Ikan hingga Sperma, Ini 8 Benda yang Terancam Langka di Bumi

Bagi segelintir orang, kekurangan yang kita alami seakan tidak berdampak kepada generasi sekarang. Padahal defisit sudah terjadi sekarang.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 26 Sep 2017, 19:00 WIB
Diterbitkan 26 Sep 2017, 19:00 WIB
Inspiratif, Kisah Pria yang Menumbuhkan Gurun Gersang
Tidak seperti orang lain yang berkoar-koar ingin melakukan perubahan, pria tua ini mengubah gurun jadi hutan dengan kegigihannya

Liputan6.com, Jakarta - Pada 1900-an diperkirakan hanya ada 1,6 miliar manusia menghuni Bumi. Pada 1950-an, angka itu sudah dua kali lipat dan pada 2000-an kita sudah menembus angka 6 miliar.

Suatu penelitian dalam jurnal Global Environmental Change memproyeksikan bahwa populasi global akan mencapai puncak pada angka 9,4 miliar di akhir abad ini.

Hal itu menjadi berita buruk karena sekarang ini saja kita tidak memiliki sumberdaya yang cukup untuk populasi kita. Satu di antara delapan orang tidak punya pangan yang cukup dan lebih dari 1,3 miliar manusia tidak punya akses listrik.

Usia rata-rata semakin panjang dan angka kelahiran meningkat, sedangkan ruang hidup berkurang. Beberapa pihak mulai mencari cara untuk sedikit memperlambat pergerakan ini.

Dalam upaya mendidik kaum wanita di negara-negara berkembang, terjadi suatu hal yang menarik. Rata-rata ukuran keluarga berkurang dari 6,3 anak dalam keluarga menjadi 1,9 anak dalam keluarga hanya dalam 2 generasi karena persekolahan yang lebih baik, kesempatan kerja yang lebih banyak, ketersediaan perangkat kontrasepsi.

Hal itu membuktikan bahwa ledakan besar jumlah penduduk sebenarnya memiliki solusi yang layak. Tapi, seperti dikutip dari listverse.com pada Selasa (26/9/2017), masih banyak persoalan yang dihadapi terkait dengan sumberdaya.

Bagi segelintir orang, kekurangan yang kita alami seakan tidak berdampak kepada generasi sekarang. Padahal ada beberapa di antaranya yang sudah berlangsung sejak sekarang:

 

 

 

1. Pasir

Perpaduan pasir putih dan langit biru yang cerah di Pantai Tarimbang, NTT. (Liputan6.com/Ola Keda)

Kedengarannya tidak masuk akal, tapi kekurangan pasir adalah hal yang nyata. Pasir merupakan bahan dasar untuk beton, kaca, dan aspal, sehingga pasir bukan sekedar hiasan gurun. Pasir ada di jalan, gedung, dan bahkan pasta gigi.

Pasir dan agregatnya merupakan 85 persen dari keseluruhan benda yang ditambang di Bumi. Sayangnya, kecepatan penambangan telah melebihi kecepatan pemulihannya.

Dalam 4 tahun belakangan saja China telah menggunakan lebih banyak pasir dibandingkan yang dipakai Amerika Serikat selama Abad ke-20. India pun memiliki mafia pasir sendiri dan Dubai yang dikelilingi pasir harus impor dari Australia untuk membangun Burj Khalifa.

2. Antibiotik Penyakit Seksual Menular

Gonorrhea

Antibiotik pertama untuk memerangi penyakit menular seksual (PMS) ini tersedia sejak 1940-an. Tapi, seperti lazimnya bakteri, kuman penyebab gonorea pun melakukan mutasi dan menjadi semakin kebal melawan apapun yang kita pakai untuk membasminya.

Hanya dalam kurun waktu 70 tahun, antibiotik hampir tidak mampu lagi memeranginya. Hanya satu jenis antibiotik yang masih ampuh membasminya.

Kasus pertama gonorea kebal obat ditemukan di Jepang pada 2011. Para ilmuwan pun lebih mendesak lagi agar kita berhati-hati dengan perilaku seksual karena gonorea adalah PMS yang paling lazim diidap di seluruh dunia.

Sekitar 50 persen kaum wanita penderitanya bahkan tidak menyadari telah tertular.

3. Helium

Ilustrasi ulang tahun (pixabay.com)

Gas helium biasa dipakai mengisi balon pesta. Tapi, ketersediaan helium telah semakin menyusut. Padahal, helium dipakai bukan hanya untuk kegembiraan masa kecil kita dengan balon-balon.

Sumberdaya tak terbarukan tersebut dipakai juga untuk mendinginkan magnet superkonduktor dalam mesin-mesin MRI dan juga untuk mendeteksi kebocoran dalam uji wadah bertekanan tinggi.

Banyak ilmuwan yang menggunakannya untuk meraih suhu terendah kryogen yang memungkinkan mereka mengamti fenomena gejala kuantum secara jelas.

Banyak penggunaan helium yang tidak dapat ditiru oleh zat manapun. Kalau kita tidak menemukan cara untuk berhemat, mungkin nantinya kita harus menambang helium di Bulan.

4. Tanah

Bongkahan tanah sawah kering yang dijual para petani merupakan sumber pendapatan selama kekeringan melanda tempat mereka. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Menurut perhitungan para imuwan, kita masih memiliki lapisan tanah subur hanya untuk 60 tahun ke depan saja. Pertanian di lahan yang sama dengan jenis tanaman yang sama telah menggerus zat hara dari tanah, sehingga lahan kehilangan manfaat.

