Liputan6.com, Ramallah - Pengadilan militer Israel menolak jaminan seorang gadis Palestina berusia 16 tahun yang ditahan karena telah menampar dan mendorong dua tentara Israel.
Keputusan pengadilan itu dikecam oleh aktivis hak asasi manusia dan ayah Ahed, Bassem Tamimi, yang mengatakan bahwa warga Palestina tak dapat mengharapkan keadilan di sistem pengadilan militer Israel.
Pengacara Ahed, Gaby Lasky, mengatakan bahwa pengadilan militer membantah argumen bahwa penahanan lanjutan akan melanggar haknya sebagai anak di bawah umur dan menyimpulkan bahwa akan menimbulkan bahaya jika Ahed dibebaskan dengan jaminan.
Advertisement
"Mereka memutuskan persidangan akan dimulai pada 31 Januari, tapi meski usianya baru 16 tahun, pengadilan tersebut meyakini bahwa dakwaannya cukup untuk menahannya dalam tahanan sampai akhir persidangan," ujar Lasky kepada para awak media, seperti dikutip dari Independent, Kamis (18/1/2018).
Baca Juga
Orang dewasa yang terbukti bersalah karena menyerang seorang tentara bisa dipenjara sampai 10 tahun. Meski pun hukuman tersebut tak mungkin dilakukan pada anak di bawah umur.
Sejumlah warga Palestina menyebut Ahed sebagai simbol perlawanan terhadap pendudukan militer Israel yang telah berlangsung setengah abad.
Sementara politisi senior Israel meminta jaksa bersikap keras kepada Ahed untuk dijadikan contoh bagi para remaja, surat kabar Israel Haaretz mengatakan bahwa Ahed berpotensi untuk berubah menjadi Jaeanne d'Arc dari Palestina -- Jaeanne d'Arc adalah perempuan pahlawan dari Prancis.
Respons Amnesty Internasional
Amnesty Internasional telah menyerukan pembebasan Ahed, di mana remaja perempuan itu dapat menghabiskan sebulan di penjara sambil menunggu sidang.
"Tak ada perilaku yang telah Ahed lakukan untuk membenarkan perpanjangan penahanan seorang gadis berusia 16 tahun," ujar Wakil Direktur Middle East and North Africa Amnesty Internasional, Magdalena Mughrabi.
"Otoritas Israel harus membebaskannya tanpa keterlambatan, melihat seorang remaja perempuan tak bersenjata menyerang tentara yang memiliki pengaman, rekaman insiden itu menunjukkan bahwa ia tak bermaksud melakukan ancaman dan hukuman yang diajtuhkan kepadanya tidak proporsional."
"Penangkapan dan percibaan militer Ahed Tamimi mengukap perlakuan diskriminatif terhadap anak-anak Palestina yang bertahan menghadapi represi Israel terus-menerus, seringkali brutal, dengan mengerahkan pasukan," imbuh Mughrabi.
Advertisement
Pengakuan Ayah Ahed Tamimi
Pada 19 Desember ayah Ahed Tamimi, Bassem Tamimi menulis di Facebook:
"Pasukan (Israel) menggerebek rumahku dan menangkap anak perempuanku setelah media Israel menyerangnya. Mereka mencuri ponsel, kamera, laptop, dan memukul istri dan anak-anakku."
Kepada surat kabar Israel, Yedioth Aharonth, pada 18 Desember, Bassem mengatakan bahwa insiden yang terekam itu terjadi setelah tentara memasuki halaman rumah, melemparkan granat gas ke sekitar, dan memecahkan jendela rumah.
"Satu jam sebelum kejadian tersebut, mereka memukul seorang pemuda setempat, dan bahkan ada kemungkinan bahwa tentara yang memukulnya adalah dua orang tersebut (tentara yang ada di video)," ujar Bassem.
"Perilaku mereka mungkin tampak manusiawi saat itu, tapi saya tak berpikir bahwa perilaku mereka sehari-hari manusiawi. Aku bangga dengan anak perempuanku dan apa yang ia lakukan," imbuh dia.
Dua tahun lalu, video yang memperlihatkan Ahed Tamimi menggigit tangan seorang tentara Israel yang memegang seorang anak laki-laki Palestina viral di dunia maya.
Para aktivis Palestina memuji tindakannya. Sementara itu, pihak Israel menuduh keluarga Tamimi menggunakan Ahed sebagai alat propaganda.