Liputan6.com, Jakarta - Wafatnya Sodimejo alias Mbah Gotho jadi perhatian dunia. Sebab, pria asal Sragen tersebut diyakini tutup usia pada Minggu 30 April 2017, di usia sangat sepuh, yakni 146 tahun.
Menurut kartu identitasnya, Mbah Gotho lahir pada Desember 1870, meski informasi itu belum terkonfirmasi.
Media Inggris The Guardian menyoroti sebuah fakta menarik tentang Si Mbah asal Sragen, Jawa Tengah itu: Mbah Gotho adalah saksi dua pertempuran global paling mematikan di muka Bumi pada era modern, Perang Dunia I dan II.
Advertisement
Jika benar Mbah Gotho lahir tahun 1870, menurut Guardian, kakek perokok berat itu sudah berusia 43 tahun pada awal Perang Dunia II, dan umurnya 70 tahun pada Perang Dunia II.
Dampak Perang Dunia I -- yang dilecut pembunuhan putra mahkota Austria-Hungaria Archduke Franz Ferdinand di Sarajevo, ibu kota Bosnia pada 28 Juni 1914 -- tak begitu signifikan untuk Indonesia.
Meski begitu, dampak krisis ekonomi yang diakibatkan Perang Besar membuat hidup para buruh di Nusantara kala itu kian sulit.
Sebaliknya, Perang Dunia II berdampak luar biasa bagi Indonesia. Persaingan dua kekuatan, Sekutu dan Poros (Axis) mengubah sejarah RI. Kala itu terjadi pergantian "penjajah" dari Belanda ke Jepang.
Ketika Jepang di ambang kekalahan dalam perang Dunia II, momentum kekosongan kekuasaan dimanfaatkan para pejuang untuk memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Ingatan Mbah Gotho sudah kabur. Apalagi untuk mengisahkan apa yang disaksikannya pada Perang Dunia I. Kala itu, ia mungkin bahkan tak tahu perihal gonjang-ganjing zaman yang terjadi di Eropa.
Namun, masih ada ingatan yang masih tersisa soal penjajahan Belanda.
Dalam perbincangan dengan Liputan6.com beberapa waktu lalu, Mbah Gotho mengaku, pada masa penjajahan, ia dan penduduk desa lainnya diperintah mengumpulkan kayu untuk sebuah proyek jembatan.
"Kalau Belanda datang naik tank, tentara Indonesia yang salah ditembak," kata pria yang mengaku lahir pada hari Kamis di Bulan Sapar.
Mbah Gotho juga ingat, saat itu ia diminta menggotong jenazah -- entah jasad siapa.
Saat ditanya, apa resep panjang umurnya, Mbah Gotho menjawab, "Jamune sabar lan nrimo." Resepnya adalah sabar dan menerima dalam hidup.
Belum Diakui Sebagai Manusia Tertua di Dunia
Fakta menarik lain yang juga terungkap adalah, meski disebut-sebut sebagai manusia tertua, usia Mbah Gotho tidak diverifikasi secara independen sehingga ia tak memiliki gelar yang tercatat dalam sejarah.
Hingga saat ini, perempuan Prancis bernama Jeanne Calment, yang meninggal 1997 di usia 122 tahun diakui sebagai sosok manusia tertua.
Sementara, menurut Gerontology Research Group, orang tertua di dunia yang saai ini masih hidup adalah Violet Brown, wanita Jamaika berusia 117 tahun.
Sebelum mengembuskan napas penghabisan, Mbah Gotho yang jarang sakit sepanjang hidupnya, sempat dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soehadi Prijonegoro, Sragen pada 12 April 2017.
Baru enam hari dirawat, Mbah Gotho memaksa pulang. Ia tak betah dan tidak suka tubuhnya ditusuk jarum suntik.
Pria yang hidup lebih lama dari keempat istrinya itu wafat 12 hari setelahnya, meninggalkan lima anak, 12 cucu, 17 cicit, dan dua buyut.
Mbah Gotho, yang belakangan mengaku kesepian, akhirnya mendapatkan apa yang ia dambakan selama ini: kematian.
Advertisement