Tanpa Tombol, Begini Cara Presiden AS Meluncurkan Bom Nuklir

Jangan pernah membayangkan peluncur nuklir memiliki tombol, karena yang ada hanyalah sebuah kartu bernama biskuit.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 08 Agu 2016, 08:08 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2016, 08:08 WIB
Ilustrasi tas hitam
Ilustrasi tas hitam (CNN)

Liputan6.com, Washington, DC - Calon presiden Amerika Serikat (AS) asal Partai Demokrat, Hillary Clinton, belum lama ini mengatakan rivalnya dalam pemilu presiden, Donald Trump, tak layak diberi kewenangan untuk meluncurkan senjata nuklir -- hak yang melekat pada kepala negara AS.

"Apakah kita menginginkan jarinya berada di dekat tombol (merujuk pada tombol luncur nuklir)?" tanya Hillary dalam kampanye di San Diego seperti dikutip CNN, Senin (8/8/2016).

Trump telah bereaksi atas pernyataan tersebut. Ia menepis 'serangan' Hillary itu dan mengatakan hanya akan menjadikan senjata nuklir sebagai pilihan terakhir.

Namun jangan pernah membayangkan peluncur nuklir memiliki tombol. Karena yang ada hanyalah sebuah kartu yang kerap dijuluki 'biskuit', dimana terdapat kode peluncuran nuklir di atasnya.

'Biskuit' diletakkan dalam sebuah koper berwarna hitam yang disebut 'sepakbola'. Dibawa oleh seorang ajudan militer, koper itu juga berisi peralatan dan informasi yang dibutuhkan untuk meluncurkan sebuah serangan nuklir.

"Anda harus siap kapan saja dan dalam setiap situasi," ujar Pete Metzger, salah satu dari lima ajudan militer yang bertugas membawa koper peluncur nuklir selama tiga tahun di masa kepemimpinan Presiden Ronald Reagan.

"Tanamkan dalam pikiran Anda, itu harus terjadi dengan cepat, karena waktu pada sebuah rudal sangat cepat," jelas Metzger di mana menurutnya hanya butuh waktu sekitar 5 hingga 6 menit bagi sebuah hulu ledak nuklir untuk menghantam Washington DC atau New York.

Ajudan yang bertugas membawa koper peluncur nuklir harus senantiasa dekat dengan presiden, entah itu selama berada di Gedung Putih, konvoi, pesawat Air Force One atau bahkan dalam lawatan ke luar negeri. Mereka juga harus selalu naik di lift yang sama, menginap di lantai yang sama, dan dilindungi oleh Secret Service yang sama dengan orang nomor satu di Negeri Paman Sam itu.

Jika presiden berada dalam kondisi tertentu yang membuatnya tak mampu melakukan 'tugas' tersebut, maka wakil presiden akan mengambil alih. Dalam hal ini, wapres juga memiliki 'sepakbola' sendiri.

Koper peluncur nuklir itu juga memiliki julukan lain yakni, The Presidential Emergency Satchel dan The Button. Menurut mantan Direktur Urusan Militer Gedung Putih, Bill Gulley, dalam bukunya yang berjudul 'Breaking Cover', normalnya terdapat empat 'hal' dalam koper itu.

Empat 'hal' itu antara lain sebuah buku hitam yang menjadi 'menu' pilihan serangan, daftar bungker aman yang dapat digunakan presiden untuk berlindung, instruksi untuk menggunakan Sistem Siaran Darurat, dan sebuah kartu berukuran 3 hingga 5 inci dengan kode autentikasi bagi presiden untuk mengonfirmasi identitasnya.

"Ini berisi peralatan dan kertas-kertas pengambilan keputusan yang akan dibutuhkan presiden untuk membuat keputusan yang sangat cepat serta menyampaikan instruksi kepada Pusat Komando Militer Nasional agar memulai serangan," ungkap Metzger.

Sebelum terpilih sebagai ajudan militer pembawa 'The Button', Metzger mengatakan ia menjalani serangkaian pemeriksaan ekstensif baik oleh Kementerian Pertahanan, Secret Service dan FBI. Tak hanya itu, kejiwaan dan psikologinya juga dievaluasi.

"Juga dilakukan pemeriksaan latar belakang yang sangat, sangat luas," kata dia.

Namun menurut kritikus, hal serupa tidak dialami seorang presiden. Di sisi lain petugas militer yang membawa koper hitam berisi peluncur nuklir itu bekerja secara berpasangan, di mana keduanya harus sependapat sebelum serangan nuklir diluncurkan.

"Presiden memiliki otoritas tertinggi untuk memutuskan apakah AS akan menggunakan senjata nuklir atau tidak," ungkap Direktur Perlucutan dan Kebijakan Pengurangan Ancaman di Arms Control Association, Kingston Reif.

Reif mengatakan presiden hanya dapat dihentikan oleh pemberontakan. Jika itu terjadi maka lebih harus ada lebih dari satu orang yang mematuhi perintah presiden.

Pria itu menambahkan, otoritas tertinggi yang dimiliki presiden AS menjadikan kekuasaannya sangat besar, di mana ini belum pernah terjadi sebelumnya. Itu dikarenakan Negeri Paman Sam saat ini memiliki 900 hulu ledak nuklir yang 10 hingga 20 kali lebih kuat dibanding yang pernah menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki.

Mengerikannya lagi, ke-900 hulu ledak nuklir itu dapat digunakan kapan saja.

Meski demikian, Metzger mengatakan berdasarkan pengalamannya, presiden mengambil tanggung jawab sangat serius sebagaimana yang dilakukan oleh lima ajudan militer yang mengawal 'sepakbola'.

"Hasil keputusan presiden nantinya akan terlihat aneh sekaligus mengerikan, akan mengubah wajah bumi, mengubah kemanusiaan, dan umat manusia itu sendiri," tutur dia.

"Menurut saya ketika Anda bertugas, Anda berusaha tidak memikirkannya. Namun Anda dalam siaga penuh untuk melakukannya jika diharuskan," imbuhnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya