Liputan6.com, Mosul - Kelompok militan ISIS pada April 2016 telah mengeksekusi 250 perempuan di wilayah Irak utara yang menolak menjadi budak nafsu para militan.
Eksekusi tersebut menyusul serangkaian pembunuhan lainnya yang terjadi pada bulan Agustus 2015, di mana 19 perempuan dari Mosul dibantai karena menolak untuk berhubungan badan dengan para militan ISIS.
Selain itu, jumlah penculikan dan penganiayaan terhadap perempuan dari etnis Yazidi telah mencapai 500 orang pada bulan Agustus 2014.
Advertisement
Dan pada bulan Oktober 2014, lebih dari 500 perempuan dan perempuan Yazidi telah diculik ketika para teroris menyerbu wilayah Sinjar di bagian utara Irak.
Baca Juga
Seperti dilansir oleh India Today, eksekusi mati yang terjadi pada April 2016 dikabarkan dilakukan di Mosul. Sejak menguasai kota itu, ISIS telah melakukan 'seleksi' terhadap para perempuan di sana. Mereka yang terpilih diwajibkan melakukan 'kawin kontrak' alis menikah sementara.
Menurut juru bicara Partai Demokrasi Kurdi, Sain Mamuzini, mereka yang menolak ajakan kelompok biadab itu diancam bakal dieksekusi mati.
"Hingga sekarang ini, sedikitnya 250 perempuan telah dieksekusi oleh ISIS karena menolak praktik pemaksaan seksual atas nama 'jihad'. Terkadang keluarga para perempuan juga ikut dibunuh karena menolak ajakan mereka," ungkap Mamuzini kepada media AhlulBayt.
Sementara itu, petinggi dari Patriotic Union of Kurdistan (PUK), Ghayas Surchi mengatakan, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) telah dilakukan secara meluas di semua wilayah kekuasaan ISIS, khususnya kepada kaum hawa yang mereka anggap sebagai barang, bukan manusia.
Surchi mengatakan, para perempuan di Mosul tidak diperbolehkan keluar sendirian, dan tidak boleh memilih siapa yang akan menjadi suami mereka.
Beberapa pekan lalu beredar foto-foto 'penjara' yang diduga digunakan militan ISIS untuk menyekap perempuan dan menjadikan mereka sebagai budak seks. Menurut sebuah laporan, di sana juga ditemukan alat penyiksaan paling kejam.
'Penjara' Budak Seks ISIS
Bantal-bantal busuk dan koyak terhampar di lantai yang hitam, kotor, dan keras. Temboknya yang seharusnya berwarna putih penuh dengan coret-coretan, mengelupas di sana sini, dan lembab.
Tempat itu diduga menjadi lokasi menyekap perempuan dan menjadikannya sebagai budak seks para militan ISIS. 'Penjara' itu ditemukan oleh pasukan pemberontak Suriah saat berhasil merebut Kota Manbij dari cengkeraman ISIS bulan Agustus 2016 lalu.
Tentara dari Manbij Military Council yang merupakan bagian dari koalisi AS dan militan Kurdi (SDF) mengatakan, mereka menemukan 10 jenis penjara semacam itu. Sebuah rekaman pun menguak keadaan memilukan yang ada di tempat itu.
Sebuah mangkuk plastik berisi air yang sudah kotor ditemukan di lantai. Di sudut lainnya, terlihat sisir rambut perempuan.
Kasur tipis, lembab, dan berjamur ditutup oleh seprei kotor ditemukan di pojok ruangan.
Dalam ruangan itu ditemukan narkoba, alat kontrasepsi, obat pembangkit seks yang digunakan oleh para gerombolan ISIS berserakan di lantai.
"Kami menemukan penjara ISIS untuk perempuan budak seks, ada ruangan untuk banyak orang dan ada ruangan untuk tahanan yang dipisah dari kelompoknya," kata salah satu tentara pemberontak Suriah, Ibrahim Al-Mohammed, kepada Arab24 seperti dilansir Daily Mail.
"Kami juga bahkan menemukan alat penyiksaan yang paling kejam di penjara itu... Semoga Tuhan mengutuk mereka," katanya.
Sebuah pengakuan dari seorang perempuan yang pernah dijadikan budak seks oleh ISIS, Nadia Murad Basee Taha, membuat dunia terkejut. Kisah itu berawal ketika ia berserta 150 keluarga Yazidi masuk ke dalam sebuah gedung di Mosul.
Saat itu, seorang pria meminta Nadia untuk jadi istrinya. Namun, ia menolaknya.
"Aku menolak. Lalu ia memintaku untuk menikahinya. Malam itu, ia memukuliku. Ia meminta aku membuka bajuku. Lalu, ia memasukkanku ke dalam sebuah kamar dengan banyak penjaga. Di sana, satu persatu mereka memperkosaku, hingga aku pingsan," kata Nadia di depan sidang Dewan Keamanan PBB.
Etnis Yazidi adalah salah satu kelompok minoritas yang diincar untuk dihabisi hingga keturunannya. Perempuannya dijadikan budak seks untuk kemudian dibunuh.
Sebuah upaya pembebasan perempuan Yazidi pun dilakukan melalui transaksi jual beli budak. Melihat peluang itu, Abdullah Shrem berniat "membeli" gadis-gadis itu untuk membebaskan mereka.
Sejauh ini, kelompok yang dikomando oleh Shrem berhasil menyelamatkan 240 perempuan Yazidi. Salah satu korban yang berhasil diselamatkannya adalah Dileen.
"Mereka memisahkan gadis-gadis cantik dan membuat kami melepas tutup kepala kami untuk melihat mana yang paling cantik," kata Dileen ketika dirinya dibawa ke Mosul.
Dileen dipaksa menjadi budak seks dan putrinya yang baru berusia 7 tahun, Aisha, dipaksa bekerja hingga larut. Gadis kecil itu ditempatkan di sebuah ruang bawah tanah untuk merakit bom.
Meski kini mereka berhasil keluar dari cengkeraman ISIS, namun luka yang dirasakan mungkin tak akan pernah sembuh sepanjang hidup mereka.
Advertisement