Jubir Kremlin: Rusia Siap Jadi Mediator AS dengan Korea Utara

Pernyataan Peskov disampaikan beberapa hari setelah DK PBB mengadopsi resolusi yang disusun AS untuk menjatuhkan sanksi kepada Korea Utara.

oleh Citra Dewi diperbarui 27 Des 2017, 10:05 WIB
Diterbitkan 27 Des 2017, 10:05 WIB
Rudal balistik jarak menengah Korea Utara, Hwasong-12
Rudal balistik jarak menengah Korea Utara, Hwasong-12 (Korean Central News Agency/Korea News Service via AP, File)

Liputan6.com, Moskow - Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan bahwa Rusia siap menjadi mediator antara Korea Utara dan Amerika Serikat.

"Anda tak bisa menjadi mediator antara dua negara karena keinginan Anda sendiri. Itu tak mungkin, kedua pihak harus memiliki keinginan," ujar Peskov.

Pernyataan Peskov disampaikan beberapa hari setelah Dewan Keamanan (DK) PBB mengadopsi resolusi yang disusun AS untuk menjatuhkan sanksi kepada Korea Utara. Hal tersebut merupakan respons dari uji coba rudal balistik Pyongyang yang dilakukan pada 29 November.

Sanksi teranyar itu bertujuan membatasi pasokan energi dan mengetatkan pembatasan pekerja Korea Utara di luar negeri. Menurut Duta Besar AS di PBB, Nikki Haley, itu merupakan sanksi terberat, setidaknya hingga saat ini.

Pernyataan Peskov yang disampaikan pada 26 Desember itu bukan merupakan hal aneh bagi Moksow. Pasalnya, Kremlin telah lama mengatakan bahwa AS dan Korut harus melakukan perundingan diplomatik.

Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, pada 25 Desember mendesak AS dan Korut untuk memulai sebuah dialog dan mengatakan bahwa AS harus melakukan langkah pertama.

"Saya pikir langkah pertama harus dilakukan oleh pihak yang lebih kuat dan cerdas," ujar Lavrov dalam sebuah wawancara di RT.

Pada Selasa lalu, Lavrov mendesak dilakukannya perundingan dengan segera dalam sebuah pembicaraan dengan Menteri Luar AS Rex Tillerson. Demikian menurut pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Rusia.

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump berjanji untuk melawan provokasi Korea Utara dengan kekuatan militer. Ia mengatakan akan "melepaskan api" dan kemarahan pada pemimpin Korea Utara Kim Jong-un jika tetap melancarkan ancaman nuklirnya.

Namun beberapa penasihat AS tetap berkomitmen untuk memprioritaskan resolusi damai atas ketegangan dengan Korea Utara.

Sanksi Baru untuk Korea Utara

Kim Jong-un
Pemimpin Korut, Kim Jong-un menggunakan teropong menyaksikan peluncuran balistik antarbenua Hwasong-14 Rudal, ICBM, di barat laut Korea Utara. Korea Utara mengklaim telah menguji rudal balistik antarbenua. (KRT via AP Video)

Ketegangan di wilayah meningkat pada tahun ini akibat uji coba nuklir dan rudal Korea Utara. Uji coba itu terus berlanjut, meski ada tekanan dari komunitas internasional untuk menghentikan prorgram tersebut.

Pemerintahan Trump mengatakan, pihaknya sedang mencari solusi diplomatik dan mengeluarkan sanksi untuk mengatasi masalah Korea Utara.

Sanksi terbaru yang dikeluarkan oleh DK PBB berdasarkan resolusi AS di antaranya adalah:

  • Pengiriman produk bahan bakar akan dibatasi 500.000 barel per tahun, dan minyak mentah 4 juta barel per tahun,
  • Seluruh warga Korea Utara yang bekerja di luar negeri harus kembali ke tempat asalnya dalam waktu 24 bulan setelah sanksi dikeluarkan, di mana hal itu akan membatasi sumber vital mata uang asing,
  • Larangan ekspor barang-barang Korea Utara, seperti mesin dan peralatan listrik.
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya