Al Qaeda Bikin AS Larang Laptop di Kabin Pesawat 8 Negara Muslim

Larangan AS itu berdampak pada 50 penerbangan tiap harinya dari 10 bandara yang berasal negara-negara muslim, termasuk Dubai dan Istanbul.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 22 Mar 2017, 12:02 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2017, 12:02 WIB
Ilustrasi bandara
Ilustrasi bandara (Reuters)

Liputan6.com, Washington, DC - Amerika Serikat melarang komputer jinjing (laptop) dan barang elektronik lain -- selain ponsel -- masuk kabin pesawat dari delapan negara muslim di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Ini dilakukan untuk mencegah aksi terorisme di pesawat komersial. Sebelumnya, intelijen AS mengumpulkan sejumlah bukti yang mengarah bahwa kelompok teroris afiliasi Al Qaeda memiliki teknik menyembunyikan peledak dalam baterai di barang-barang eletronik.

Kelompok yang dimaksud adalah Al Qaeda di Semenanjung Arab atau dikenal dengan AQAP. Mereka diduga berencana meledakkan baterai dan laptop serta barang elektronik lainnya di pesawat komersial yang menuju AS dan Inggris.

Inilah alasan mengapa pihak otoritas AS melarang seluruh barang elektronik, tak terkecuali laptop, dibawa oleh penumpang dari delapan negara muslim di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Pembatasan keamanan baru ini diumumkan pada Selasa, 21 Maret 2017 lalu. Aturan itu memerintahkan maskapai yang berbasis di Timur Tengah dan Afrika Utara untuk melarang penumpang dari delapan negara muslim, membawa barang elektronik lebih besar dari ponsel. Barang-barang itu harus disimpan dalam kargo di bagasi.

Ini adalah larangan paling luas cakupannya terkait keamanan penerbangan sejak tragedi 11 September 2001 atau 9/11, demikian seperti dikutip dari CNN, Rabu (22/3/2017).

Larangan AS itu akan berdampak pada 50 penerbangan tiap harinya dari 10 bandara yang berasal negara-negara muslim, termasuk Dubai dan Istanbul.

"Sembilan maskapai yang terdampak sudah diumumkan oleh AS pukul 03.00 pada Selasa dan wajib melaksanakan aturan itu dalam waktu 96 jam," kata pejabat administrasi penerbangan.

Sementara itu, larangan senada dari Inggris berdampak terhadap enam negara, termasuk dua yang tidak masuk dalam larangan AS, yaitu Tunisia dan Lebanon.

Maksapai internasional top seperti Emirates Airline, Qatar Airways, British Airways, dan Turkish Airlines wajib menerapkan peraturan ketat baru itu.

Otoritas AS kepada CNN mengatakan, "Intelijen kita mengindikasi bahwa kelompok teroris melanjutkan serangan dengan target penerbangan sipil dengan menyelundupkan perangkat ledakan di barang-barang elektronik yang biasa dibawa penumpang ke pesawat."

Pada Februari 2016, sebuah bom tersembunyi di dalam sebuah laptop yang diledakkan kala Daallo Airlines mengudara di atas langit Mogadishu, Somalia. Bomber yang membawa peledak tewas dan sebuah lubang mengaga di badan pesawat. Untungnya, burung besi itu berhasil mendarat dengan aman.

Petugas penerbangan mengonfirmasi larangan ini murni semata masalah keamanan dan tak terkait dengan keputusan pemerintah Donald Trump.

Di bawah peraturan baru, seluruh alat elektronik -- yang kini lebih banyak menggunakan baterai litium-- wajib disimpan di kargo pesawat, di bawah kabin penumpang.

Namun demikian, ahli keselamatan penerbangan telah memperingatkan bahwa baterai yang disimpan dalam jumlah banyak bisa menyebabkan kebakaran dan reaksi berantai yang bisa meledakkan pesawat.

Oleh sebab itu, International Civil Aviation Organization telah melarang seluruh maskapai sipil untuk menerima pengiriman baterai yang disimpan di kargo.

Sepuluh bandara internasional yang terdampak larangan AS ini adalah, Kairo (Mesir), Dubai, Abu Dhabi (Uni Emirat Arab), Istanbul (Turki), Doha (Qatar), Amman (Yordania) Kuwait, Kasablanka (Maroko), Jeddah, serta Riyadh (Arab Saudi).

Adapun sembilan maskapai itu adalah adalah Egyptair, Emirates Airline, Etihad Airways, Kuwait Airways, Qatar Airways, Royal Air Maroc, Royal Jordanian Airlines, Saudi Arabian Airlines, dan Turkish Airlines.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya