Liputan6.com, Kabul - Jumlah korban tewas bom Afghanistan melonjak dari 90 jiwa menjadi setidaknya 150 orang. Hal tersebut disampaikan Presiden Ashraf Ghani seminggu setelah ledakan mengguncang Kabul, Afghanistan.
Bom yang terjadi pada 31 Mei lalu itu, terjadi di tengah jam sibuk di dekat Kedutaan Jerman dan Istana Kepresidenan Afghanistan. Setidaknya 300 orang, termasuk perempuan dan anak-anak, luka-luka dalam peristiwa itu.
Itu merupakan serangan paling mematikan di Afghanistan sejak dimulainya perang pada 2001 yang dipicu invasi Amerika Serikat saat mencari dalang peristiwa kelam 9/11, Osama Bin Laden.
Advertisement
Tampaknya konflik tak kunjung berakhir sejak invasi tersebut, di mana Taliban menjadi pihak utama yang berseteru dengan pasukan keamanan Afghanistan.
Namun Taliban membantah terlibat dalam bom 31 Mei. Meski demikian, Intelijen Afghanistan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka meyakini Jaringan Haqqani -- kelompok asal Pakistan yang berkaitan dengan Taliban -- ada di balik serangan itu.
Dikutip dari CNN, Selasa (6/6/2017), bom Afghanistan meledak pada pagi hari di dekat supermarket dan toko besar, di mana jalanan saat itu penuh dengan orang-orang yang sedang berangkat beraktivitas, termasuk anak-anak yang berangkat ke sekolah. Diyakini, bom tersebut disembunyikan di dalam truk pengantar air.
"Doa kami menyertai para korban dan keluarganya dalam serangan tak manusiawi dan pengecut," tulis kantor Kepresidenan Afghanistan dalam Twitter sesaat setelah serangan terjadi.
"Semoga Allah menguatkan semua yang bekerja untuk perdamaian. Pikiran kami menyertai keluarga korban dan doa menyertai mereka yang terluka," imbuhnya.
Menurut seorang warga Afghanistan-Amerika yang bekerja di sebuah perusahaan konsultan setempat, Layma Tabibi, ratusan warga Afghanistan langsung berbaris untuk mendonorkan darahnya setelah pemboman tersebut.
Tabibi mendengar ledakan tersebut dan mengatakan bahwa banyak korban bom Afghanistan berasal dari perusahaan telekomunikasi Roshan.
"Orang Afghanistan, selalu orang Afghanistan," ujar Tabibi. "Selalu orang Afghanistan yang terluka dan terbunuh, bukan siapa yang ditargetkan penyerang."