Ilmuwan Nuklir Pembelot Korut Tewas Keracunan, Bunuh Diri atau...

Seorang sumber di Korea Utara mempertanyakan pernyataan pejabat Korut bahwa pembelot itu bunuh diri dengan racun.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 29 Des 2017, 15:00 WIB
Diterbitkan 29 Des 2017, 15:00 WIB
Korut Tawarkan 13 Pembelot untuk Bertemu Keluarga
Bendera China dan Korut di Depan Restoran Korut di Ningbo, China (Reuters)

Liputan6.com, Pyongyang - Seorang pembelot Korea Utara yang kabur ke China dan dipaksa pulang ke negaranya ditemukan tewas.

Ia diduga meminum racun ketika menunggu giliran diinterogasi oleh otoritas Korea Utara untuk ditanya alasan mengapa ia kabur dari negaranya 

Pembelot Korut yang diduga berusia 50 tahun itu adalah seorang ilmuwan nuklir dan peneliti di pusat fisika State Academy of Sciences di Pyongyang.

Dia adalah salah satu dari kelompok pembelot Korea Utara yang ditahan di Kota Shenyang, China, pada 4 November 2017 dan dipaksa pulang ke Korea Utara pada 17 November lalu. Demikian seperti dikutip dari Daily Mail pada Jumat (29/12/2017).

Pembelot itu dilaporkan bunuh diri beberapa jam setelah dimasukkan ke dalam sel isolasi di Departemen Keamanan Negara di Kota Sinuiju di Korea Utara -- tepat di seberang perbatasan dari China.

"Dia meninggal sebelum diinterogasi tentang alasan pelariannya, siapa yang telah membantunya, dan ke mana rutenya," kata orang dalam kepada Radio Free Asia (RFA)

Orang dalam itu mempertanyakan bagaimana dia mendapat racun dan menenggaknya. Sebab, selama perjalanan dari China menuju Sinuiju, Korea Utara, pembelot itu berulang kali digeledah. 

"Ini menjadi misteri bagi saya, apakah ia benar bunuh diri seperti kata otoritas atau dia dibunuh," ucap orang dalam itu. 

Sebelum melarikan diri ke China, pembelot tersebut telah meninggalkan pekerjaannya sebagai peneliti nuklir di Pyongyang, Korea Utara.

"Dia menunjukkan tanda-tanda kecemasan mengenai proyek penelitiannya," kata orang dalam itu.

"Tiba-tiba, dia mengunjungi kerabat dekat perbatasan tanpa memberi tahu keluarganya dan tanpa membawa dokumen yang valid untuk perjalanan," kata orang dalam kepada RFA.

"Dan ketika dia mengetahui bahwa pihak berwenang mencarinya, dia menghilang begitu saja," ucap orang dalam tentang pembelot Korea Utara tersebut. 

 

Tak Ungkap Jati Diri

Sukses Luncurkan Rudal Balistik, Kim Jong-un Beri Penghargaan kepada Ilmuwan
Suasana saat pemimpin Korea Utara Kim Jong-un memberi penghargaan kepada para ilmuwan di bidang pertahanan nasional Korea Utara di Pyongyang (12/12). Sebelumnya, rudal balistik Hwasong-15 diluncurkan Korut pada 29 November 2017. (AFP Photo/KCNA VIA KNS)

Sebelumnya, orang dalam itu menyebut pembelot Korea Utara tersebut bernama Hyun Cheol-huh. Namun, tidak jelas apakah itu nama sebenarnya, karena pejabat terkadang menggunakan nama palsu untuk merujuk orang-orang yang ditahan.

Kini, pihak otoritas tengah menyelidiki bagaimana orang tersebut menyeberangi Sungai Yalu, di Korea Utara ke China dan saat dia bertemu dengan pembelot lainnya.

Pria tersebut kabarnya tidak mengungkapkan kepada pejabat China bahwa dia adalah seorang ilmuwan nuklir.

