Liputan6.com, Baghdad - Iran, Irak dan Turki, tiga negara dengan populasi besar etnis Kurdi, memberlakukan kebijakan isolasi terhadap Kurdistan Irak. Kebijakan itu muncul setelah 92 persen suara penduduk di wilayah otonom Irak di utara itu memilih untuk memisahkan diri dari Baghdad dalam referendum yang digelar awal pekan ini.
Pemerintah pusat Irak sedang mempersiapkan militernya untuk menguasai perbatasan internasional wilayah Kurdistan Irak di utara dengan tujuan mengisolasi orang-orang Kurdi dari negara lain masuk ke wilayah tersebut. Demikian seperti dilansir VOA Indonesia, Minggu (1/10/2017).
Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi, dalam pernyataan tertulis, mengatakan, "Kendali pemerintah pusat atas pelabuhan udara dan darat di wilayah Kurdistan bukan untuk membuat kelaparan, mengepung dan mencegah distribusi pasokan kepada warga di wilayah itu seperti yang dituduhkan oleh beberapa pejabat daerah Kurdistan."
Advertisement
Baca Juga
Sementara itu, Juru Bicara Angkatan Bersenjata Iran Masoud Jazayeri mengatakan, negaranya akan bekerja sama dengan pemerintah Irak untuk menggelar latihan militer di beberapa perlintasan di wilayah perbatasan. Tujuannya, guna mencegah kemungkinan munculnya gerakan separatis lain di wilayah tersebut.
Iran juga memberlakukan embargo semua ekspor dan impor produk bahan bakar ke dan dari wilayah Kurdistan Irak.
Menurut pernyataan Kementerian Transportasi Iran yang dirilis kantor berita Tasnim, semua perusahaan transportasi dilarang mengangkut bahan bakar antara Iran dan wilayah Kurdi Irak "sampai pemberitahuan lebih lanjut."
Sedangkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memperingatkan pada Sabtu kemarin bahwa pemerintahan Kurdistan Irak akan 'menanggung konsekuensi' atas referendum kemerdekaan yang dengan tegas ditentang oleh Ankara.
Turki juga berulang kali mengancam akan menerapkan sanksi ekonomi terhadap Kurdistan Irak. Meski begitu, Ankara menyatakan bahwa segala tindakan yang diambil tidak ditujukan untuk menyulitkan warga sipil.
Tekanan yang meningkat dari negara-negara sekitar itu terjadi sehari setelah Irak memberlakukan larangan penerbangan internasional ke wilayah Kurdistan Irak
Pekerja kemanusiaan mengatakan pembatalan penerbangan bisa 'berdampak buruk' bagi kehidupan 1,6 juta pengungsi dan orang-orang yang kehilangan tempat tinggal di kawasan itu.