Jet Pribadi Terhempas dan Terguling Saat Pesawat Jumbo Melintas

Turbulensi kejut terbentuk di belakang pesawat terbang ketika sedang terbang di udara, sebagaimana perahu menciptakan riak sejenis di air.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 23 Mar 2017, 19:00 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2017, 19:00 WIB
Wake turbulence (0)
(Sumber expertaviator.com)

Liputan6.com, London - Jet pribadi milik warga Jerman terhempas hingga terbalik, bergulir tak terkendali, lalu terjun bebas hingga 3 kilometer setelah menerobos turbulensi dari penerbangan pesawat superjumbo yang melaju di atasnya.

Kejadian nyaris celaka itu menyebabkan cedera serius pada 9 orang yang ada dalam pesawat jet Challenger, tapi untunglah burung besi itu tidak sampai terhempas ke bumi.

Setelah pilot kembali mengendalikan pesawat, ia memutuskan untuk melakukan pendaratan darurat.

Dikutip dari Daily Mail pada Kamis (23/3/2017), kejadian mengerikan itu terjadi pada 7 Januari 2016 lalu. Pesawat jet bisnis Bombardier Challenger 604 sedang dalam perjalanan ke laut Arabia, sekitar 630 mil laut di tenggara Muscat, Oman.

Jet itu terbang 300 meter di bawah pesawat Airbus A380-800 milik maskapai Emirates yang sedang terbang dari Dubai ke Sydney, dalam arah yang berlawanan dengan jet kecil.

Kecelakaan itu memang telah lama terjadi, tapi informasi tentangnya baru diungkap belakangan ini dalam laporan Aviation Herald.

Turbulensi kejut disebabkan oleh superjumbo yang melintas di atasnya. Saat ini, pesawat Airbus itu adalah yang paling besar sedunia. Turbulensi itu sedemikian kuatnya sehingga, satu menit setelah pelintasan, Challenger yang sedang terbang 34 ribu kaki itu bergulir terbalik 3 hingga 5 kali.

(Sumber MailOnline/Leo Delauncey)

Turbulensi kejut tebentuk di belakang pesawat terbang ketika sedang terbang di udara, sebagaimana perahu menciptakan riak sejenis itu di air.

Turbulensi itu diperkuat oleh sepasang pusaran massa udara yang memilin dari ujung-ujung sayap. Pusaran yang disebut vortisitas itu kemungkinan besar terjadi ketika pesawat sedang terbang lambat sehingga sayap bekerja keras untuk menghasilkan daya angkat.

Semakin besar pesawatnya, semakin besar juga gelombangnya. Gelombang yang paling kencang bisa membahayakan pesawat yang lebih kecil yang terbang menerjang gelombang kejut itu.

Pesawat Airbus A380 memiliki panjang 73 meter dengan berat antara 386 hingga 560 ton, sedangkan Bombardier Challenger hanya 21 meter dengan berat antara 17 hingga 21 ton.

Ketika Challenger menerjang masuk ke dalam turbulensi kejut pesawat Airbus tersebut, dua mesin pesawatnya terbakar dan Ram Air Turbine (RAM)nya tidak bekerja sehingga pesawat jatuh hingga 10 ribu kaki, setara dengan 3 kilometer.

Pilot pesawat Challenger kemudian mengembalikan kendali pesawat dengan susah payah, kemudian menyalakan lagi mesin pesawat. Penerbangan itu kemudian dialihkan ke bandara Muscat di Oman dan mendarat darurat di sana.

Pesawat jet bisnis itu dioperasikan oleh MHS Aviation, sebuah perusahaan Jerman, dan dianggap tidak dapat diperbaiki atau biaya perbaikan terlalu mahal dan dianggap merugikan.

'Mukjizat'

Insiden itu berlangsung pada ketinggian jelajah yang dikenal sebagai "coffin corner" atau "sudut peti mati". Istilah menyeramkan itu disebabkan oleh tingginya risiko pada ketinggian tersebut.

Coffin corner adalah suatu ketinggian ketika kecepatan kejatuhan pesawat sayap tetap hampir sama dengan kecepatan kritis mach, yaitu perbandingan antara kecepatan pesawat itu dengan kecepatan suara. Dua hal itu disebabkan oleh tekanan pada sayap-sayap.

