Kisah Kesederhanaan Muslim di Montana AS Saat Rayakan Idul Adha

Tinggal di suatu tempat dengan populasi mayoritas non-muslim, tidak membuat umat Islam di AS urung merayakan Idul Adha.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Sep 2017, 21:00 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2017, 21:00 WIB
Beberapa siswa Indonesia yang tergabung dalam program YSEALI di Montana, Amerika Serikat (Dokumentasi)
Beberapa siswa Indonesia yang tergabung dalam program YSEALI di Montana, Amerika Serikat (Dokumentasi)

Liputan6.com, Montana - Tinggal di suatu tempat dengan populasi mayoritas non-muslim, tidak membuat beberapa orang di Amerika Serikat kesulitan menjalani kewajiban ibadah sehari-hari.

Montana sebagai salah satu negara bagian Amerika Serikat, dengan jumlah populasi muslim minoritas, menjadi salah satu manifestasi bagaimana umat Islam beribadah di AS.

Perayaan Idul Adha di Montana sangat berbeda dibandingkan dengan yang sering kita lihat di Indonesia. Pada 1 September lalu beberapa warga Indonesia yang tergabung dalam program Young Southeast Asia Leaders Initiative (YSEALI) mengikuti salat Idul Adha di Shae Allah yang diselenggarakan oleh Asosiasi Mahasiswa Muslim Universitas Montana.

Beberapa orang tersebut antara lain Ardo Ramdhani, Evi, Harry Razaki, Muhajir.

Selama di Montana, beberapa siswa Indonesia tersebut akan mengikuti program Young Southeast Asia Leaders Initiative (YSEALI) dan berkuliah di Universitas Montana pada bidang lingkungan hidup.

Perbedaan tersebut telihat dari aktivitas salat Idul Adha yang diadakan di salah satu perumahan yang memang dikhususkan untuk masyarakat muslim.

Biasanya salat lima waktu juga dilaksanakan di lokasi yang sama. Namun, pada Idul Adha masyarakat muslim melakukan salat bersama tepat di halaman belakang rumah tersebut.

Halaman rumah tersebut cukup luas. Tetapi akan sedikit terganggu aktivitas salat bersama apabila cuaca dingin melanda dan menyentuh angka 11 derajat Celcius. Walaupun cuaca cukup dingin, para jemaah bisa melaksanakan salat Idul Adha dengan baik.

"Pada hari Idul Adha, saya memperhatikan jemaah yang lain masih melakukan aktivitas seperti hari biasa. Tidak ada hari libur khusus untuk Idul Adha," ujar Ardo Ramdhani.

"Komunitas muslim juga mengenakan pakaian formal karena masyarakat muslim Montana akan langsung melanjutkan kegiatan sehari-harinya setelah melakukan salat," tambahnya.

Di Indonesia, perayaan Idul Adha identik dengan penyembelihan hewan kurban untuk dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Di Montana, tradisi penyembelihan tidak dilakukan, namun ada satu tradisi unik yang dilakukan seusai penyelenggaraan salat bersama, yaitu sesama umat Muslim di Montana melakukan makan bersama.

"Saya melihat komunitas Muslim di Montana terdiri dari berbagai macam orang dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Ada keturunan Irak, Suriah dan Arab. Namun rasa kebersamaan satu sama lain sangatlah kental," kata Ardo.

Pelaksanaan perayaan Idul Adha yang sederhana tidak menghilangkan euforia hari raya Idul Adha. Menurut Ardo, hal ini bisa menjadi salah satu hal baik yang dapat dicontoh oleh masyarakat Indonesia.

Meski berbeda etnis, tetapi tetap dapat membentuk suatu komunitas dan rasa kebersamaan sebagai sesama muslim tetap hadir mewarnai perayaan Idul Adha di Montana.

 

Sekilas Program YSEALI

Program YSEALI adalah program yang telah berlangsung tahun 2013 dan terbagi atas dua kategori, yaitu YSEALI Academic Fellowship dan YSEALI Professional Fellowship.

Program ini bertujuan membangun jiwa kepimpinan generasi muda di ASEAN, mempererat hubungan Asia Tenggara dengan AS dan membina generasi muda di kawasan Asia Tenggara yang akan menjadi pemimpin masa depan ASEAN.

Program YSEALI Academic Fellowship dibuka bagi mahasiswa atau yang baru saja lulus dari universitas dengan usia 18-25 tahun untuk mengikuti perkuliahan selama lima minggu di beberapa universitas di Amerika Serikat.

Program YSEALI Professional Fellowship memberikan kesempatan bagi peserta yang berusia 25-35 tahun untuk bekerja selama lima minggu di lembaga nirlaba, lembaga pemerintahan dan kantor swasta di Amerika Serikat.

(Penulis: Ardo Ramdhani, peserta Young Southeast Asia Leaders Initiative (YSEALI))

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya