Liputan6.com, Riyadh - Surat kabar investigatif ternama Amerika Serikat melaporkan, sejumlah figur kelas kakap yang pernah ditahan oleh lembaga antikorupsi Arab Saudi atas dugaan kasus rasuah beberapa waktu lalu, menerima penyiksaan dari para otoritas.
Lebih dari 200 figur (sumber lain memasang angka 300 figur), yang terdiri dari pebisnis, pangeran monarki Saudi, dan pejabat pemerintahan ditangkap dan ditahan oleh otoritas antikorupsi bentukan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman pada November 2017 silam.
Baca Juga
Penangkapan dan penahanan itu didasari atas dugaan keterlibatan ratusan figur tersebut dalam sejumlah kasus rasuah.
Advertisement
Mereka ditahan di hotel bintang lima Ritz-Carlton di Riyadh.
Kini, The New York Times -- yang menerima informasi dari beberapa narasumber -- melaporkan bahwa sekitar 17 tahanan disiksa oleh otoritas yang menahan mereka.
Bahkan, salah satu tahanan dikabarkan tewas usai menerima penyiksaan itu.
Ia adalah Mayor Jenderal Ali Al-Qahtani, perwira Garda Nasional (tentara pertahanan dalam negeri) Arab Saudi.
Al-Qahtani juga dikabarkan dekat dengan keluarga mendiang Raja Abdullah bin Abdulaziz -- pucuk monarki sebelum Raja Salman bin Abdulaziz yang saat ini tengah memimpin.
Sang jenderal dikabarkan tewas di tahanan pada Desember 2017 silam. Ia ditemukan tak bernyawa di dalam tahanan dengan kondisi 'leher yang terpuntir tak wajar, seakan telah dipatahkan'.
Di tubuhnya 'yang membengkak' juga terdapat 'luka bakar sehabis disetrum', mengindikasikan metode penyiksaan lain yang dilakukan otoritas terhadap sang jenderal Garda Nasional Arab Saudi, ujar The NYT.
Motif Penyiksaan: Uang hingga Informasi?
Kabarnya, penyiksaan terhadap sejumlah figur itu didasari atas beragam motif.
Ada yang diduga disiksa untuk diperas uangnya agar mau menyetujui biaya pembebasan bersyarat dengan nominal yang dikabarkan cukup besar.
Pangeran Alwaleed bin Talal adalah salah satu tahanan yang membayar biaya pembebasan bersyarat. Ia disebut membayar denda pembebasan bersyarat mencapai Rp 81 triliun kepada otoritas Saudi.
Tetapi, The NYT tak menulis apakah Pangeran Alwaleed termasuk salah satu figur yang disiksa.
Selain uang, ada motif lain di balik dugaan penyiksaan itu.
Seperti pada kasus Mayor Jenderal Ali Al-Qahtani, penyiksaan itu turut dilakukan oleh otoritas untuk memeras informasi.
The NYT menulis, informasi yang diperas oleh otoritas dari Al-Qahtani mungkin berkaitan seputar Pangeran Turki bin Abdullah -- putra mendiang Raja Abdullah bin Abdulaziz sekaligus calon pewaris takhta yang tersingkir.
Al Qahtani juga merupakan ajudan dari Pangeran Turki bin Abdullah.
Di sisi lain, selama ini keluarga Raja Abdullah kerap dipandang sebagai rival -- dalam urusan garis warisan takhta -- dengan Pangeran Mohammed bin Salman
Motif penyiksaan itu menjadi masuk akal, karena, otoritas Saudi ingin menjaring informasi dari Al Qahtani seputar keluarga Raja Abdullah. The NYT menyimpulkan.
Arab Saudi Membantah
Lewat surat elektronik, Arab Saudi mengatakan kepada The New York Times bahwa informasi penyiksaan yang mencuat itu merupakan 'kabar yang sama sekali tidak benar'.
Sedangkan beberapa pejabat Saudi bersikukuh bahwa penangkapan dan penahanan itu adalah 'hal yang wajar, untuk menunjukkan bahwa hari-hari para pejabat korup di Saudi sudah usai'.
Advertisement
Figur Lain yang Diduga Disiksa
Di sisi lain, sejatinya, kabar itu pun bukan hal baru.
Beberapa bulan lalu, media kritik Arab Saudi dan kantor berita Iran telah melaporkan tentang penyiksaan itu. Namun, tidak secara detail dan grafik seperti yang dikabarkan oleh The NYT.
Media kritik Saudi, Middle East Eye, pernah melaporkan bahwa Pangeran Miteb bin Abdullah, pebisnis Amr al-Dabbagh, dan lima pangeran lainnya, disiksa saat menjalani masa penahanan di Ritz-Carlton Riyadh.
Saat ini, mayoritas dari figur yang ditahan telah dibebaskan dengan syarat. Mereka kini menjadi tahanan kota dan dipaksa mengenakan gelang kaki pelacak, agar gerak-gerik mereka setiap saat dapat dipantau oleh otoritas.
Namun, beberapa di antara mereka dilaporkan masih ditahan. Seperti; Adel Fakieh (mantan Menteri Ekonomi Saudi), Amr al-Dabbagh, dan Hani Khoja (konsultan bisnis). Menurut laporan Middle East Eye.