Liputan6.com, Moskow - Tsar atau penguasa monarki Rusia terakhir yaitu Nikolay (Nicholas) II dan keluarganya dibunuh pada tahun 1918. Namun kasusnya belakangan kembali diselidiki secara menyeluruh.Â
Dikutip dari laman RBTH, Jumat (30/6/2017), Penyelidik dan Kriminolog senior Vladimir Solovyov mengatakan, pembunuhan sang Tsar dan keluarganya baru diselidiki hampir seabad setelah kejadian karena Rusia tidak memiliki undang-undang yang membatasi waktu penyelidikan (statute of limitations).
Ditambah lagi, pada era Soviet, pemerintah tidak tertarik menyelidiki kasus tersebut.
Advertisement
Tantangan terberat adalah untuk membuktikan bahwa mayat yang ditemukan di Yekaterinburg adalah bagian dari keluarga sang Tsar.
"Pekerjaan seorang kriminolog adalah mengungkap mitos. Ini adalah kesempatan untuk terlibat dalam penyelidikan yang menarik dan penyelidikan ini berbeda dari tugas saya yang sebelumnya," ujar Solovyov.
Baca Juga
Penyelidikan pembunuhan Tsar pertama kali dilangsungkan oleh Tentara Putih segera setelah kematian beberapa penyelidik bernama Namyotkin, Sergeyev, dan Sokolov.
Secara khusus, Sokolov mengumpulkan sejumlah besar materi penyelidikan yang berperan penting dalam sistem penyelidikan modern di Rusia.
"Kami memutuskan untuk mencari segala hal yang berhubungan dengan kasus Sokolov. Kantor oditurat militer Rusia memilik empat jilid materinya, tapi kami memperluas pencarian kami hingga seluruh dunia," kata Solovyov.
Setelah Revolusi Bolshevik, Sokolov pindah dan membawa banyak dokumen bersamanya. Solovyov pertama mencari dokumen tersebut di Arsip Kerajaan Inggris, di mana ia dibantu oleh Pangeran Michael dari Kent yang mampu berbahasa Rusia dan memiliki hubungan darah dengan Tsar Nikolay II.
Meski begitu, Solovyov tak mampu menemukan data penting. Kemudian ia tahu bahwa dokumen-dokumen terpenting Sokolov pernah jatuh ke tangan Pangeran Orlov. Bahkan anak-anaknya melelang dokumen tersebut dengan nilai lebih dari 600 ribu poundsterling di balai lelang Sotheby’s di London.
Dokumen itu kemudian dibeli oleh Pangeran Hans Adam II dari Liechtenstein, yang kemudian mengembalikannya ke Rusia sebagai barter dengan dokumen terkait keluarganya sendiri.
Banyak orang terkenal yang membantu Solovyov dalam misinya. Seperti Boris Nemtsov mantan Wakil Perdana Menteri Rusia yang membantu dengan keahlian medis dan forensik yang dilengkapi dengan laboratorium genetikanya.
Selain itu, ada pula musisi terkenal Mistislav Rostropovich yang membantu dengan menyumbang untuk analisis genetika dan membeli artefak kunci. Sebuah saputangan bernoda darah milik Tsar yang ada di kota Otsu, Jepang.
Kain itu berasal dari tahun 1891, saat ada upaya pembunuhan sang Tsar dalam kunjungannya ke kota tersebut. Namun begitu, meski telah diupayakan, tetap mustahil untuk melakukan analisis genetika dari saputangan itu karena bentuknya membuatnya sulit untuk diperiksa.
Analisis Genetika
Awalnya, pakar genetika menguji coba dengan sampel darah dari anggota keluarga kerajaan Inggris dan Denmark.
"Uji coba diadakan dengan DNA mitokondria, jadi kami membutuhkan anggota perempuan dari keluarga kerajaan," kata Solovyov.
"Ibu dari Alexandra Feodorovna adalah anak dari Ratu Inggris Victoria. Di sini kami beruntung karena Pangeran Philip, suami Ratu Elizabeth saat ini, adalah keturunan Ratu Victoria," tambah Solovyov.
Namun para penyidik kekurangan bahan untuk membandingkan sampel darah modern itu. Baru pada 2007, sampel darah yang cocok untuk analisis genetika dari Tsar Nicholas II ditemukan.
Ternyata selama ini para penyelidik dapat menemukan semua bahan dengan mudah. Seperti baju yang Tsar gunakan pada upaya pembunuhan tahun 1891 di Otsu, komplet dengan jejak darah yang dapat dianalisis, ada di Museum Hermitage di Saint Peterburg.
Uji coba terakhir melibatkan beberapa ahli genetika independen dari Rusia, AS, dan Austria, dan semuanya berpendapat sama.
Solovyov mengatakan, investigasi penyelidikan sang Tsar terakhir dan keluarganya telah memberikan kontribusi khusus ke perkembangan sains.
"Kasus ini menciptakan pendekatan baru yang penting. Saat ini, segala upaya terkait identifikasi mayat di seluruh dunia diadakan dengan teknik yang dikembangkan dalam penyelidikan kasus (pembunuhan Tsar) ini," ujar Solovyov.
Pembantaian Tsar Terakhir
Pembantaian tersebut terjadi 17 Juli 1918 jelang tengah malam. Kala itu, dokter istana, dr Eugene Botkin membangunkan Tsar Nicholas II beserta seluruh keluarganya. Alasannya, mereka akan dipindahkan ke lokasi yang lebih aman, menyusul kekacauan yang terjadi di Yekaterinburg.
Keluarga kerajaan diminta memasuki ruangan bawah tanah berukuran 6 x 5 meter. Tak disangka, di sana lah mereka dihabisi oleh kaum revolusioner Bolshevik.
Tiba-tiba, hampir selusin orang bersenjata menyerbu masuk ke ruangan dan memberondong keluarga kekaisaran. Asap mengepul dari senapan. Mereka yang masih bernapas ketika selubung tabun menghilang, ditikam dengan bayonet.
Jasad Tsar Nicholas II, Alexandra, dan 4 putri mereka -- Anastasia, Maria, Olga, dan Tatiana -- juga putra mereka Tsarevich Alexei dan 4 anggota kerajaan lalu dibawa ke sebuah tambang, sekitar 14 kilometer dari Ekaterinburg.
Tubuh mereka yang tak lagi bernyawa disiram bensin dan dibakar. Tulang-belulang disiram cairan asam agar hancur. Kemudian yang tersisa dilemparkan ke lubang tambang, yang ditutupi dengan kotoran.
Jenazah pasangan kerajaan dan 3 anak perempuan mereka diekskavasi pada 1991, diidentifikasi secara formal dengan sampel DNA, dan dimakamkan kembali di Katedral St Petersburg pada 17 Juli 1998 -- 80 tahun setelah pembunuhan terjadi. Kelimanya diangkat sebagai orang suci oleh Gereja Ortodoks Rusia pada 2000.
Namun, sejumlah keanehan ditemukan. Antropolog saat itu ragu soal tubuh Anastasia -- yang sisi kiri wajahnya rusak menjadi potongan-potongan kecil.
Pun dengan temuan jasad diduga Grand Duchess Maria dan Aleksey pada 2007, yang terpisah dari keluarga kerajaan lainnya.Â
Advertisement