan ke pengadilan Senin ini.
Sementara itu, bentrok terjadi antara pasukan keamanan dengan pendukung kudeta di Pangkalan Udara Konya, yang terletak 200 mil di selatan Ankara. Pihak pemerintah dikabarkan telah mengendalikan situasi di sana.
Memberikan sambutan dalam pemakaman seorang korban kudeta, Presiden Erdogan mengatakan, ia tak mengesampingkan kemungkinan hukuman mati bagi para pelaku yang ingin menggulingkannya.
Saat kerumunan orang meneriakkan, "Kami menuntut hukuman mati," Erdogan mengatakan, "Kita tidak bisa mengabaikan permintaan rakyat dalam demokrasi -- ini adalah hak Anda."
Hak tersebut, kata Erdogan dalam tayangan yang disiarkan langsung di televisi, akan dievaluasi oleh pihak berwenang, sesuai dengan konstitusi.
"Virus ini akan dibersihkan dari seluruh departemen dalam pemerintahan," kata dia.
Upaya kudeta yang terjadi Kamis malam menjadi kejutan bagi Turki. Negara tersebut lebih sering menghadapi ancaman dari luar seperti ISIS maupun separatis Partai Pekerja Kurdistan (PKK).
Erdogan mengimbau demonstran pro-pemerintah untuk terus menggelar demonstrasi. "Aksi itulah yang menghancurkan plot kudeta," kata dia.
"Beberapa minggu ke depan kita harus terus melanjutkan solidaritas, kita harus terus menggelar aksi."
Sejumlah partai politik di Turki bersatu menentang kudeta. Hal itu adalah kondisi yang amat jarang terjadi. Namun belum jelas hingga kapan aksi solidaritas akan tetap langgeng.
Erdogan Versus Gulen
Presiden Erdogan meminta Amerika Serikat untuk mengekstradisi Fethullah Gulen, ulama yang dituding ikut andil dalam upaya kudeta.
Namun, Gulen membantah tuduhan tersebut. "Dua puluh tahun lalu, saya menyatakan dengan jelas dukungan atas demokrasi," kata Gulen. "Posisiku untuk demokrasi jelas. Segala upaya untuk menggulingkan negara adalah pengkhianatan atas persatuan kita."
Gulen yang tinggal di Pennsylvania menolak terlibat dalam kudeta. "Saya sudah 16 tahun pergi dari Turki."
Tudingan atas Gulen memicu kecurigaan peran AS dalam kudeta di Turki -- yang dibantah keras pihak Washington DC.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry mengatakan, pihaknya belum mendapat permintaan resmi dari Turki terkait ekstradisi.
"Kami berpikir, sungguh tak bertanggung jawab menuding keterlibatan AS ketika kami menanti permintaan mereka -- yang pasti akan dipenuhi jika sesuai dengan aturan hukum," kata Kerry pada CNN.