Liputan6.com, Los Angeles - Pada 4 Februari 1974, Patty Hearst diculik. Pewaris takhta penerbit surat kabar dan media itu baru berusia 19 tahun ketika diculik dari apartemennya di Berkeley, California.
Pelakunya adalah dua pria kulit hitam dan seorang perempuan kulit putih, ketiganya membawa senjata. Kekasih Patty, Stephen Weed dipukuli dan diikat bersama tetangga mereka yang mencoba membantu melepaskan Patty.
Baca Juga
Patty lalu dibawa ke dalam mobil minibus.
Advertisement
Dikutip dari Salon.com, tiga hari kemudian, Symbionese Liberation Army (SLA), sebuah kelompok ekstrem kiri mengumumkan dalam sebuah surat kepada Radio Berkeley.
Mereka menyebut Patty adalah 'tawanan perang'. Empat hari kemudian, SLA menuntut keluarga Hearst memberi US$ 70 tiap hari kepada orang miskin dari Santa Rosa hingga Los Angeles. Itu berarti keluarga tajir AS di pantai barat harus merogoh kocek US$ 2 juta.
Jika itu dilakukan, maka Patty akan dibebaskan.
Sang ayah, Randolph Hearst, enggan memberikan uang seperti itu. Hearst Corporation akan mengatakan menambah jumlah sumbangan mereka yang selama ini telah dilakukan kepada lembaga-lembaga amal jika SLA membebaskan Patty tanpa lecet sedikit pun.
Namun, pada bulan April, situasi berubah secara dramatis. Saat itu, sebuah kamera pengintai mendapti foto Patty turut serta dalam perampokan bersenjata Bank San Francisco.
Patty juga terlihat dalam perampokan toko di LA. Lalu, sebuah kaset berisi rekaman suara Patty diberikan kepada pihak berwenang, mengatakan ia ikut SLA karena keinginannya sendiri.
Pada 17 Mei, polisi Los Angeles menggerebek markas rahasia SLA, menewaskan enam dari sembilan anggota kelompok. Di antara yang tewas adalah pemimpin SLA, Donald DeFreeze, seorang Afrika Amerika mantan narapidana yang menyebut dirinya General Field Marshal Cinque. Patty Hearst dan dua anggota SLA lainnya tak terlihat.
Akhirnya, pada 18 September, 1975, setelah malang-melintang mencari penculik dan konspirator lebih dari satu tahun, Hearst, atau "Tania" -- nama barunya -- di sebuah apartemen San Francisco
Mereka ditangkap karena perampokan bersenjata. Meskipun klaim bahwa dia telah dicuci otak oleh SLA, Patty dinyatakan bersalah pada 20 Maret, 1976, dan dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara.
Dia menjalani 21 bulan penjara sebelum hukumannya diperingan oleh Presiden Carter.
Setelah meninggalkan penjara, ia kembali ke kehidupan yang lebih rutin dan kemudian menikah dengan pengawalnya. Dia diampuni oleh Presiden Clinton pada bulan Januari 2001.
Penculikan Patty pada masa itu menambah gonjang-ganjing politik dalam negeri dan bikin sibuk para jurnalis di AS. Hal itu terungkap dalam sebuah buku yang ditulis oleh Jeffrey Toobin berjudul America Heiress: The Wild Saga of the Kidnapping, Crimes and Trials of Patty Hearst yang baru diluncurkan awal tahun 2017 ini.
Tak seperti artikel-artikel di masa lalu, Toobin mewawancarai orang-orang dekat yang terlibat dalam penculikan itu termasuk aparat keamanan.
Ia mengeksplorasi bagaimana seorang perempuan lugu, cantik, dan hidup bergelimang kemewahan seperti Patty berubah pandangan menjadi kiri ekstrem dan memiliki sentimen anti-kemapanan.
Patricia Campbell Hearst demikian nama lengkapnya, adalah cucu raja surat kabar William Randolph Hearst, pendiri jaringan koran seantero AS dan juga inspirasi penulis Orson Welles.
Menurut Toobin, pengadilan berlaku tidak adil terhadap Patty karena perempuan itu telah mengalami “Stockholm syndrome” di mana ia berubah 'mencintai' penculiknya.
Ia juga dianggap terpaksa mengikuti keinginan penculiknya karena siksaan dan trauma.
Perubahan besar juga terjadi pada media AS. Kala itu kelompok SLA mau diwawancara secara ekslusif oleh beberapa media.
Toobin menyebut perempuan itu sebagai 'American Heiress' -- bukan karena ia pewaris harta berlimpah, tapi karena Patty mendapat perlakuan istimewa dari dua persiden.
"Itu memperlihatkan bagaimana pengaruh status dan keistimewaan orang kaya di AS," kata Toobin.
Kini, Patty Hearst dikenal sebagai sosialita. Putrinya, Lydia Hearst, yang mewarisi kecantikan masa mudanya, terjun ke dunia hiburan dan jadi model.
Peristiwa lainnya di tanggal 4 Februari terjadi pada tahun 1703, di Edo yang kini menjadi Tokyo, 46 dari 47 Ronin melakukan seppuku (ritual bunuh diri).
Sementara, pada 1789 George Washington dengan suara bulat terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat yang pertama oleh Lembaga Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden AS.