Jaringan Intelijen Korea Utara Aktif Memata-Matai di Malaysia?

Setelah kematian Kim Jong-nam, beredar spekulasi bahwa banyak terjadi operasi intelijen Pyongyang, Korea Utara di Malaysia.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 11 Mar 2017, 19:48 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2017, 19:48 WIB
Bendera Korea Utara
Bendera Korea Utara (Reuters)

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Hubungan antara Malaysia dan Korea Utara tengah menegang akibat saling sandera warga. Upaya terbaik untuk memecah pertikaian diplomatik pun terus dilakukan.

Saat ini, Malaysia juga tengah fokus pada 1.000 warga Korea Utara yang tercatat berada di Negeri Jiran.

Kasus pembunuhan Kim Jong Nam di Kuala Lumpur International Airport 2 pada tiga pekan lalu telah memicu spekulasi, bahwa banyak terjadi operasi intelijen pihak Pyongyang di Malaysia.

Sebuah sumber mengatakan kepada Bernama bahwa kehadiran banyak orang Korea Utara di Malaysia berkedok karir di berbagai bidang, sudah direncanakan untuk membentuk jaringan intelijen terorganisir.

"Mudah untuk dipahami mengapa cukup banyak warga Korea Utara bekerja sebagai spesialis teknologi informasi (IT) dan tergabung di perusahaan lokal di Cyberjaya. Alasannya, untuk membantu mereka mengumpulkan informasi dan data secara internal," kata sumber yang identitasnya dirahasiakan.

"Mereka bukan orang biasa karena dilatih secara khusus sebelum dipilih oleh rezim untuk bekerja di luar negeri. Sementara yang disponsori oleh perusahaan lokal, kehadiran mereka di Malaysia tidak hanya bekerja tetapi juga menjadi mata-mata yang terlatih."

Menurut sumber itu, kelompok orang ini adalah bagian dari sekitar 100.000 warga Korea Utara yang bekerja di luar negeri di seluruh dunia, dan telah menjadi "sumber" berharga untuk rezim Korea Utara. Mereka juga mengirim uang hasil kerjanya ke negara asal.

Setiap warga Korea Utara di luar negeri wajib melapor ke kedutaan mereka tiap bulan dan menjalani 'pembekalan' ulang.

Sumber Uang?

Sumber itu juga mengklaim bahwa selain di bidang IT, orang-orang Korea Utara yang bekerja di Malaysia juga aktif di bidang pertambangan bijih besi di Sarawak dan sebagai mitra untuk pengusaha Malaysia.

"Mereka mencoba untuk mengekspor produk Malaysia ke Korea Utara dan sebaliknya, meskipun mereka tahu banyak pihak yang menyadari pembatasan yang diberlakukan oleh PBB pada negara mereka."

Sumber itu juga mengatakan para pengusaha membayar gaji warga Korea Utara langsung ke kedutaan mereka di Negeri Jiran. Sedangkan karyawan hanya akan menerima tunjangan hidup.

"Kedutaan biasanya mengambil uang dari Malaysia dalam bentuk uang tunai, karena mereka tidak dapat melakukan transaksi online akibat pembatasan oleh PBB di Pyongyang.

"Mereka akan membawa tas berisi uang dan bisa bebas cek oleh keamanan bandara saat menggunakan hak diplomatik."

 

Pengakuan Pembelot Korut

Menurut sumber itu, mengapa warga Korea Utara lebih banyak bekerja di sektor IT dan bagaimana negara mengelola mereka dapat ditemukan di Hackread -- portal berita online yang berbasis di Milan.

Portal itu mengungkapkan bahwa unit IT yang didirikan oleh rezim yang dikenal sebagai Bureau 121 terdiri dari kelompok elite hacker terlatih yang bertugas melakukan spionase dan kejahatan cyber.

Dari penelusuran Bernama, ditemukan sebuah wawancara antara portal berita Hackread dan Profesor Kim Heung Kwang -- warga Korea Utara yang membelot ke Korea Selatan pada tahun 2004.

Dalam wawancara itu, Kim mengatakan dia mengajar ilmu komputer di Korea Utara untuk kelompok elite hacker selama 20 tahun.

"Hanya mereka yang bekerja untuk Bureau 121 yang diizinkan untuk mendapatkan akses ke Internet atau untuk meninggalkan negara itu," jelas akademisi itu.

Namun dari penuturan sumber Bernama, para agen intelijen aktif itu tak bisa melarikan diri dari pantauan otoritas Malaysia.

"Semua layanan intelijen di wilayah itu diketahui, dan operasi rahasia mereka sedang diintensifkan untuk memantau kegiatan Korea Utara," tambah sumber tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya