Liputan6.com, Seoul - Kim Jong-nam 'dieksekusi' di tengah keramaian calon penumpang di Bandara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia pada Senin 13 Februari 2017.
Kakak penguasa Korea Utara Kim Jong-un itu diserang dari belakang. Cairan beracun disemprotkan ke wajahnya, membuatnya merasa pusing bukan kepalang.
Baca Juga
Tetrodotoxin, racun yang diambil dari ikan fugu diduga mengakhiri nyawanya dalam waktu singkat.
Advertisement
Dalam perjalanan ke rumah sakit, korban menghembuskan napas penghabisan.
Hingga kini, mengapa putra sulung Kim Jong-il itu dihabisi masih jadi misteri. Pihak Korea Selatan menyebut, pembunuhan tersebut adalah 'aksi terorisme' dan menuding tindakan sadis itu dilakukan atas perintah Pemerintah Korut.
Dugaan tersebut diperkuat fakta bahwa lima warga Korut saat ini sedang diselidiki aparat Malaysia.
Lantas, mengapa Pyongyang ingin membunuh Kim Jong-nam, anggota keluarga dinasti yang masih berkuasa? Sejumlah ahli dan pengamat mengeluarkan pendapat, seperti dikutip dari CNN, Senin 20 Februari 2017:
1. Dekat dengan Jang Song-thaek
Pada 2001, Kim Jong Nam tertangkap saat mencoba memasuki Jepang dengan paspor palsu Republik Dominika. Diduga ia ingin mengajak putranya main ke Disneyland Tokyo.
Insiden tersebut bikin Korut malu berat. Akibatnya, Kim Jong-nam -- yang digadang-gadang jadi putra mahkota pengganti Kim Jong-il -- sontak dicoret dari daftar suksesi.
Sejak tahun 2003, Kim Jong-nam tinggal di Makau, wilayah dekat Hong Kong yang berada di bawah kendali China. Statusnya kala itu setengah terasing.
Jong-nam secara teratur mengunjungi China dan menjalin hubungan dekat dengan Beijing -- khususnya melalui pamannya, Jang Song-thaek -- orang kedua paling berkuasa di Korut setelah kematian Kim Jong-il pada 2011.
"Jang Song-taek adalah 'orangnya China' di Pyongyang," kata Jeffrey Lewis, direktur East Asia Nonproliferation Program yang berbasis di Amerika Serikat.
"(Dia) adalah sumber pendapatan Kim Jong Nam dan itu mungkin mengapa China melindunginya (Jong-nam)."
Hidup Jang Song-taek berakhir dramatis saat ia digulingkan dari kekuasaan dan dieksekusi mati atas perintah Kim Jong-un.
Eksekusi tersebut merenggut sekutu terkuat Kim Jong-nam sekaligus penghubung utamanya ke Beijing.
Seandainya Korut terbukti berada di balik kematian Kim Jong-nam, maka itu akan sangat merusak kepercayaan China terhadap rezim Kim Jong-un, demikian diungkap Zhao Tong dari Carnegie Tsinghua Center for Global Policy di Beijing.
"Kim Jong-nam telah lama menganjurkan pendekatan pro-reformasi di Korea Utara dan secara terbuka mendorong Pyongyang untuk mengikuti contoh China," kata Zhao.
China adalah satu-satunya sekutu Korut. Namun, hubungan dua negara kian diwarnai ketegangan karena Pyongyang secara agresif terus mengejar kemajuan program nuklirnya.
Menurut Zhao, keputusan Beijing menghentikan semua impor batubara dari Korea Utara, mungkin menjadi tanda ketidaksenangan China dengan kematian Kim Jong-nam.
Advertisement
2. Ancaman Suksesi
Ibu Kim Jong-nam ditinggalkan sang ayah, Kim Jong-il yang berpaling hati ke seorang penyanyi bernama Ko Yong-hui pada 1970-an.
Kim Jong Nam pada satu titik dianggap saingan potensial untuk adik bungsunya, sebagai pengganti sang ayah. Sementara, Kim Jong-chul, si anak tengah -- entah kenapa -- sama sekali tak masuk hitungan.Â
Namun demikian, naiknya Kim Jong-un berkembang jauh lebih lancar daripada prediksi banyak orang. Ia memperkuat cengkeraman kekuasaan melalui tindakan keras dan eksekusi mati.
Sebuah lembaga think tank Korea Selatan pada Desember lalu mengatakan, Jong-un telah memerintahkan pembunuhan 340 orang sejak 2011.
Sementara, Kim Jong-nam tidak punya kedekatan dengan basis kekuasaan di Pyongyang, demikian menurut Michael Madden, pengamat kepemimpinan Korut.Â
Dari garis keturunannya, "Jong-nam dianggap sebagai figur cucu oleh beberapa elite tua Korut," kata dia.
Â
"Namun, rasa sayang dan hubungan seperti itu tidak selalu bisa membentuk basis dukungan politik dalam negeri. Meski demikian, itu bisa membantu Kim Jong-nam jika ia berniat mengajukan diri sebagai saingan politik untuk saudara tirinya."
Tak pernah jelas apakah Kim Jong-nam yang pernah ingin menggantikan ayahnya di tampuk kekuasaan.
Dalam wawancara dengan Yoji Gomi, penulis buku My Father, Kim Jong Il, and Me, Jong-nam mengkritik suksesi turun-temurun di negara asalnya dan menyerukan reformasi ekonomi dan politik di negara Korut.Â
Namun, terkait dugaan plot untuk menantang Kim Jong-un dengan bantuan China diragukan Zhao Tong dari Carnegie Tsinghua Center for Global Policy di Beijing.
"Tidak masuk akal bagi Tiongkok untuk terlibat dalam konspirasi politik melawan Kim Jong-un dengan mempertaruhkan hubungan China-Korea Utara secara keseluruhan apalagi kesempatan Kim Jong-nam berhasil sangat rendah," kata dia.
3. Rivalitas Antar-Saudara
Kim Jong-un lahir saat Kim Jong-nam sedang belajar di luar negeri. Ia dibesarkan secara terpisah oleh seorang ibu yang melihat keluarga istri pertama suaminya sebagai saingan untuk anak-anaknya sendiri.
Kim Jong-un tidak pernah dekat dengan kakak sulungnya.
Menurut Yoji Gomi, penulis buku My Father, Kim Jong Il, and Me, meski nyaris tak pernah bertemu, itu tidak menghentikan Kim Jong-nam secara terbuka mengkritik saudaranya -- dengan mengatakan bahwa Kim Jong-un terlalu lemah untuk mempertahankan kontrol atas Korut dan menuduhnya sekedar menjadi boneka para elite.Â
Kepada para wartawan pekan lalu, Gomi mengatakan, komentar Jong-nam diam-diam menyebar di Korut.
"Seorang pembelot mengatakan kepadaku, anak sulung Kim Jong-il melontarkan kritik pada Korut dan bisa jadi akan memicu reformasi. Orang tersebut mengaku, hal itu memberinya harapan," kata Gomi.
Anggota parlemen Korea Selatan Lee Cheol-woo, mengutip briefing Intelijen Nasional Korsel, mengatakan bahwa Pyongyang telah berusaha untuk membunuh Kim Jong-nam, setidaknya selama lima tahun belakangan.
Seorang agen Korut yang ditahan di Korea Selatan pada tahun 2012 dilaporkan mengaku, ia diperintahkan untuk membunuh Kim.
Anggota parlemen lain, Kim Byung-kee, mengatakan bahwa Kim Jong-nam telah menulis surat kepada saudaranya pada tahun 2012, memintanya untuk mengampuni nyawanya dan keluarganya.
Menurut South China Morning Post, teman Jong Nam di Makau mengaku, korban merasa tinggal menunggu waktu.Â
Zhao Tong dari Carnegie Tsinghua Center for Global Policy di Beijing mengatakan, momentum kematian Jong-nam, yang bersamaan ketika Korut menghadapi kecaman internasional atas uji coba nuklirnya -- mungkin kebetulan belaka.Â
"Kim Jong-un sendiri mungkin memerintahkan mata-mata Korea Utara untuk melacak saudara tirinya, namun dia tidak mungkin langsung mengeluarkan perintah untuk membunuhnya, terutama pada saat seperti ini," kata dia.
Saksikan juga rangkuman berita sepekan dalam bahasa Inggris, yang juga mengangkat pemberitaan terkait kematian misterius Kim Jong-nam dalam video berikut ini:
Advertisement