Krisis Politik Lebanon, Kemlu RI Pastikan Kondisi WNI Aman

Pihak KBRI Lebanon sudah menyampaikan imbauan kepada WNI untuk melapor kepada perwakilan RI apabila menemui permasalahan.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 18 Nov 2017, 17:05 WIB
Diterbitkan 18 Nov 2017, 17:05 WIB
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir. (Infomed/Kemlu/Rudi)
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir. (Infomed/Kemlu/Rudi)

Liputan6.com, Jakarta - Secara mengejutkan, Saad Hariri mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Perdana Menteri Lebanon pada 4 November 2017 saat melakukan kunjungan resmi ke Riyadh. Namun, langkahnya tersebut tak diterima oleh pemerintah yang berada di negaranya.

Melalui pernyataan tersebut, Hariri menuding Iran dan kelompok Hizbullah Lebanon telah menabur perselisihan di negara-negara Arab dan ia takut dirinya menjadi korban pembunuhan.

Namun, Pemimpin Hizbullah dan salah satu tokoh paling menonjol di Lebanon, Hassan Nasrallah, menyebutkan bahwa Hariri mengundurkan diri karena telah dipaksa pihak Saudi.

Ia mengatakan bahwa Arab Saudi berusaha menyingkirkan Hariri sebagai perdana menteri dan memaksakan kepemimpinan baru dalam gerakan politiknya.

Namun, Hariri menyangkal klaim yang menyebut bahwa dirinya disandera oleh Saudi. "Itu semua bohong," tulis dia di Twitter.

Di tengah krisis politik yang terjadi di Lebanon, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia yang diwakili Juru Bicaranya Arrmanantha Nasir menjelaskan bahwa pihaknya terus memantau situasi di Lebanon.

"Pemerintah RI terus mengikuti perkembangan situasi di sana. Pihak KBRI pun sudah menyampaikan imbauan kepada WNI untuk melapor kepada perwakilan RI apabila menemui permasalahan," ujar pria yang akrab disapa Tata itu dalam press briefing mingguan pada Jumat (17/11/2017) di Ruang Palapa Kemlu RI.

"Hingga saat ini, kita sudah mendapatkan informasi bahwa kondisi WNI di Lebanon masih dalam kondisi aman dan baik. Meski begitu, pemerintah akan tetap me-monitoring," tambahnya.

Seperti dilansir dari laman BBC, di tengah pengunduran diri Hariri yang penuh dengan teka-teki itu, Arab Saudi memanggil wakilnya di Berlin. Hal itu dilakukan menyusul komentar Menteri Luar Negeri Jerman, Sigmar Gabriel, yang menyebut bahwa keberadaan Hariri di Saudi bertentangan dengan keinginannya.

"Arab Saudi memutuskan untuk memanggil duta besarnya untuk Jerman guna konsultasi dan akan memberi Duta Besar Jerman untuk Saudi sebuah surat yang memprotes pernyataan yang disayangkan dan tak bisa dibenarkan," demikian pernyataan yang dilaporkan oleh kantor berita Saudi, SPA.

 

PM Lebanon Tinggalkan Arab Saudi dan Bertolak ke Prancis

Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri telah meninggalkan Arab Saudi dan berangkat menuju Prancis. Hal tersebut dilaporkan saluran televisi yang dimiliki oleh keluarganya.

"Hariri meninggalkan Bandara Riyadh menggunakan jet pribadinya bersama dengan istrinya, dan terbang menuju Bandara Le Bourget (di dekat Paris)," demikian laporan dari Future TV.

Hariri diperkirakan akan bertemu Macron dan mengunjungi sejumlah ibu kota negara Arab lainnya sebelum kembali ke Beirut, ibu kota Lebanon.

Pada Rabu, 15 November 2017, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa ia telah mengundang Hariri dan keluarganya ke Paris. Hal itu dilakukan setelah ia berbicara dengan Putera Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman, melalui telepon.

Dimuat BBC, Macron kemudian dipaksa untuk mengklarifikasi bahwa ia tidak menawarkan pengasingan politik untuk Hariri. Banyak pihak menduga bahwa Presiden Prancis itu hanya menjamu Hariri selama beberapa hari.

Prancis, negara yang pernah menguasai Lebanon, mencoba memediasi krisis Lebanon dengan Saudi.

Kepergian Hariri ke Prancis menandai sebuah babak baru dalam krisis politik yang tengah terjadi di Lebanon.

Sebelumnya, sejumlah pejabat Lebanon mengatakan bahwa Hariri telah disandera di Arab Saudi -- yang kemudian disangkal oleh Riyadh. Saudi juga menyangkal bahwa pihaknya telah memaksa Hariri mengundurkan diri dalam upaya mengekang pengaruh saingan regionalnya, Iran dan Hizbullah.

Hariri punya hubungan dekat dengan Arab Saudi. Ia memegang dua kewarganegaraan, yakni Lebanon dan Arab Saudi, memiliki properti di Saudi, dan Riyadh merupakan pendukung kunci partai politiknya, Future Movement.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya