Liputan6.com, Canberra - Sebuah palung menganga di dasar laut di Laut Banda di Indonesia Timur. Robekan di kerak bumi itu dalamnya sekitar 7,2 kilometer dan luas mencapai 60 ribu kilometer persegi atau sekitar ukuran wilayah Tasmania, Australia.
Para ahli geologi baru-baru ini menemukan bahwa rekahan yang mereka sebut sebagai Banda Detachment itu adalah salah satu patahan terbesar yang ada di Bumi -- yang melalui Ring of Fire atau area di Samudra Pasifik di mana sejumlah besar gempa dan erupsi gunung berapi terjadi.
Advertisement
Baca Juga
Menurut Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) sekitar 90 persen lindu yang terjadi di dunia dan 81 persen gempa terhebat di muka Bumi terjadi di sepanjang Ring of Fire. Pun dengan 75 persen erupsi gunung berapi.
Cincin Api Pasifik tersebut melewati Selandia Baru, bagian atas Benua Australia, sebagian wilayah Indonesia, Jepang, lalu menuju wilayah Pantai Barat Amerika Serikat sebelum berakhir di bagian bawah Amerika Selatan.
Sejumlah kejadian gempa belakangan membuktikan kerentanan Ring of Fire. Pada 22 November 2016, gempa dengan kekuatan 6,9 skala Richter mengguncang Prefektur Fukushima, Jepang yang diikuti tsunami mini.
Sementara, pada Rabu 7 Desember 2016 pukul 05.03 WIB, gempa berkekuatan 6,5 skala Richter menggucang sebagian Aceh. Lebih dari 100 orang meninggal dunia karenanya.
Dan, dunia belum melupakan gempa bawah laut berkekuatan 9,1 skala Richter yang memicu tsunami yang menghantam sejumlah pantai di Samudra Hindia, termasuk Aceh yang menewaskan lebih dari 200 ribu orang.
Namun, gempa paling katastropik yang terjadi di sepanjang Ring of Fire pada Minggu 22 Mei 1960. Kala itu, gempa 9,5 skala Richter mengguncang Chile.
Menurut dosen senior Geoteknik dan Rekayasa Gempa di University of Technology Sydney, Behzad Fetahi, batas lempeng tektonik bertemu di Ring of Fire.
"Mereka bergerak satu sama lain dan saling dorong, itu adalah salah satu area paling aktif," kata dia, seperti dikutip dari News.com.au, Kamis (15/12/2016).
Memprediksi Bencana Masa Depan
Penelitian tentang Banda Detachment dilakukan oleh tim peneliti geologi dari Australian National University dan Royal Holloway University of London.
Tim peneliti mempelajari peta dasar laut di wilayah Laut Banda di Samudra Pasifik sebelum mengekstrapolasi dengan kegiatan lapangan dalam merumuskan hipotesis mereka.
Rekahan di Laut Banda itu diprediksi bisa menyebabkan gempa dan tsunami yang diperkirakan lebih katastropik -- tak hanya karena letaknya di Ring of Fire. Gempa-gempa yang terjadi di sekitar jurang dalam itu bisa membuatnya bergeser (slip), memicu tremor yang lebih ganas di pulau-pulau sekitarnya.
Pergeseran mendadak di jurang laut itu bisa melepaskan energi dalam bentuk gelombang, menyebabkan gempa yang lebih dahsyat.
Selama beberapa dekade, telah muncul berbagai pertanyaan soal bagaimana palung tersebut terbentuk di Laut Banda.
"Palung tersebut telah diketahui keberadaannya selama 90 tahun, namun hingga saat ini tak ada yang bisa menjelaskan mengapa ia begitu dalam," kata ketua tim peneliti dari Australian National University, Jonathan Pownall.
Para peneliti mengidentifikasi bahwa palung dalam Banda Detachment diciptakan oleh subduksi pada masa lalu -- ketika sebuah lempeng tektonik bergerak di bawah lempeng yang lain, dipaksa ke bawah, merangsek melalui kerak bumi ke dalam mantel.
Dr Pownall berharap, temuan tersebut akan membantu berbagai pihak untuk menilai potensi bahaya tsunami dan gempa bumi di masa depan.
"Di wilayah berisiko tsunami ekstrem, pengetahuan soal patahan (fault) besar seperti Banda Detachment -- yang berisiko menyebabkan gempa besar saat bergeser -- adalah hal yang fundamental untuk bisa memprediksi bencana tektonik," kata dia.
Laporan Australian National University terkait palung dalam itu mengatakan, belum ada bukti bahwa gempa baru-baru ini terjadi di sekitar Banda Detachment. Namun, para peneliti belum bisa memastikannya.
Advertisement