Liputan6.com, Laguna - Kepolisian Kota Calamba, Provinsi Laguna, Filipina, membekuk seorang wanita yang kedapatan membawa sebungkus obat-obatan terlarang.
Kejadian tersebut bermula ketika ia berniat untuk membayar makanan di sebuah restoran menggunakan benda haram tersebut.
Dikutip dari laman AsiaOne, Selasa (17/10/2017), dalam sebuah laporan yang sudah dirilis oleh polisi setempat, pihaknya telah menahan seorang wanita berusia 22 tahun.
Advertisement
Baca Juga
Saat menjalani pemeriksaan, pelaku diketahui berasal dari Kota San Pablo yang juga terletak di Provinsi Laguna. Ternyata, wanita muda tersebut dilaporkan tengah hamil lebih dari dua bulan.
Sancho Celedio Kepala Polisi Kota Calamba mengatakan, insiden tersebut terjadi pada Sabtu 14 Oktober 2017 siang. Tepatnya di sebuah restoran yang terletak di Baranggay Banlic.
Dari keterangan pihak restoran, wanita itu memesan menu daging sapi tapa, sinangag (nasi goreng), dan telur. Harga dari keseluruhan menu tersebut adalah 100 peso Filipina atau setara dengan Rp 26 ribu.
"Wanita itu tak punya uang, jadi ia menawarkan obat terlarang jenis sabu sebagai pengganti uang," kata Celedio.
Sementara itu, pelaku mengaku sabu yang ia beli melebihi harga satu porsi makanan tersebut. Satu bungkus sabu itu ia beli sebesar 200 peso Filipina.
Tahun 2016, Filipina Tewaskan 2.956 Pengguna Narkoba
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, bersumpah akan menumpas jaringan narkoba di negaranya.
Sumpah itu ia tuangkan dalam sebuah kebijakan, yakni membunuh para pengedar narkoba tanpa pengadilan. Hal itu jelas menuai kritik.
Namun, menurut keterangan Istana Kepresidenan Filipina Malacanang tahun 2016, kebijakan tersebut sangat impresif dalam menurunkan penggunaan narkotika. Angkanya sampai 90 persen.
"Sebanyak 2.956 warga yang terkait narkoba tewas, setengah dari mereka tewas di tangan kelompok masyarakat," sebut pernyataan resmi Malacanang, seperti dikutip dari Asia Correspondent.
Keterangan tersebut dibenarkan Kepolisian Nasional Filipina. Mereka menyatakan 1.466 orang gembong narkotika tewas akibat operasi yang mereka lancarkan.
Sementara 1.490 lainnya tewas di tangan kelompok masyarakat yang diberi wewenang untuk menembak langsung para pengedar narkotika.
Selain menewaskan ribuan orang, Kepolisian Filipina juga menangkap 16 ribu terduga sebagai bandar dan pengedar narkoba. Tak cuma menangkap, 700 ribu pelaku kejahatan tersebut dilaporkan menyerahkan diri.
"Operasi kepolisian ini sukses," sebut Pejabat Komunikasi Kepresidenan Filipina, Martin Andanar.
Andanar menambahkan, meski memuji putusan tembak langsung, kebijakan ini sebenarnya turut menjadi perhatian mereka. Kekhawatiran terletak pada kemungkinan kebijakan tersebut disalahgunakan beberapa kelompok atau pelaku kriminal lain.
"Jika pembunuhan dilakukan saat perang antargeng, ini pasti menimbulkan kecemasan. Bila itu terjadi, maka payung hukum harus diterapkan," katanya.
Presiden Duterte terus diserang dunia internasional terkait kebijakannya tersebut. Salah satu pemimpin yang mengkhawatirkan kebijakan Duterte adalah Presiden AS Barack Obama -- yang kala itu masih menjabat.
Akan tetapi, Duterte seperti menutup kuping atas kecaman dan kritik. Bahkan, ia menyatakan siap mempertimbangkan untuk menghidupkan kembali hukuman mati bagi bandar dan pengedar narkotika yang sudah dihapuskan dari Filipina.
Advertisement