"Entah mengapa, si pembelot itu merahasiakan jati dirinya ketika ia ditangkap oleh polisi China, yang sudah mendapatkan laporan dari otoritas keamanan bahwa ada pembelot Korut masuk ke China," kata sumber itu. 

"Jika saja, pemerintah China tahu siapa sebenarnya, dia tentu tak akan dikembalikan ke Korea Utara. Mereka pasti ingin mengetahui rahasia nuklir Korut," tutup orang dalam itu. 

China Pulangkan 10 Pembelot Korea Utara

27 Juli 1953 menandai penandatanganan gencatan senjata antara China, Korea Utara, dan pasukan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang didukung AS yang telah berseteru satu sama lain selama tiga tahun (AFP/Ed JONES)
27 Juli 1953 menandai penandatanganan gencatan senjata antara China, Korea Utara, dan pasukan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang didukung AS yang telah berseteru satu sama lain selama tiga tahun (AFP/Ed JONES)

Ilmuan nuklir pembelot Korea Utara ini adalah salah satu dari 10 pembelot yang dipulangkan Beijing ke Pyongyang. 

Kelompok yang terdiri dari 10 orang itu ditahan di China pada awal November setelah menyeberang perbatasan Tiongkok-Korut secara diam-diam.

Seorang pria Korut yang membelot pada 2015 mengatakan bahwa istri dan anak laki-laki mereka yang berusia empat tahun berada di dalam kelompok itu. Ia menyebut, mereka dapat saja dibunuh jika dikirim kembali ke Korea Utara.

Pria bernama Lee itu pun menyadari bahwa kelompok pembelot Korea Utara itu dikirim ke sebuah pusat penahanan di Korut. Baik China maupun Korea Selatan belum memberikan komentar atas nasib kelompok itu. Demikian dikutip BBC 29 November 2017.

Kelompok pembelot itu ditangkap dalam sebuah penyergapan di sebuah rumah di Shenyang, Provinsi Liaoning, pada 4 November. Penangkapan itu dilakukan di tengah tindakan keras oleh China terhadap para pembelot Korea Utara.

Menurut Human Rights Wastch (HRW), layanan keamanan China menangkap setidaknya 49 pembelot Korea Utara sepanjang Juli hingga September. Pada 2016, terdapat 51 orang yang tercatat dalam kurun 12 bulan.

Wakil Direktur HRW Asia, Phil Robertson, mengatakan bahwa dengan mengembalikan kelompok pembelot itu, China terlibat dalam penyiksaan, kerja paksa, pemenjaraan, dan kekerasan lainnya yang akan mereka alami.

Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri China mengatakan pihaknya tak mengetahui rincian kasus tersebut. Namun, mereka akan mengikuti undang-undang domestik dan internasional dalam memperlakukan hal itu.

China secara paksa memulangkan warga Korea Utara meski negara tersebut menjadi bagian dari Konvesi PBB tentang Pengungsi pada 1951. Konvensi itu mewajibkan para penandatangan untuk tak mengembalikan pengungsi, jika mereka kemungkinan menghadapi ancaman penganiayaan dan penyiksaan.

Namun, China menyebut para pembelot sebagai migran ilegal, bukan pengungsi.

Pada 2014, Komisi Penyelidik PBB untuk Hak Asasi Manusia mengatakan bahwa Korea Utara bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia yang "sitematis, luas, dan berat". Komisi itu juga menyebut Korut melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.

"Orang-orang mengatakan bahwa Kim Jong-un adalah orang jahat," ujar Lee.

"Tapi sama buruknya memulangkan pembelot ke Korea Utara karena tahu mereka akan dikirim ke kamp-kamp politik dan menghadapi kematian mereka. Hampir lebih buruk dibanding kaki tangannya, karena mengetahui apa yang Anda lakukan adalah hal buruk," imbuh dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya