Liputan6.com, Riyadh - Arab Saudi pada Kamis 9 November mengumumkan bahwa pihaknya telah menahan 201 orang atas dugaan kasus korupsi dan penggelapan yang merugikan negara setidaknya US$ 100 miliar dalam beberapa dekade terakhir.
Seperti dikutip dari New York Post pada Jumat (10/11/2017) yang melansir Associated Press, Jaksa Agung Arab Saudi Saud al-Mojeb dalam pernyataannya mengungkapkan bahwa 208 orang telah dipanggil untuk diselidiki sejak Sabtu malam. Berikutnya, tujuh orang dibebaskan tanpa dakwaan, sementara 201 lainnya masih ditahan.
Angka terbaru yang dirilis ini jauh lebih besar dibanding sebelumnya karena diduga penangkapan lanjutan telah dilakukan sepanjang pekan ini.
Advertisement
Penangkapan perdana sendiri dilakukan pada Sabtu malam waktu setempat terhadap 11 pangeran dan 38 pejabat serta pebisnis. Mereka ditahan di sejumlah hotel bintang lima di seluruh negeri, termasuk di the Ritz-Carlton Riyadh.
Baca Juga
Kritikus dan pengamat menilai, aksi "bersih-bersih" atas nama kebijakan antikorupsi yang menargetkan para pangeran, pejabat, perwira militer dan pengusaha ini adalah dalih untuk memperkuat posisi Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman.
Di antara mereka yang ditahan adalah miliarder Saudi yang mendunia, Pangeran Alwaleed bin Talal, dan dua putra mendiang Raja Abdullah.
Aksi "bersih-bersih" ini dipimpin langsung oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman yang ditunjuk oleh sang ayah, Raja Salman, sebagai kepala komite antikorupsi yang baru saja dibentuk.
"Potensi skala praktik korupsi yang telah ditemukan sangat besar," ujar Jaksa Agung seraya menambahkan bahwa berdasarkan penyelidikan selama tiga tahun terakhir setidaknya didapati dana US$ 100 miliar telah diselewengkan.
Kendati demikian, pihak Saudi menolak menyebutkan nama orang-orang yang diselidiki demi menghormati privasi mereka selama proses hukum masih berlangsung.
Ribuan Rekening Bank Dibekukan
Terkait dengan klaim memberantas korupsi, Saudi diperkirakan telah membekukan 1.700 rekening bank. Jaksa Agung Saud al-Mojeb menjelaskan bahwa yang dibekukan adalah rekening pribadi bukan milik usaha.
Selama bertahun-tahun, warga Saudi mengeluhkan tindak korupsi yang merajalela dan penyalahgunaan dana publik oleh pejabat tinggi di sebuah sistem di mana praktik nepotisme tumbuh subur.
Anggota keluarga kerajaan Saudi sejak lama telah menerima tunjangan bulanan dari kas negara yang nominalnya tidak pernah diungkapkan. Kini, setelah harga minyak dunia anjlok, pemerintah Saudi, bagaimanapun dipaksa untuk melakukan penghematan.
Peneliti urusan Saudi, Thomas Lippmann mengatakan ia meyakini bahwa aksi "bersih-bersih" yang tengah gencar dilakukan saat ini adalah "upaya pengambilalihan kekuasan" mengingat hanya menargetkan anggota keluarga kerajaan dan komunitas bisnis.
"Saya tidak percaya sedikitpun bahwa ini benar-benar upaya untuk memberantas korupsi," tutur Lippmann yang merupakan penulis "Saudi Arabia on the Edge: The Uncertain Future of an American Ally."
Advertisement