Teror Mindanao, Status Darurat Militer Nasional Hantui Filipina

Duterte mengancam akan mengeluarkan status darurat militer nasional pascapemenggalan seorang anggota polisi oleh kelompok militan.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 25 Mei 2017, 15:08 WIB
Diterbitkan 25 Mei 2017, 15:08 WIB
Rodrigo Duterte (AFP)
Rodrigo Duterte (AFP)

Liputan6.com, Marawi - Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengancam akan mengeluarkan status darurat militer nasional. Hal tersebut ia sampaikan untuk memerangi ancaman serius yang terjadi di wilayah selatan Mindanao.

Wilayah Mindanao, tepatnya Marawi memanas setelah terjadi baku tembak antara kelompok militan dengan pasukan pemerintah.

Teranyar, kelompok tersebut dikabarkan memenggal kepala seorang polisi dan menyandera jemaat gereja.

Dikutip dari Al Jazeera, Kamis (25/5/2017), kabar terkait pemenggalan tersebut membuat ribuan warga memutuskan meninggalkan kota Marawi. 

Sementara itu, Presiden Rodrigo Duterte yang baru kembali dari lawatannya ke Rusia menegaskan, "Saya tidak ragu untuk melakukan apapun demi melindungi warga Filipina."

"Kemungkinan besar saya akan mengumumkan darurat militer di seluruh penjuru negeri untuk melindungi rakyat," tambahnya.

Sebelumnya, Duterte telah mengumumkan darurat militer di wilayah Mindanao yang memiliki populasi 20 juta orang. Pihak Militer Filipina mengklaim telah membunuh setidaknya 13 anggota kelompok militan yang telah bersumpah setia kepada ISIS.

Duterte menjelaskan lebih lanjut, sekitar 100 anggota kelompok militan tersebut saat ini masih berkeliaran di kota Marawi.

Setidaknya lima tentara tewas saat terjadi baku tembak dengan kelompok militan.

Kelompok militan juga membakar bangunan dan memasang bendera hitam milik ISIS di sejumlah wilayah.

Stasiun televisi lokal GMA News menayangkan gambar eksklusif di mana sembilan warga sipil tewas di tangan kelompok itu.

Selain itu, saluran televisi ABS-CBN juga mengutip pernyataan kementerian dalam negeri yang mengatakan kelompok militan berhasil menguasai penjara kota dan membebaskan 107 tahanan.

Tindak kekerasan yang pertama kali terjadi di kota Marawi berawal dari aksi penggerebekan tempat persembunyian Isnilon Hapilon, seorang komandan kelompok Abu Sayyaf oleh tentara Filipina.

Abu Sayyaf kemudian meminta bantuan dari kelompok Maute, yang menjadi sekutu mereka. Tidak lama, puluhan anggota Maute pun dikabarkan berhasil memasuki Marawi.

Hingga saat ini total jumlah korban tewas akibat teror di Marawi masih simpang siur.

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya