Misteri Aksi Marinir Meksiko Tembak Mati Warga AS

Tiga warga Amerika Serikat dilaporkan telah dibunuh di Meksiko pada tahun 2014, tapi kasusnya belum selesai hingga kini. Mengapa?

oleh Afra Augesti diperbarui 22 Jan 2018, 19:40 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2018, 19:40 WIB
20170120-Gembong-Narkoba-Meksiko-Joaquin-El-Chapo-Guzman-AP
Tentara khusus Meksiko berjaga di bandara jelang ekstradisi gembong narkoba asal Meksiko, Joaquin "El Chapo" Guzman di Ciudad Juarez, Meksiko, (19/1). Guzman pertama kali tertangkap pada 1993 di Guatemala. (AP Photo/Christian Torres)

Liputan6.com, Mexico City - Tiga warga negara Amerika Serikat ditemukan tewas di Meksiko.

National Human Rights Commission (NHRC) AS menuturkan, ketiganya dikesekusi pada tahun 2014 oleh marinir Meksiko dan tim keamanan paramiliter walikota di perbatasan.

Erica Alvarado Salinas (26), Alex Alvarado (22), dan Jose Angel Alvarado (21), dilaporkan hilang pada tanggal 13 Oktober 2014, saat mengunjungi ayah mereka di El Control, sebuah kota kecil dekat Matamoros, Meksiko.

Kabar terakhir yang diterima pemerintah Amerika Serikat, ketiga saudara itu sedang dalam perjalanan pulang ke rumah ibu mereka di Progreso, Texas, namun mereka tak pernah sampai di perbatasan.

Tubuh mereka ditemukan enam belas hari kemudian, dalam kondisi rusak parah, di lapangan sebelah timur Matamoros. Demikian seperti dikutip dari Newsweek, Minggu (21/1/2018).

Setelah diperiksa, luka tembakan ditemukan di kepala ketiganya. Teman mereka yang merupakan warga negara Meksiko, Jose Guadalupe Castaneda Benitez (32), juga dibunuh.

Menurut laporan NHRC, saksi mata menuturkan keempat korban dipaksa masuk ke dalam kendaraan milik Walikota Matamoros, Leticia Salazar Vázquez.

Penyelidik hak asasi manusia juga mewawancarai beberapa pria yang dilaporkan ditangkap pada hari yang sama, saat ketiga kakak beradik warga negara Amerika Serikat itu menghilang.

Saksi menyebut, mereka diseret ke tempat kosong di Meksiko untuk dipukuli dan diinterogasi oleh marinir.

NHRC menyebut, penahanan otoritas terhadap tiga saudara itu adalah tindakan ilegal. Sejauh ini, pemerintah negara bagian dan pemerintah federal menampik tuduhan tersebut dan menolak keterlibatannya dalam kematian korban.

Melalui siaran persnya, NHRC menegaskan bahwa pejabat, marinir, serta polisi negara bagian dan federal telah berbohong untuk menutupi pembunuhan tersebut.

"Dari penangkapan yang dilakukan oleh marinir dan Hercules Group pada 13 Oktober 2014, tidak ada jejak rekam, dan juga tidak diajukan ke otoritas manapun. Bahkan tidak ada investigasi yang melibatkan (para korban), apalagi perintah penangkapan atau keluhan terhadap otoritas," ujar NHRC dalam pernyataan tertulisnya.

Kasus Diserahkan ke Jaksa Federal

20170120-Gembong-Narkoba-Meksiko-Joaquin-El-Chapo-Guzman-AP
Tentara khusus Meksiko berjaga di bandara jelang ekstradisi gembong narkoba asal Meksiko, Joaquin "El Chapo" Guzman di Ciudad Juarez, Meksiko, (19/1). Guzman pernah melarikan diri dari penjara selama dua kali. (AP Photo/Christian Torres)

NHRC menyampaikan temuannya ini ke Sekretariat Angkatan Laut, Gubernur Tamaulipas, Wealikota Matamoros dan Komisi Keamanan Nasional Meksiko. Sedangkan kasus kekerasan tersebut masih diselidiki hingga saat ini.

Pemerintah Tamaulipas menuturkan, mereka telah menerapkan pelatihan hak asasi manusia untuk seluruh polisi di Meksiko berdasarkan laporan tersebut, dan kasus kematian ketiga WNA telah diserahkan ke jaksa federal.

Tamaulipas masih menghadapi krisis keamanan sejak Meksiko menetapkan perang untuk melawan narkoba pada tahun 2012.

Baru-baru ini, Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan sebuah iklan peringatan yang berbunyi: "do not travel". Sedangkan tujuan yang dimaksud yakni Tamaulipas dan empat negara bagian lainnya di Meksiko.

Wilayah itu dianggap sama berbahayanya dengan Suriah, Yaman, dan Afghanistan.

San Antonio Express-News mengabarkan, seorang utusan PBB memberikan keterangan pada tahun 2016 bahwa pembunuhan liar masih marak terjadi di Meksiko.

Tindakan penghilangan nyawa orang biasanya dilancarkan di luar proses hukum dan menyalahgunakan kekuatan pemerintahan.

"Langkah-langkah perlindungan masih belum cukup dan tidak efektif; impunitas dan kurangnya pertanggungjawaban atas pelanggaran hak hidup masih menjadi tantangan serius. Sama halnya seperti tidak ada reparasi untuk para korban," kata laporan PBB.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya