Liputan6.com, Jakarta - Pada Masa Keemasan Bajak Laut, kira-kira antara 1650 hingga 1730, para bajak laut menyergap dan merampok kapal-kapal di seantero Karibia.
Kita mengingat mereka sebagai pria-pria yang bengis, mencuri dan menebar kekacauan kepada kehidupan warga Eropa Tapi, dari sudut pandang lain, para bajak laut sungguh-sungguh berbeda.
Saat itu, Dunia Baru dipenuhi para budak belian, dan kapal-kapal bajak laut kerap menyerang kapal-kapal pengangkut budak.
Advertisement
Baca Juga
Bagi warga Afrika yang ada dalam kapal-kapal perdagangan itu, para bajak laut bukan sekedar gerombolan kriminal, tapi malah sebagai pembebas dan membawa kehidupan baru yang lebih baik.
Dikutip dari List Verse pada Sabtu (22/10/2016), berikut ini adalah 10 fakta tak terduga tentang bajak laut dan para budak belian dari Afrika pada abad 17 dan 18:
1. Bajak Laut Pertama adalah Para Budak Pelarian
Ketika kita bicara soal bajak laut di Karibia, biasanya terbayang seorang kulit putih, misalnya Blackbeard atau Samuel Bellamy. Mereka adalah para bajak laut kulit putih yang menjarah sesama kulit putih.
Namun demikian, para bajak laut pertama yang tercatat dalam sejarah justru berkulit gelap, misalnya seperti yang tertera dalam catatan pelaut Prancis yang bertemu dengan dua pria di pantai Hispaniola.
Dua pria itu adalah "mulatto dan negro" dan mereka mengaku kepada pelaut itu sebagai penggasak ternak.
Kehidupan para pelaut memang keras, dan mereka mencoba mengajak pelaut Prancis dan anak buahnya agar ikut menjadi bajak laut.
Ternyata berhasil. Ketika pelaut Prancis itu kembali ke kapalnya, sebanyak 6 orang awaknya yang berkulit putih telah hengkang dan bergabung dengan dua bajak laut berkulit hitam.
2. Para Bajak Laut Mengincar Kapal Pembawa Budak
Bajak laut tidak menyerang sembarang kapal yang mereka lihat, karena harus memastikan mendapat untung. Jadi, harus membidik kapal yang sepadan dengan upayanya.
Kapal laut yang paling diincar adalah kapal pembawa budak. Bukan karena prihatin dengan hak-hak warga Afrika, tapi para bajak laut menginginkan kapalnya.
Kapal pengangkut budak sangat berguna bagi para awak bajak laut, karena berukuran besar dan cepat. Kapal bajak laut yang paling terkenal adalah kapal pengangkut budak yang dirampas.
Kapal-kapal Queen Anne's Revenge milik Blackbeard dan Whydah milik Samuel Bellamy tadinya adalah kapal pengangkut budak, yang diubah menjadi kapal bajak laut yang disegani.
3. Pembebasan Para Budak
Ketika bajak laut merampas kapal pengangkut budak, mereka mendapatkan awak-awak baru. Para bajak laut turun ke dek bawah, membebaskan para budak dan membujuk mereka bergabung.
Tapi tidak selalu demikian. Ada beberapa yang mengalihkan para budak menjadi budak mereka sendiri, atau lebih parah lagi. Sebagai contoh, Black Bart membakar hidup-hidup 80 budak dalam sebuah kapal.
Tapi, kekejiannya bukanlah yang lazim. Kebanyakan bajak laut menghindari membunuh orang lain sebisa mungkin dan sulit serta berbahaya bagi seorang kriminal menjual kepada pedagang budak. Jadi, warga Afrika itu biasanya diajak bergabung.
Para budak pelarian juga ada yang menjadi bajak laut. Di masa-masa awal perbudakan, banyak budak meloloskan diri. Beberapa bergabung membentuk komunitas budak pelarian yang bersembunyi di pegunungan. Sebagian lagi menemui para perompak dan ikut bertualang di laut.
4. Hampir Semua Kapal Bajak Laut Memiliki Awak Kulit Hitam
Catatan-catatan yang ada tentang para awak perompak menunjukkan bahwa hampir semua kapal memiliki beberapa orang bajak laut berkulit hitam sebagai awaknya.
Dalam banyak kasus, para bajak laut berkulit hitam hanya beberapa orang, tapi keberadaannya terasa. Faktanya, diperkirakan 25 hingga 30 persen bajak laut berkulit hitam.
Dalam beberapa kapal, angkanya jauh lebih tinggi. Banyak kapal yang memiliki awak yang mayoritas berkulit hitam, termasuk beberapa bajak laut yang paling terkenal.
Blackbeard, misalnya, memiliki 60 awak berkulit hitam di antara 100 awak keseluruhan. Beberapa awak hampir seluruhnya berkulit hitam. Suatu catatan menjelaskan ada suatu kapal bajak laut dengan 50 awak. Hanya 1 orang yang berkulit putih.
5. Bajak Laut Memberikan Hak Pilih Berabad Lalu
Para kapten bajak laut bukanlah diktator. Satu-satunya saat mereka memiliki komando sepenuhnya adalah ketika sedang melakukan penyergapan. Selain itu, suasananya demokratis dan masing-masing orang berhak menyuarakan pendapat.
Para kapten dipilih dan setiap awak diberi hak suara. Mereka juga menuliskan tata aturan ketat tentang cara hidup bersama dan hukuman bagi yang melanggar.
Dengan demikian, pada abad 17, warga Afrika Amerika melakukan pemungutan suara untuk memilih pemimpin, tapi hanya di atas kapal-kapal bajak laut.
6. Kepercayaan Blackbeard Adalah Seorang Kepala Suku Afrika
Beberapa bajak laut kulit hitam naik pangkat dan memimpin para awak berkulit putih. Salah satu yang paling legendaris adalah Black Caesar, bajak laut terkenal yang kemudian menjadi awak bagi Blackbeard.
Black Caesar adalah seorang kepala suku di Afrika yang tertipu dan terbujuk masuk dalam kapal budak. Kebetulan, kapal budak itu diterpa badai. Hanya Black Caesar dan seorang awak berkulit putih yang selamat.
Ketika terombang-ambing, mereka berniat menjebak kapal-kapal yang lewat, merompak, dan mengambil alih. Tidak lama, Black Caesar memimpin para awaknya sendiri.
Kemudian ia bergabung dengan Blackbeard dengan kedudukan tinggi. Ia menjadi orang kepercayaan, dan salah satu orang terpenting di kapal. Ia memerintah atas beberapa orang awak kulit putih dan Blackbeard mempercayakan jiwa kepadanya.
7. Bajak Laut Hitam Boleh Memaki Warga Kulit Putih
Rasisme terselubung yang merasuk dalam budaya Eropa pada abad 17 seakan tidak berlaku pada kapal-kapal bajak laut. Para awak berkulit hitam tidak wajib bersopan-sopan kepada para awak berkulit putih. Mereka bisa sekasar yang mereka mau.
Seorang pelaut berkulit putih melaporkan bahwa setelah kapalnya dibajak oleh Stede Bonnet, awak kapalnya dipaksa bergabung menjadi perompak. Ketika menolak, seorang bajak laut berkulit hitam mulai memaki-makinya.
Ia mengatakan kepada pelaut berkulit putih itu bahwa ia harus dipaksa ikut perbudakan. Pria berkulit hitam itu mengakhiri makiannya, "Kamu harus dipakai selayaknya seorang negro!"
Stede Bonnet berpihak kepada awaknya yang berkulit hitam. Ia mendengan perselisihan itu, datang mendekat, dan ikut memaki pelaut berkulit putih tersebut.
Ia kemudian menjadikan pelaut kulit putih itu sebagai budak bagi awaknya yang berkulit hitam.
8. Senandung Laut Bermula Sebagai Lagu Kaum Budak
Semua senandung laut (sea shanty) yang kita kait-kaitkan dengan bajak laut sebenarnya terkait dengan suatu hal lain, yaitu para budak kulit hitam.
Menurut suatu teori, senandung laut tidak akan pernah ada tanpa pengaruh musik Afrika. Beberapa cendekiawan menduga bagian-bagian senandung laut dipinjam dari lagu-lagu Afrika.
Bukan hanya bunyi yang mirip, tapi beberapa senandung laut sebenarnya menggunakan bahasa pergaulan para budak awal Afrika, sehingga diduga ditulis oleh warga Afrika atau disesuaikan dari musik mereka.
Para awak multirasial di kapal, menurut para cendekiawan, menciptakan senandung laut melalui kerjasama. Kaum Afrika bernyanyi ketika mereka bekerja, para awak kulit putih mendengarnya dan mulai menyerapnya menjadi lagu-lagu mereka sendiri.
9. Bajak Laut Dijual Lagi Sebagai Budak
Ketika seorang budak Afrika berhasil menjadi awak bajak laut, lebih baik tetap demikian. Bajak laut memberikan mereka kebebasan dan kesetaraan. Kalau mereka sampai terpisah dari rekan-rekannya sesama bajak laut, ia bisa kehilangan kebebasannya.
Seorang bajak laut di bawah Samuel Bellamy adalah seorang Miskito berkulit hitam bernama John Julian. Di kapal Bellamy, ia adalah juru mudi dan salah satu yang paling penting dan dihormati di kapal.
Ketika kapal mereka kandas, semua berubah. Julian tertangkap dan dijual sebagai budak, tapi kemudian melayani John Quincy, kakek dari presiden Amerika Serikat, John Quincy Adams.
Julian berhasil kabur dan bahkan membunuh pemburu bayaran yang mencoba menangkapnya. Pada akhirnya, ia tidak melarikan diri. Ia ditangkap dan dihukum mati karena menolak menjadi budak.
10. Bajak Laut Meredup, Perbudakan Berkembang
Menjadi bajak laut sebenarnya membuat perbedaan. Perekonomian perdagangan budak dilumpuhkan oleh sergapan-sergapan bajak laut.
Berlayar dengan kapal budak menuju Dunia Baru menjadi sangat berbahaya dan mahal karena para bajak laut sangat menyusahkan para pedagang budak.
Menurut Marcus Rediker, perbudakan di Dunia Baru (benua Amerika) tidak bisa berhasil hingga akhirnya para bajak laut sirna. Menurut sejumlah pihak, Masa Keemasan Bajak Laut berkhir ketika Black Bart meninggal.
Dalam kurun waktu 10 tahun, perdagangan budak berkembang pesat dan Inggris memiliki budak jauh lebih banyak daripada yang lainnya di dunia Barat.
Sergapan-sergapan terhadap para pedagang budak dan kapal-kapal mereka menjadi suatu alasan yang menekan perdagangan budak. Ketika para bajak laut berkurang, perbudakan bertambah subur.