Liputan6.com, Jakarta - Focus grup discussion (FGD) antar lembaga swadaya masyarakat (LSM) tengah digelar. Kali ini untuk membahas penyempurnaan tata kelola penempatan dan perlindungan ABK atau anak buah kapal Indonesia di luar negeri.
Penyelenggaraan tersebut 'berbuah'Â 9 rekomendasi.
Rekomendasi tersebut merupakan hasil diskusi dari 13 LSM yang secara khusus diundang direktorat Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemlu) untuk membahas persoalan tersebut.
Advertisement
LSM tersebut di antaranya adalah, Garda Buruh Migran Indonesia, Kesatuan Pelaut Indonesia, Indonesia Fisheries Workers, SBMI, Indonesia Fisheries Association, Mission to Seafares, SPPI, Serikat Pekerja Indonesia di Luar Negeri, Migran Care dan Migran Institute.
Tak hanya 13 LSM, FGD selama berlangsung dari 31 Juli sampai 2 Agustus 2016, juga dihadiri Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu, Lalu Muhamad Iqbal dan Direktur Persiapan dan Pembekalan Penempatan BNP2TKI, Teguh Hendro Cahyono.
Menurut keterangan resmi Direktorat PWNI Kemlu kepada Liputan6.com, FGD ini ditujukan untuk mendapat masukan dalam bentuk rekomendasi untuk tata kelola perlindungan ABK. Terutama mengenai mekanisme pertanggungjawaban kondisi ABK di atas kapal.
Nantinya, rekomendasi ini akan meluncur langsung ke meja Menteri Luar Negeri (Menlu)Â Retno Marsudi. Diharapkan, rekomendasi itu dapat diterjemahkan menjadi suatu kebijakan.
Berikut 9 rekomendasi tata kelola penempatan dan perlindungan ABK Indonesia di luar negeri:
1. Menciptakan definisi baku yang representatif terkait ABK yang bekerja di kapal penangkap ikan di luar negeri sehingga dapat membuat suatu regulasi yang khusus mengatur ABK kapal penangkap ikan di luar negeri.
2. Menyusun standar kontrak kerja untuk ABK kapal penangkap ikan di luar negeri dan perjanjian kerja bersama yang melibatkan pemangku kepentingan (tripartite).
3. Menyusun standar gaji minimal bagi ABK kapal penangkap ikan di luar negeri guna menghindari penyalahgunaan kontrak kerja dengan melibatkan pemangku kepentingan (tripartite).
4. Mempercepat ratifikasi Konvensi ILO No. 188 dan STCW-F tahun 1995.
5. Membentuk suatu Lembaga/Badan/Dewan Perikanan yang beranggotakan unsur-unsur akademisi, LSM, profesional di bidang perikanan, yang bertujuan untuk melakukan pengawasan dan memberi masukkan kepada Pemerintah terkait dengan isu-isu perikanan dan pekerja sektor perikanan.
6. Menyebarluaskan daftar hitam perusahaan, pemilik perusahaan, pemilik kapal, agen, dan rekruter yang melanggar aturan baik dengan sanksi administratif ataupun dengan sanksi pidana.
7. Memperkuat upaya diplomasi dengan negara penempatan, negara tujuan, negara transit, dan negara bendera kapal terkait dengan instrumen perlindungan terhadap ABK kapal penangkap ikan di luar negeri.
8. Mengharmonisasikan peraturan yang telah dibuat dan menunjukkan komitmen bersama dalam tata kelola mekanisme penempatan dan perlindungan ABK kapal penangkap ikan di luar negeri.
9. Adanya standar kualifikasi perusahaan perekrutan ABK kapal penangkap ikan di luar negeri.
Â