Liputan6.com, Abuja - Geger melanda Nigeria jelang penyelenggaraan ajang ratu kecantikan Miss World di ibukota Abuja.
Sejumlah pemimpin agama menentangnya. Salah satu alasan penolakan tersebut karena Nigeria telah menjatuhkan hukuman mati kepada seorang perempuan bernama, Amina Lawal.
Advertisement
Lawal dihukum rajam akibat melahirkan anak di luar nikah. Tanpa alasan yang begitu jelas, kelompok garis keras pun mengkaitkan hukuman mati itu dengan desakan kepada masyarakat Nigeria memboikot kontes ratu kecantikan dunia.
Para penentang menuding, kontes itu mempromosikan pergaulan bebas. Sementara pihak panitia kukuh mengatakan bahwa itu sama sekali bukan niatan mereka.
Situasi kala itu diperparah dengan kemunculan artikel di koran ThisDay, yang secara ngawur menyebut, 'Nabi Muhammad pasti akan menyetujui kontes kecantikan tersebut.'
Maka, rusuh pun pecah di Kota Kaduna pada 23 November 2002. Sekitar 100 orang tewas dan 500 lainnya menderita luka-luka.
Melihat negaranya kacau balau, Presiden Nigeria, Olusegun Obasanjo bersama beberapa pemimpin agama menyerukan agar setiap pihak menahan diri.
Baca Juga
Dalam kesempatan ini, Obasanjo menegaskan, kerusuhan sebenarnya bisa terhindar. Asalkan media tidak terlalu membesar-besarkan masalah ini.
"Ini bisa terjadi kapan saja, di mana jurnalis yang tidak bertanggungjawab telah mencoba menentang agama," ujar Obasanjo seperti dikutip dari BBC History.
Mendengar, seruan sang Presiden, situasi mulai berangsur membaik. Tetapi, kerusakan besar terlanjur terjadi di kota Kaduna. Beberapa bangunan, termasuk salah satunya kantor media massa terbesar di sana, dirusak dan dibakar.
Beberapa masyarakat Nigeria menyebut, kontes kecantikan tak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Menurut mereka, perlombaan harus diboikot karena pelaksanaannya dekat dengan bulan puasa.
Kontes ratu kecantikan dunia rencana digelar 7 Desember 2002 di Abuja. Beberapa peserta juga sudah berada di Nigeria.
Walau kondisi mencekam penyelenggara kontes ratu kecantikan bersikeras untuk terus melanjutkan acara. Setelah berdiskusi panjang, mereka memindahkan tempat acara dari Abuja ke London, Inggris.
Pada tanggal yang sama tahun 2011, unjuk rasa yang dikenal sebagai Arab Spring mulai menelan korban. Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh setuju mengundurkan setelah protes dilancarkan selama 11 hari.
Di samping itu pada 23 November 1962, seorang supir truk yang menjadi orang nomor satu di Venezuela lahir. Ia adalah Presiden Nicolas Maduro.