Menimbang pertumbuhan populasi yang terjadi secara eskponensial, diproyeksikan bahwa permintaan pangan akan meningkat 50 persen dalam 20 hingga 50 tahun ke depan. Padahal diproyeksikan juga bahwa kita menghasilkan 30 persen lebih sedikit pangan dalam rentang waktu yang sama.

Ketersediaan air juga menjadi masalah. Suatu penelitian terkini menyebutkan bahwa hampir setengah dari kenaikan permukaan laut sejak 1960 adalah air irigasi yang mengalir melewati tanaman pertanian menuju laut.

5. Sperma

4 Fakta dan Mitos Sperma yang Belum Anda Tahu

Suatu penelitian komprehensif menunjukkan bahwa sejak 1973 hingga 2011, konsentrasi dan jumlah sperma menurun sebanyak 52,4 persen di Amerika Utara, Eropa, Australia, dan Selandia Baru.

Penurunan itu memiliki implikasi lebih daripada urusan kesehatan reproduktif karena buruknya kesehatan sperma berkaintan dengan keseluruhan angka kematina.

Para ilmuwan berteori bahwa lingkungan hidup berpengaruh besar dalam hal ini.

Kita dikelilingi oleh zat-zat kimi pengganggu endokrin, ditambah lagi dengan diet yang buruk dan BMI yang tidak sehat, dan tingkat stres. Demikian juga dengan peningkatan pestisida dalam makanan kita.

Semakin bertambahnya faktor-faktor itu, semakin menurun jumlah sperma kita.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

6. Ikan

Penjual ikan di Pasar Towoe Sangihe (Liputan6.com / Yoseph Ikanubun)

Kasus kehabisan ikan adalah yang paling parah dalam daftar kita. Perkiraan sekarang adalah jika kita terus melakukan tangkapan pada jumlah sekarang, maka kita sedang menuju pengosongan samudera.

Tangkapan sudah turun 2 persen setiap tahun. Yang mengerikan, nelayan-nelayan besar secara masif melaporkan kepada FAO jumlah tangkapan mereka dibandingkan dengan jumlah sebenarnya.

Kapal-kapal dari negara-negara kaya seenaknya mencuri ikan di perairan negara-negara miskin, karena mereka mengeruk lebih banyak untung menjual kepada 7 miliar manusia di Bumi tanpa bisa dipulihkan jumlahnya oleh lautan itu sendiri.

Sekitar 92 persen penangkapan ikan yang curang melaporkan lebih sedikit tangkapan berasal dari kapal-kapal China dan sekitar 40 persen perikanan global dilakukan diam-diam.

Setelah ikan punah, mereka punah selamanya. Jejaring pangan yang sudah tidak seimbang ini pun akan terus menjadi lebih parah.

7. Penyimpanan Data

Pita kaset magnetik yang bisa menyimpan data hingga 330TB. (Foto: The Verge)

Mengatasi kekurangan penyimpanan data tidak semudah menghapus beberapa foto dari telepon pintar kita.

Data telah menjadi semakin penting dan menjadi asset vital bagi semua bisnis di seluruh dunia. Menjelang 2020, diperkirakan kita akan memiliki 26 miliar perangkat terhubung, belum termasuk sekitar 7 miliar telepon pintar, PC, dan tablet.

Ada beberapa miliar hard drive berbahan silikon seluruh dunia kewalahan memenuhi kebutuhan. Untunglah, kita sekarang sedang mengerjakan solusi permasalahan.

Pada 2013, tim ilmuwan dari European Bioinformatics Institute berhasil menggunakan satu berkas DNA untuk menyimpan koleksi lengkap sonata Shakespeare, arsip PDF penjelasan struktur heliks ganda DNA, klip suara MP3 pidato 26 detik "I Have a Dream" oleh Martin Luther King, teks kompresi algoritma, dan sebuah foto JPEG.

Jika kita bisa mendapat alternatif yang sehebat itu, maka kita bisa mengatasinya.

8. Emas

Seorang teller menunjukan emas batangan di Jakarta, Selasa (15/11). Harga emas batangan atau Logam Mulia milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) hari ini dibuka turun Rp 2.000/gram. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Industri pertambangan berkembang pesat ketika menggali pasir dan menemukan emas. Tapi temuan baru para penambang emas dalam satu dekade ini sudah semakin sedikit.

Banyak perusahaan pertambangan harus berurusan dengan semakin banyaknya pembatalan proyek karena risiko yang semakin besar. Pembiayaan pertambangan emas menurun dari US$ 10 miliar pada 2012 menjadi hampir US$ 4 milair pada 2016.

Demikianjuga dengan pasokan yang diperkirakan menurun sebesar 15 hingga 20 persen dalam 4 hingga 4 tahun ke depan.

Ada beberapa upaya mencari sumber tambahan.

Pada 2015, ada sebuah asteroid bernama 2011 UW158 yang memiliki panjang 500 meter melintas dekat Bumi. Batu angkasa itu mengandung logam-logam mulia senilai US$ 300 juta hingga US$ 5 triliun. Sayangnya, lintasan itu enam kali lebih jauh daripada jarak ke Bulan.

Tapi hali itu tidak menyurutkan semangat para ilmuwan. Perusahaan dirgantara Planetary Resources di Washington melakukan ekspedisi 3 bulan untuk menguji teknologi mereka.

Wahana Rosetta dari European Space Agency juga berhasil mendarat di komet itu pada 2014 sehingga membuktikan kita sebenarnya bisa meraih emas angkasa tersebut dalam waktu dekat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya