Liputan6.com, Doha - Qatar tidak akan menjadi satu-satunya pecundang dalam krisis Teluk yang melibatkan Arab Saudi dan sejumlah negara lainnya. Peringatan tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan Qatar Ali Shareef Al Emadi sebagaimana ia menekankan ketahanan negaranya terhadap setiap potensi guncangan ekonomi.
"Banyak orang mengira kami adalah satu-satunya yang rugi dalam hal ini...jika kami kehilangan satu dolar, mereka juga akan kehilangan satu dolar," tegas Al Emadi yang merujuk pada Dewan Kerja Sama Teluk dalam wawancaranya dengan CNBC, Senin (12/6/2017).
Baca Juga
Al Emadi menambahkan, keretakan politik yang melanda kawasan Teluk sangat disayangkan karena memicu ketidaknyamanan warga. "Keluarga yang tinggal di negara-negara (yang terlibat krisis) ini terganggu."
Advertisement
Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, Yaman, Mesir, Libya, Mauritius, Mauritania, dan Maladewa memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar pekan lalu. Mereka serempak menuding Qatar mendukung terorisme.
Setidaknya empat negara, yaitu Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Mesir mengambil sikap yang lebih keras: menerapkan blokade udara dan laut. Riyadh bahkan turut menutup perbatasan daratnya -- satu-satunya perbatasan darat yang dimiliki Qatar.
Pemutusan hubungan diplomatik tersebut terjadi pasca-lawatan Presiden Amerika Serikat Donald Trump ke Timur Tengah. Ketika berpidato di Riyadh, Trump mendesak para pemimpin negara-negara muslim untuk mengambil sikap yang lebih keras melawan ekstremisme.
Qatar yang hanya memiliki 11.571 kilometer persegi, sangat bergantung pada negara-negara tetangganya di Teluk untuk mendapatkan impor makanan bagi 2,5 juta penduduknya yang sebagian besar adalah ekspatriat.
Dan blokade darat, udara, dan laut telah memicu kepanikan warga akan kekurangan pangan selama bulan suci Ramadan.
Al Emadi sendiri menepis kekhawatiran tersebut. Menurutnya, jauh sebelum krisis Teluk terjadi, pihaknya telah mengimpor makanan dan sejumlah barang lainnya dari negara-negara nan jauh seperti Brasil dan Australia.
"Jadi, pemerintah akan melanjutkannya. Apakah itu Turki, Timur Jauh atau Eropa, Doha akan memastikan bahwa terdapat cukup banyak mitra untuk menangani hal ini...," ungkap Al Emadi.
Bisnis Gas Tak Terpengaruh
Menteri Keuangan Qatar Ali Shareef Al Emadi yang juga menjabat sebagai presiden dewan eksekutif maskapai Qatar Airways menolak pula kekhawatiran akan kehancuran pasar keuangan negara itu.
Indeks saham Doha dikabarkan jatuh 7,1 persen pekan lalu, sementara mata uang Qatar, rial jatuh terhadap greenback menyusul kekhawatiran arus modal keluar.
Menurut menteri keuangan Qatar tersebut, tidak perlu khawatir karena pemerintah memiliki semua instrumen yang dibutuhkan untuk mempertahankan ekonomi dan mata uang.
"Cadangan dan dana investasi kami lebih dari 250 persen produk domestik bruto, jadi saya rasa tidak ada alasan mengapa orang harus khawatir dengan apa yang terjadi atau spekulasi mengenai rial Qatar," jelas Al Emadi.
"Kami sangat nyaman dengan posisi kami, investasi kami, dan likuiditas di sistem kami," imbuhnya seraya menambahkan bahwa ia memandang pemerintah tidak perlu mengintervensi pasar dan membeli obligasi. Kami masih merupakan negara dengan peringkat investasi AA...jadi saya rasa kami masih jauh lebih baik dibanding tetangga sekitar kami," imbuhnya.
Raksasa energi Qatar Petroleum lewat sebuah pernyataan pada Sabtu lalu menyebutkan, di tengah krisis Teluk "bisnisnya berjalan seperti biasa". Dalam upaya untuk meyakinkan pelanggannya, perusahaan negara tersebut mengatakan telah "memobilisasi semua sumber daya yang ada" demi mengurangi setiap aksi yang dapat menganggu pasokan.
"Qatar Petroleum dan anak perusahaannya ingin menegaskan bahwa mereka menjalankan operasi dan bisnisnya di hulu, tengah, dan hilir seperti biasa, demikian pula di seluruh fasilitas kelas dunia QP," ungkap pernyataan tersebut seperti dilansir Al Araby.
Qatar merupakan salah satu penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia. Setiap tahunnya, negara itu memproduksi hingga 77 juta ton gas.
Gas telah mengubah emirat kecil menjadi salah satu negara terkaya di dunia, memicu naiknya peran Qatar menjadi pemain utama kawasan, serta membantu mendanai proyek infrastruktur besar seperti Piala Dunia 2022.
Advertisement