Liputan6.com, Jakarta - Anak perusahaan salah satu perusahaan kelapa sawit terbesar di Indonesia PT Golden-Agri Resources Ltd (GAR), PT SMART Tbk, mengumumkan hasil pengembangan material tanam kelapa sawit terbarunya, yakni Eka 1 dan Eka 2.
Kedua material tanam itu telah terdaftar di Katalog Bibit Indonesia dan disetujui untuk dibudidayakan pada tanggal 21 April 2017 lalu oleh Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian.
Eka 1 dan Eka 2 berpotensi meningkatkan produktivitas minyak sawit mencapai lebih dari 10 ton per hektar per tahun di usia dewasa, yakni pada usia 10 hingga 18 tahun. Sebagai perbandingan, saat ini kemampuan perusahaan berkisar antara 7,5 hingga 8 ton per hektar per tahun dalam kondisi cuaca dan areal tanam yang optimal.
Advertisement
Secara detail, Eka 1 diperkirakan dapat menghasilkan 10,8 ton minyak sawit mentah (CPO) per hektar, dengan tingkat ekstraksi minyak sebesar 32 persen. Sementara itu produktivitas Eka 2 diperkirakan dapat mencapai 13 ton per hektar dan tingkat ekstraksi minyak sebesar 36 persen.
Di samping menghasilkan minyak lebih banyak, masa tunggu panen Eka 1 dan Eka 2 diperkirakan 24 bulan, yakni lebih cepat bila dibandingkan dengan rata-rata industri saat ini yaitu 30 bulan.
"Sinarmas perkebunan akan terus melakukan terobosan untuk terus meningkatkan produktivitas, baik untuk perusahaan maupun nasional. Kontribusi yang kami lakukan adalah memilih benih yang baik dan unggul," ujar Direktur Utama PT SMART Tbk, Daud Dharsono, dalam media briefing di Hotel Pullman, Senin (22/5/2017).
Saat ini PT SMART, Tbk telah menanam material tanam tersebut di 4.000 hektare lahan di Sumatra dan Kalimantan. Menurut Daud, perusahaannya dalam waktu dekat akan menanam lagi bibit tersebut dengan teknik peremajaan atau replanting, guna meminimalisir pembukaan lahan baru.
"Selama beberapa tahun terakhir, kami terus berupaya untuk membuat benih sawit atau planting material, yang produksi minyaknya melebihi dari konvensional," ujar Daud.
"Tujuannya adalah me-replanting dengan tanaman yang minyaknya lebih banyak lagi, supaya target produksi perusahaan dan Indonesia bisa tercapai, dengan seminimal mungkin membuka lahan baru," imbuh dia.
Perjalanan Panjang Eka 1 dan Eka 2
Eka 1 dan Eka 2 dikembangkan melalui program seleksi konvensional dan kultur jaringan dari tanaman kelapa sawit terbaik, yang dilakukan SMART Research Institute (SMARTRI) bersama Pusat Bioteknologi SMART.
Menurut Kepala Divisi Produksi Tanaman dan Bioteknologi Sinar Mas Agribusiness and Food Indonesia, Dr Tony Liwang, membuat bibit unggul bukan merupakan sebuah perjalanan yang singkat. Penelitian untuk tersebut, telah berlangsung selama dua puluh tahun, yakni dimulai sejak 1997.
Dalam media briefing pengenalan material tanam, Tony menjelaskan secara umum bagaimana Eka 1 dan Eka 2 dapat lahir dan variertasnya dapat dilepaskan.
"Untuk mendapatkan top of the top, secara lebih tepat, kita hanya mengkloning kelapa sawit yang memproduksi minyak paling banyak," ujar Tony. "Kita merasa bagian terbaik untuk dijadikan bahan kultur jaringan adalah batang atas."
Batang kelapa sawit terbaik itu lalu diambil sekitar 70 hingga 75 cm. Kemudian batang tersebut dibawa ke laboratorium untuk dipotong-potong dan ditanam di tabung-tabung.
Setelah itu, dibutuhkan sekitar dua tahun hingga lima tahun untuk mengembangkan mulai dari kalus, embrio, hijauan, hingga berbentuk tanaman yang ada di dalam polybag.
Tony juga menegaskan bahwa kultur jaringan bukan merupakan tanaman yang termodifikasi secara genetika atau Genetically Modified Organisms (GMO).
"Kultur jaringan ini hanya memilih dari tanaman terbaik dan dikloning, jadi tidak ada perubahan secara genetik. Kalau GMO, dia ada modifikasi, apakah dia memasukkan gen dari tanaman yang sama atau tanaman luar," jelas Tony.
Agar dapat melepas varietas, terdapat empat syarat yang harus dipenuhi. Pertama adalah uniqueness atau kebaruannya, untuk Eka 1 dan 2 adalah produksi yang tinggi. Kedua yakni heritability atau terwariskan.
Ketiga adalah stability, yang berarti suatu varietas harus stabil, bukan kadang-kadang bagus kadang-kadang jelek. Terakhir yakni uniformity, di mana anakan hasil kultur jaringan nantinya akan cenderung sama.
Tidak puas pada Eka 1 dan Eka 2, PT SMART juga berkeinginan dapat membuat bibit unggul dalam tahun-tahun ke depan.
"Semoga dengan kultur jaringan ini dengan bantuan teknologi, kira-kira dalam dua atau tiga tahun kita bisa dapat Eka 3, Eka 4, dan lain-lain, yang moga-moga adalah hasil seleksi dari pohon-pohon yang bukan hanya karena produktivitasnya tinggi, tapi mungkin yang lebih tahan penyakit ganoderma, yang tahan kekeringan, dan seterusnya," ujar Tony.
Advertisement