Di kawasan itu, susah menjaga agar pesawat tetap stabil selama penerbangan. Jika pesawat terlalu lambat, ia bisa jatuh dari ketinggian.

Tapi, jika pesawat terbangnya telalu cepat hingga melewati angka mach, pesawat itu masuk dalam ranah kecepatan supersonik dan dapat menyebabkan patahnya sayap.

Biro Federal Investigasi Kecelakaan Penerbangan Jerman (BFU) sedang melakukan investigasi walaupun kejadian berlangsung di atas perairan internasional. BFU menolak memberikan komentar. Demikian juga dengan Emirates Airlines dan MHS Aviation yang menolak berkomentar setelah dihubungi oleh MailOnline.

Sementara itu, juru bicara Airbus mengatakan kepada IBTimes, "Kami menyadari sedang ada investigasi untuk menentukan asalnya turbulensi yang dialami oleh jet tersebut."

"Pada tahap ini, tidak ada indikasi adanya pesawat Airbus A380 yang terlibat dan kami tidak bisa berkomentar lebih lanjut, silahkan hubungi BFU di Jerman."

Korban pendaratan darurat US Airways, di Sungai Hudson (Reuters)

Juru bicara dari Flight Service Bureau (FSB), penyedia informasi untuk semua penerbangan, membandingkan kejadian itu dengan peristiwa "Mukjizat di Hudson" pada 2009 ketika pilot Sully Sullenberger mendarakan pesawat Airbus milik maskapai US Airways di sungai Hudson. Pesawat itu baru saja menabrak sekawasan angsa.

Tapi, kepada The Times juru bicara FSB itu juga mengatakan bahwa kejadian tersebut menimbulkan kekhawatiran bahwa pesawat Airbus A380 menyebabkan bahaya, lebih daripada yang diduga sebelumnya.

Bahaya turbulensi kejut semakin terasa setelah perbaikan teknologi navigasi dan kendali lalu lintas udara (ATC) justru telah memungkinkan pesawat untuk terbang lebih berdekatan.

Badan keselamatan penerbangan Eropa, European Aviation Safety Agency (EASA), akan segera menerbitkan buletin untuk pengurangan risiko kejadian nyaris seperti itu. EASA mengaku telah memulai rancangan buletin itu bahkan sebelum insiden Challenger vs Airbus.

Menurut Aviation Herald, dalam rancangan terbitan EASA kepada para pihak penerbangan dan ATC di Uni Eropa, disebutkan, "Gelombang kejut bisa dialami hingga 25 mil laut di belakan pesawat penyebabnya."

"Kejadian itu kebanyakan dilaporkan oleh pilot sebagai kejadian dadakan yang tidak diduga."

"Sebisa mungkin, jejak uap dipakai untuk memperlihatkan gelombang dan memperkirakan jika lintasan penerbangan menerjangnya atau berada di dekatnya."

Insiden Dekat Bali

(Sumber emirates.com)

Ini bukan pertama kalinya pesawat terbang yang lebih kecil "terhempas" oleh turbulensi kejut yang disebabkan oleh Airbus A380.

Pada September 2012, pesawat Boeing 737 milik Virgin Australia menerjang turbulensi kejut yang dihasilkan oleh Emirates A380 dekat Bali. Dua penerbangan itu tiba di tujuan dengan selamat.

Pada 2011, pesawat Airbus A320 milik Air France bergulir ke kiri hingga sudut 25 – 30 derajat setelah menerjang turbulensi kejut yang dihasilkan oleh pesawat Emirates A380. Tidak ada yang cedera.

Pada 2011 juga, pesawat Airbus A320 milik British Airways berguling lebih dari 50 derajat dan otopilot langsung terhenti ketika diterjang oleh turbulensi kejut dari Qantas Airbus A380 dari London ke Singapura. Empat orang dalam penerbangan British Airways harus mendapat perawatan karena cedera berat.

Dalam insiden 2011, turbulensi kejut dari Airbus A380 milik Singapore Airlines menyebabkan Boeing 774 milik Air France terhempas jatuh 60 meter dalam 15 detik sambil berguling ke kiri dan kanan. Tidak ada yang cedera dan dua pesawat itu tiba dengan selamat di tujuan masing-masing.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya