Sekolah di Malaysia Pisahkan Gelas untuk Muslim dan Nonmuslim

Beredar foto sebuah sekolah di Malaysia memisahkan gelas antara Muslim dan Nonmuslim.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 14 Agu 2017, 20:20 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2017, 20:20 WIB
Foto pemisahan gelas di sebuah sekolah Malaysia yang bikin heboh. (Facebook)
Foto pemisahan gelas di sebuah sekolah Malaysia yang bikin heboh. (Facebook)

Liputan6.com, Kuala Limpur - Sekolah dasar di Malaysia memicu kontroversi karena memisahkan gelas minum untuk siswa Muslim dan nonmuslim.

Langkah tersebut digambarkan sebagai praktik apartheid-like atau seperti kebijakan apartheid, sistem pemisahan ras yang diterapkan oleh pemerintah kulit putih di Afrika Selatan sekitar awal Abad ke-20 hingga tahun 1990.

Menurut Free Malaysia Today (FMT), yang dikutip Senin (14/8/2017), sekolah di Taman Puteri, Hulu Langat, Malaysia itu bikin geger setelah foto pemisahan gelas itu beredar di media sosial.

The Star Online menuliskan bahwa dalam foto yang beredar, gelas di sekolah dasar di Selangor itu diberi label "murid Islam" (siswa Muslim) dan "murid bukan Islam" (siswa non-Muslim) yang ditempatkan di samping dispenser air.

Sekolah Taman Puteri itu memiliki 219 murid Melayu dan 145 non-Melayu.

Seorang anggota organisasi non-pemerintah, G25, yang mempromosikan moderasi dan kohesi nasional, mengatakan bahwa hal tersebut sangat mengganggu. 

"Hal seperti itu hanya akan menciptakan perpecahan di kalangan orang Malaysia, dengan mengatasnamakan praktik keagamaan," kata anggota G25, Johan Arriffin dikutip oleh FMT.

"Sebenarnya, praktik tersebut juga menunjukkan betapa kita telah kehilangan akal sehat dan tak memahami tentang nilai religius yang sejati, termasuk toleransi."

Umat Islam diketahui wajib makan daging yang diolah sesuai dengan hukum Islam atau dalam kondisi halal. Muslim juga dilarang makan daging babi.

Pemisahan tersebut diyakini didasarkan pada kekhawatiran bahwa non-Muslim akan mencemari cangkir dengan unsur-unsur nonhalal.

Kendati demikian, Johan mengatakan, hal yang lebih penting adalah kebersihan cangkir, bukan siapa yang menggunakannya.

Dilansir dari Asian Correspondent, pendiri Parent Action Group for Education Malaysia, Noor Azimah juga tak sependapat dengan kebijakan pihak sekolah. 

"Saat era apartheid, restoran dan bus dipisahkan. Kejadian ini mungkin merupakan permulaan dari itu. Jika kita tak menghentikannya, itu akan menjadi lebih buruk dan akan mencapai titik di mana akan ada restoran dan toilet terpisah untuk Muslim dan nonmuslim," jelas Noor Azimah.

"Itu justru bisa menyuburkan ekstremisme," imbuh Noor Azimah.

Sebagai tanggapan atas protes masyarakat, seperti dikutip dari The Star, Wakil Menteri Pendidikan Datuk Chong Sin Woon menekankan bahwa "sekolah nasional adalah untuk semua orang Malaysia dan tidak boleh memisahkan anak-anak berdasarkan agama."

Dia mengatakan akan mengarahkan pihak Departemen Pendidikan Selangor untuk menyelidiki masalah tersebut.

Sebelumnya, anggota Dewan Kota Seberang Perai, Satees Muniandy berkomentar di Facebook terkait kebijakan di sekolah tersebut. Ia juga menentang keras. 

Saksikan juga video menarik berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya